Mimpi dan Ingatan

263 35 0
                                    

“KAK YANA PULANG!” teriak seseorang dari ruang tamu. Suaranya melengking riang. Orang yang ditunggu sedari dua tahun lalu akhirnya pulang.

Yana, adalah kakak angkat mereka. Yana menjadi kakak angkat mereka sejak ... mereka tidak tahu sejak kapan, tapi semenjak mereka bangun dari rumah sakit, Yana sudah berada disamping orang tua mereka.

Blaze berteriak heboh kepada keempat saudaranya saat melihat saudaranya datang berkunjung. Yana datang dengan suaminya. Blaze membukakan pintu dengan senang hati.

“widih, kakak cantik sudah pulang nih.”

Yana tersenyum melihat adiknya sudah besar. Tapi tidak ada yang menyadari bahwa Yana merasa pesonil adiknya berkurang satu. Dia tau dan masih ingat dengan jelas. Berbeda dengan adiknya.

Dadanya berdenyut nyeri melihatnya. Padahal sudah dua tahun dia pergi dari rumah ini. Saat bertemu, rasanya masih tetap sama.

“iya, aku pulang. Ada yang kangen ndak?” Yana merentangkan tangannya bersiap untung dipeluk, namun lebih dulu dilarang oleh suaminya. Mau bagaimana pun mereka tidak sedarah.

Blaze yang bersiap untuk memeluk kakaknya urung melihat suaminya melarangnya. Blaze marah pada suaminya, Gara nama suaminya.

“kangen kak, Kakak lama banget pulangnya. Kita kangen.” Rengek Blaze.
Mereka semua saling kangen ria. Setelah dua tahun tidak bertemu, Yana ternyata sedang hamil dan tiba-tiba rindu dengan adik kembarnya, termasuk Gempa. Yana disambut hangat, mereka selalu menyambut hangat tamu yang datang kerumahnya.

“eh, kalian sampai sekarang tidak ingat apa pun?” tanya Yana.

Yana ingat mereka. Yana diangkat menjadi anak dari dirinya berumur 16 tahun. Dua tahun hidup bersama dengan mereka sebelum kejadian itu terjadi, Yana ingat betul bagaimana kebersamaan mereka.

Yana tidak habis pikir. Hanya karena dirundung duka yang mendalam membuat mereka sampai gelap mata, yang menyebabkan kebersamaan tersebut menjadi pecah, bahkan mungkin jadi asing.

Mereka berlima menggeleng. Mereka tidak mengingat apa-apa, semua masih misteri bagi mereka. Bagaimana mereka bisa terbangun dirumah sakit dan tidak mengingat apa pun.

Salah satu manik mata dari mereka menatap sendu. Dia sudah mengingat ... semuanya. Tapi dia diam, dia tidak ingin penghakiman yang mereka berikan kepada salah satu dari mereka sebelumnya kembali ke permukaan hati. Dia melawan rasa sakitnya sendiri saat mengingatnya, kepalanya seakan ditarik menarik kesadarannya, dia melawan rasa sakit itu untuk mengingatnya.

Yana menghela nafas berat. Salah satu presensi dari mereka berenam kurang satu. “Halilintar dimana?” tanya Yana.

“dia sedang menghandle pekerjaan ayah diluar kak.” Jawab Taufan. Yana membelalakan mata tidak percaya. Halilintar? Seharusnya Angkasa memilih orang lain untuk menghandle perusahaannya.

Taufan mengangguk, “itu sudah beberapa kali. Ayah memintanya selalu mendadak. Saat kami ingin bersama, dia pergi jauh dari rumah.” Ucap Taufan kesal.

Taufan tau, suatu saat mereka pasti fokus dengan pekerjaan, tapi mereka rasa 5 tahun tinggal bersama tidak cukup. Sekiranya, biarkan mereka menikmati masa muda lebih dulu. Kalau pun memang sebagai pengalaman bekerja, ya setidaknya itu tidak jauh dari rumahnya.

“ayah kalian itu gila. Maaf kan aku yang memang tidak tahu budi. Tapi itu memang kenyataannya.” Mereka berlima menatap Yana yang mulai berkilat-kilat.

“memangnya kenapa kak?” Yana hanya menatap mereka sendu.

“kalian tidak kuliah? Bagaimana dengan kuliah kalian?” Yana mengalihkan topik. Mereka mengerti. Mungkin belum saatnya mereka tahu.

Gempa Pembunuh? [Tamat] ✓ (Revisi) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang