2 Warisan

164 40 5
                                    

Hey Guys...!!! Welcome back to my story...!!!

Siapa yang nungguin cerita fantasi satu ini?? Ada abang Alan yang siap menemani malam senin kalian dengan kisahnya yang penuh misteri nih.

Sebelum baca jangan lupa VOTEnya dan baca dengan baik ya. Hope you guys enjoy it, let's check this out.

Enjoy and happy reading.

*
*
*

Tidak pernah terpikirkan dalam hidupnya kalau Alan akan mengunjungi ayahnya lagi dalam keadaan seperti ini. Ia sama sekali tidak mengerti dengan jalan pikiran ayahnya. Apakah ayahnya mencintai ibunya, kenapa dia harus menikahi ibunya kalau memang tidak pernah cinta? Lalu apakah ayahnya menyayangi dirinya, karena sejak kecil pun Alan tidak pernah memiliki kenangan berarti dengan ayahnya.

Satu-satunya kenangan yang dapat diingat Alan tentang ayahnya hanyalah kenyataan kalau dia memiliki ayah yang hanya dapat ditemui saat makan malam saja. Itupun tidak setiap hari. Itulah sebabnya ia tidak memiliki perasaan berarti mengenai ayahnya. Dan sekarang dirinya berdiri menatap pemakaman sang ayah yang hanya dihadiri dirinya, pengacara ayahnya dan petugas pemakaman. Bahkan momen ini masih sulit dicerna olehnya. Ia seperti menghadiri pemakaman orang asing yang tak pernah dikenalnya.

Setelah menyelesaikan prosesi pemakaman yang sangat sepi itu, pengacara Jose mengajak Alan untuk pergi ke kantornya. Ia mengatakan kalau warisan dari ayah Alan akan disampaikan di kantornya. Sepanjang perjalanan menuju kantor, Jose banyak bercerita mengenai betapa miripnya wibawa Alan dengan ayahnya. Ia juga menceritakan keseharian mendiang ayah Alan dalam mengurus asetnya. Setidaknya hanya itu kegiatan yang dilakukannya sampai meninggal. Sungguh aneh bagi Alan saat mendengar cerita Jose.

***

"Baiklah, sekarang sudah saatnya aku memberikan ini untukmu Alan," ujar Jose sambil mengambil sebuah berkas yang dilapisi kotak. Ia mengeluarkan isinya dan menyerahkan berkas itu kepada Alan.

Alan memperhatikan berkas itu sejenak sebelum mulai mengambil dan membukanya. Ia mulai membaca isi berkas itu dengan hati-hati. Menyerap informasi yang ada di dalamnya. Setelah beberapa saat Alan membaca berkas itu, ia meletakkan berkasnya di atas meja dan menatap Jose dengan sebelah alis terangkat.

"Itu yang kau sebut dengan aset selama ini?" tanya Alan heran.

"Ya, bukankah sudah tertulis dengan jelas di sana?" Jose bertanya balik dengan wajah bingung. Alan sempat terkekeh sejenak sebelum kembali berbicara.

"Maksudku, kau serius selama ini ayahku hanya hidup untuk mengurusi asetnya ini? Lalu bagaimana dengan kehidupan sehari-harinya? Maksudku untuk makan dan lain-lain?" tanya Alan.

"Ya tentu saja. Dan apa aku belum bilang padamu kalau ayahmu bekerja sebagai seorang pengrajin? Setiap bulan dia menjual kerajinannya untuk mendapatkan uang. Dari situlah dia bisa bertahan hidup dan mengurus asetnya," jawab Jose.

"Apa kau serius?" tanya Alan dengan wajah speechless.

"Apa yang membuatmu tidak mempercayainya Alan?" tanya Jose balik dengan senyuman geli.

"Apa dia tidak menggunakan ini sebagai sarana usahanya?" tanya Alan sambil menunjuk berkas yang tadi dibacanya.

"Tidak. Sudah kubilang asetnya terlalu berharga untuk dibuat sebagai sarana umum," jawab Jose.

"Aku benar-benar tidak mengerti. Untuk apa dia mengelola bangunan berusia ratusan tahun kalau tidak dijadikan sebagai sumber uang? Apa dia gila?" heran Alan menyipitkan kedua matanya.

The Red LadyWhere stories live. Discover now