BAB 6 • HANYA ADA SATU CARA

5.9K 204 4
                                    

6. HANYA ADA SATU CARA

Pagi ini, Luna terlihat sedang duduk di samping brankar Aidan. Adiknya baru bisa dipindahkan hari ini ke ruang rawat inap setelah kemarin dibawa ke rumah sakit.

Tatapan Luna terlihat begitu kosong. Ia terus memikirkan harus bagaimana dirinya sekarang.

Tring!

Suara handphone-nya yang berdering membuat Luna tersentak kaget. Saat melihat layar handphone-nya, rupanya telepon itu dari Zila.

"Iya, Zila?"

"Luna, kamu di mana? Kamu nggak ke kampus buat ngurus KRS?"

"Aku udah mau ke sana, Zila."

"Okey, deh, sampai jumpa di kampus."

Setelah telepon itu terputus, Luna pun menghela nafas. Ia harus meninggalkan Aidan sendirian di rumah sakit ini, mengingat jika mamanya sejak kemarin tidak bisa dihubungi.

"Kakak pergi dulu, ya? Kamu baik-baik di sini," ujar Luna pelan seraya mengecup singkat kening Aidan yang sedang tertidur.

Dengan berat hati, Luna pun harus meninggalkan ruang rawat inap Aidan. Ia harus pulang terlebih dahulu ke rumahnya untuk bersiap-siap sebelum ke kampus.

Satu setengah jam kemudian, Luna terlihat sudah berada di kampusnya untuk mengurus keperluan KRS bersama Zila. Mereka duduk di depan ruang kaprodi sambil menunggu dosen pembimbing masing-masing.

"Kamu kenapa? Ada masalah?" tanya Zila ketika memperhatikan Luna di sampingnya yang seperti sedang banyak pikiran.

Luna menghela nafas. "Adik aku masuk rumah sakit karena penyakit jantung bawaan, dan ... Dokter bilang kalau adik aku harus segera dioperasi secepatnya."

Zila melotot kaget. "Jadi, adik kamu mau dioperasi?"

Luna menggeleng ragu sambil menyandarkan kepalanya di pundak Zila. Ia yang rapuh sedang butuh sandaran saat ini. "Aku nggak tahu. Biaya operasinya 300 juta, dan aku nggak punya uang sebanyak itu. Aku bingung harus gimana."

"300 juta Luna? Itu mahal banget." Zila tampak syok mendengar nominal yang disebutkan oleh Luna.

"Aku bingung harus gimana, Zila. Di satu sisi, aku pengen adik aku segera sembuh, tapi di sisi lain, aku nggak punya uang sebanyak itu."

Virza yang sedang bermain handphone di sebelah Zila tampak mencoba mendengar apa yang dibicarakan oleh mereka berdua.

Zila mengusap-usap punggung Luna untuk menguatkan temannya itu. "Kamu yang sabar, ya? Maaf aku nggak bisa bantu. Aku juga nggak punya uang sebanyak itu."

Luna melirik Zila di sampingnya dengan sendu. "Nggak apa-apa, kok. Makasih, ya."

"Aku bantu doain aja semoga adik kamu segera sembuh," ujar Zila dengan tulus. Ia ingin membantu Luna, namun dirinya pun tidak punya uang sebanyak itu.

Saat sedang mengobrol, akhirnya dosen pembimbing Zila datang terlebih dahulu. Zila berlari mengejar dosen tersebut bersama para mahasiswa lainnya setelah berpamitan kepada Luna dan Virza.

XAVIERWhere stories live. Discover now