19

1.2K 80 13
                                    

Fourth merasa pahanya sudah keram, namun pria manis itu enggan bergerak. Dia hanya terus mengusap tanpa henti rambut lelaki yang menutup mata di pangkuannya, malam semakin larut hampir pagi.

"Fourth, maafkan aku..."

Suara parau itu jelas, dia tak menyangka sosok itu belum tertidur.

"Aku menyakitimu, aku tak pernah bisa terima bahwa aku telah mencintai seseorang. Aku tak pernah bisa percaya, bahwa cinta tak akan berubah. Maafkan sikap pecundang ku..."

"Kupikir kau malu, karena kita—

—itu salah satunya" cicit Gemini lagi, dengan perlahan mendudukkan diri di kursi panjang dekat halte, mata tipisnya menyiratkan penyesalan yang dalam.

"Aku tidak tau, aku hanya merasa kita saling menjauh untuk mengamankan diri masing-masing." Mendengar hal-hal yang tak nyata membuat Fourth ciut "aku tak pernah yakin dengan perasaan ku, dan kau tak pernah berani dengan keyakinan mu"

Tidak seorangpun, bahkan diri mereka sendiri. Kisah itu larut dalam mimpi, menjadi jenaka gila saat terbangun. Bagaimana perasaan yang ganjil itu terbentuk?

"Aku tak mengharapkan cinta mu Fourth..." Gemini menatap lurus ke depan, seberang jalan yang remang membuat mereka larut dalam diam.

Malam tiba-tiba terasa sangat sepi, dingin dan kosong.

"Aku kaget, aku masih punya hati untuk sekedar mendambakan cinta" air matanya mengalir, pelan tanpa isakan sama sekali "kupikir, sejak melakukan dosa di hari itu. Hatiku sudah mati"

Sifat keras, berusaha mengguncang suasana demi menutup kelemahannya telah hancur. Di sisi Fourth dia menangis, bayang-bayang ketakutan dan rasa bersalah menembus relung hati nya. Watak kurang ajar yang melankolis telah menyelamatkannya dari mengasihani diri sendiri, jalan buntu terbentang sejak putusan pengadilan terakhir.

Satu bulan yang singkat mendadak sangat berarti, Gemini menatap wajah manis itu penuh harapan.

"Gem..." Tak ada ide, dia sendiri sudah merasa ini keputusan akhir pria itu. "Kenapa aku harus menemukanmu sekarang dalam keadaan seperti ini?" Fourth tertawa hambar, sedikit mengusap air mata kekecewaannya "andai saja, kau mati menggantikan ayahmu. Dan aku tak pernah tau tentang kenyataan ini, betapa leganya aku Gem..."

Gemini ikut tertawa, suara serak bersamaan dengan sesak mendobrak kesunyian malam itu.

Bagaimana dengan semua ini? Bagaimana Fourth akan bersikap selanjutnya setelah kenyataan yang terbentang di depan matanya? Dia tak pernah percaya, bahwa kebangkitan dan kematian sedang berkejaran di depan pria itu.

"Jangan bunuh ibumu..."

"Aku mencintaimu Fourth..."

Fourth menunduk, mencoba meraih telapak tangan Gemini "jangan keras kepala, aku berharap hukuman itu bisa di ringankan"

"Tapi aku mau semuanya setimpal, aku tidak masalah untuk mati" pandangannya keras kepala, meyakinkan diri "yang terpenting jalang itu mati lebih dulu, dia tak akan tenang. Karena aku masih akan menyusul, dan menghancurkannya berkali-kali di alam sana..."

Si manis menahan senyum, genangan air mata di kelopaknya bertanda tak baik-baik saja. "Aku tau kau gila, tapi aku tak pernah membayangkan kau se kriminal ini..."

"Atas nama ayahku, aku telah bersumpah..." Katanya sengit "aku hanya ingin kau tau Fourth, aku mencintaimu. Aku tak meminta apapun, tapi aku mohon jangan pernah membenci ku karena perasaan ini. Aku akan berhenti jadi pecundang, dan sekarang kau bisa pergi" raut muka Gemini berubah, mulutnya tersenyum terakhir kali saat membentuk kata-kata.

"Jangan membahayakan dirimu..."

"sekarang aku tak bisa berjanji, dan tak akan membuat perjanjian di atas janji sebelumnya." Gemini tersenyum kecil, merengkuh tubuh mungil itu untuk masuk dalam dekapannya "biarkan aku menyelesaikan janjiku pada ayah, kemudian aku akan datang untuk berjanji padamu lagi"

.
.
.
.
.

Prim terbangun dengan badan pegal, matanya menyesuaikan dengan sinar pagi yang mulai merambat masuk di kaca jendela. Sedikit kebingungan dia mencari-cari sekitar ruangan, hingga akhirnya mendapati Fourth yang sibuk menyiapkan sarapan. Hatinya mendadak senang, dengan suka cita melingkarkan tangan di lengan sang kekasih.

"Apa semalam aku sangat mabuk?"

Fourth bisa mendengar wanita itu mengunyah. "Tidak kok, semalam mungkin karena lelah kau sampai ketiduran"

"Humm... Maaf yah" Prim menggigit roti coklat dengan lebih semangat, setelah itu ia mulai duduk "ayo sarapan, maaf yah Fourth harus bangun pagi-pagi sekali"

"Tak masalah, makanlah duluan aku akan membersihkan badan" dengan dalih sedikit tidak nyaman, Fourth beralih pergi. Sejak semalam mengikuti Gemini, dia merasa tubuhnya sangat berkeringat.

Fourth belum tidur sejak semalam, menjelang pagi dia hanya sempat datang dan mengambil Prim yang masih tidur di kondominium sebelah.

Sekarang pikirannya terfokus jauh, bagaimana Gemini akan menyelesaikan absurditas dari semua permasalahan yang mengguncang pria itu. Tak terduga, hidup komplit yang menakutkan. Fourth kadang-kadang berpikir, bagaimana bisa pria itu masih berdiri disana dengan segala luka?

Dan tentang semua kekesalan sejak pria itu gemar memaki padanya, raib sudah. Terganti menjadi kekhawatiran yang dalam, kala ia paham bahwa sikap kasar dan menyeleweng adalah salah satu tameng perlindungan bagi Gemini.

"Fourth..."

Dia sedikit mundur, nampaknya Prim membuat intensitas yang mengejutkan "Prim... Ke-kenapa?"

"Ayo mandi bersama"

"Hah?"

Gadis itu tersenyum, kemudian menutup pintu dari belakang "bukankah normal jika sepasang kekasih melakukan itu?"

Fourth mencoba mengalah, hanya anggukan singkat di sertai baju sang gadis yang mulai menuruni batas. Agak sungkan, perasaan asing yang entah bagaimana menjadi sangat ganjil.

Dengan terpaan nafas lembut disekitar tengkuknya, jilatan basah di bagian nipple serta beberapa pijatan lembut dari gadis itu pada bagian bawah sontak membuat Fourth kelimpungan. Dengan erangan kuat, dia menyeret Prim menubruk dinginnya tembok kamar mandi.

Matanya redup, sesal dan khawatir itu jadi satu. "Maaf Prim, aku terlalu banyak mengecewakan mu..."

"Kau tidak mencintaiku Fourth?"

Melebihi siapapun, Prim adalah yang utama. Mengesampingkan perasaan dan ketertarikannya pada sosok lain, Prim tetap yang pertama memasang tameng untuk melindunginya. Apa pantas membuat gadis itu terluka?

"Aku mencintaimu Prim, aku mencintaimu...."

"Lalu kenapa? Kenapa saat kau ingin menyentuhku seolah perbuatan kita tidak normal?"

Dalam hitungan detik, hambatan Fourth hancur seperti kaca. dia tak ragu menerjang ke depan, mempertemukan bibir mereka dengan kuat dalam ciuman brutal. Lengannya melingkari pinggang gadis itu, menarik untuk lebih dekat. menyatukan tubuh mereka yang masih setengah berpakaian. Ereksinya berdenyut menyakitkan di selangkangan Prim, kepala kemaluannya bergesekan dengan bahan yang memisahkan mereka.

"Akhhh... Fourth..." Desahan lembutnya dengan hasrat memuncak, Prim mengusap-usap penis kekasihnya yang nampak masih terkurung di dalam celana "apa kau tak ingin membebaskannya? Humm?" Katanya dengan nada menggoda

Tanpa basa-basi lagi, Fourth memposisikan dirinya di antara kaki Prim yang terbentang tepat di atas permukaan bathub. menyejajarkan batang tebalnya dengan pintu masuk sang kekasih yang basah. Sambil mendengus, dia mendorong ke depan, menembus lubang sempit itu dengan satu dorongan kuat. Jeritan tajam keluar dari bibir si gadis saat tubuh ramping itu tertusuk seluruhnya, meregang seperti elastis.

.
.
.
.
.
.
.

To be continued

Jangan lupa follow dan ninggalin jejak 💜💜🙏🏻😭

Unspoken For Love [Geminifourth]18+[END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang