BAB 13 (Semendi / Buat Bayi)

9.1K 42 0
                                    


"Ya ampun. Aunty sama uncle nih ngapain aja sih? Semedi apa buat bayi.?" Tanya Chika dengan tatapan sinis ditujukan kepada Rifki.

Chika Afreen Dirgantara, keponakannya yang masih berusia 6 tahun namun memiliki mulut sekedar cabai rawit dan juga tetapan sedingin es batu.

Padahal Daddy dan mommy nya sangatlah humble terhadap orang lain. Namun sifat putrinya yang dingin angkuh dan juga memiliki mulut yang sepeda cabai, terkesan bukan turunan dari Elena dan Andre. Justru sifat dari Chika mirip banget dengan sifat Rifki.

Chika merupakan Putri pertama dari Patricia Helena Dirgantara dan Adryan Rakha Dirgantara. Anak yang selalu mereka manjakan. Tidak hanya oleh orang tuanya saja Chika dimanjakan, melainkan oleh grandma dan grandpa juga.

Namun walau begitu, gadis kecil itu tidak pernah seenaknya dan memanfaatkan sifat manja dari orang tua dan kakek neneknya. Melainkan Chika tumbuh menjadi anak yang mandiri.

Gadis kecil yang tidak tersentuh sedikit pun dan juga tidak memiliki banyak teman karena mulutnya yang tidak bisa berhenti mengomentari orang lain. Bahkan ia tidak ada takut-takutnya dengan anak lain. Entah itu yang seumuran dengannya, ataupun yang lebih tua dengan dirinya.

"Hehh sayang. Ngga boleh bilang gitu." Ujar Gina memperingati keponakan suaminya dengan lembut.

"Iya nih mulut nanti uncle potong ya kasih makan sapi." Lanjut Rifki menambah ucapan istrinya yang sedang memperingati keponakannya

Jika istrinya memperingati dengan penuh kelembutan. Berbeda dengan Rifki yang justru malah menambahkan ancaman kepada keponakannya.

Sifat mandiri dan juga tidak terkalahkan dari Chika juga karena anak itu sewaktu kecil sangat dekat dengan Rifki. Jadilah semua sifat Rifki nular kepada keponakannya.

Mommy dan Daddy nya saja sampai dibuat geleng-geleng kepala dengan setiap perkataan juga ucapan anaknya yang sama ceplas-ceplos mirip banget dengan Rifki.

"Lagian sih, masa iya aku teriak-teriak seperti Tarzan gak dengar suaraku?" Tanya Chika dengan heboh.

Anak kecil itu sudah menunjukkan sifat sinis nya. Bahkan dengan beraninya dia menatap tajam ke arah Rifki dan Gina. Tanpa merasa takut walaupun Gina dan Rifki lebih tua darinya.

"Dengar kok sayang, ini Aunty udah keluar." Ujar Gina sambil mengelus kepala Chika.

Memberi kesabaran dan kelembutan kepada keponakan suaminya supaya tidak heboh terus-menerus. Apalagi suaranya sangat keras sehingga dapat terdengar seantero rumah nya. Dan berakhir membuat bayi kembarnya menangis.

"Tadi bilang adek Kenzo nangis? Mana tuh adiknya anteng digendong sama grandpa. Kamu bohongi uncle sama aunty ya?" Tanya Rifki dengan menarik sebelah pipi keponakannya.

Apalagi ketika ia melihat kedua bayinya sedang apa yang diperlukan mama dan papa mertuanya. Tapi Rifki melihat dari atas Jika di rumahnya sedang ramai.

Siapa saja di rumah? Sewaktu dia naik ke kamarnya untuk bekerja. Hanya ada mama Vita yang menemani istrinya menjaga bayi kembarnya.

"Iya, emang sengaja banget mau bohongin uncle sama aunty. Lihat tuh di bawah rame, masa iya kalian berdua malah semedi di kamar, eh salah buat bayi." Ujar Chika sambil menunjuk ke bawah tangga yang memang terlihat di sana sedang ramai.

Apalagi Si Anak kecil ini berkali-kali mengatakan 'buat bayi'. Walaupun itu kenyataannya, Gina ngga mau juga harus mengakui itu di depan anak kecil.

"Chika..." Ujar Gina memperingati keponakannya yang cantik dan mulutnya yang unik.

Bagaimana bisa sih anak kecil itu mengatakan yang seolah-olah kebenarannya. Membuat Gina malu sendiri jika harus didengar oleh orang lain.

"Aunty Ayo ikut aku ke bawah. Di bawah banyak makanan, aku bawa tadi." Ajak Chika sambil menarik tangan kiri Gina.

Gini mengikuti langkah keponakannya. Namun baru saja satu langkah Dia berjalan, Rifki menarik tangan Gina dari belakang.

Iya tahu jika Gina sedang kelelahan. Tidak tega juga dirinya membiarkan Gina harus turun ke bawah menemani mereka.

"Sayang. Sudah kamu lelah kan? Tidur aja di kamar. Jangan nuruti anak kecil ini." Ujar Rifki sambil menatap lekat wajah istrinya.

Sedangkan Chika yang mendengar jika unclenya menganggap dirinya anak kecil, tentu saja dirinya tidak terima. Apalagi dirinya sudah besar dan sudah masuk sekolah TK

"Hei Aku bukan anak kecil paman." Ujar Chika sambil menatap tajam ke arah Rifki.

Melihat sifat keponakannya yang sangat berani kepada dirinya, seakan-akan Rifki sedang berkaca kepada dirinya sendiri. Seakan-akan ia melihat sifatnya sewaktu kecil dari sifat keponakannya.

'eehh tadi uncle bilang nyuruh Aunty tidur. Aahhhaaa' batin Chika sambil mengacungkan jari telunjuknya ke udara.

"Ehhh.. Grandmaaa, grandpaaa. uncle sama aunty nggak mau turun. Nih mau tidur lagi katanya." Teriak Chika dari atas tangga, membuat suaranya dapat terdengar hingga se antero Raya.

Mendengar keponakannya sedang berteriak dan berkata jujur apa yang suaminya katakan. Membuat Gina kelabakan sendiri.

Sedangkan Rifki langsung membulatkan matanya menatap ke arah keponakannya yang sangat menggemaskan itu.

Ternyata bukan hanya sifat dingin dan cueknya yang turun dari Rifki, melainkan sifat menyebalkan Rifki juga turun kepada keponakannya.

"Hehh hehh. Dasar anak nakal. Nanti uncle lempar kamu dari atas sini ya." Ujar Rifki mengancam keponakannya.

Langsung berjalan dengan cepat menuju ke depan istrinya dan menangkap keponakannya, Rifki dengan cepat langsung menggendong Chika.

Rifki benar-benar menggendong keponakannya dan berdiri di tepi tangga, seolah-olah ia akan melempar keponakannya dari atas sana.

Sedangkan Chika yang takut dengan ancaman unclenya langsung memeluk leher Rifki dangan erat. Iya benar-benar takut jika misalkan Rifki benar-benar melemparnya dari atas sana.

"Grandmaaa, grandpaaa. Aku mau dilempar dari atas sini sama uncle." Teriak Cici di dekat telinga Rifki.

Suara keponakannya begitu menggelegar, sehingga membuat semua orang menetap ke atas.

Sedangkan Rifki yang mendengarkan teriakan keponakannya tempat di telinganya membuat Rifki langsung mengusap telinganya yang berdengung.

"Astaga sayang, jangan teriak-teriak ya. Nanti adiknya bangun loh." Ujar Gina dengan kelabakan sendiri.

Apalagi bayi laki-lakinya yang paling tidak bisa mendengar sesuatu yang sangat berisik, nanti malah jadi mengganggu ketenangannya. Jika ketenangannya sudah terganggu maka bayi laki-lakinya kan menangis kejer.

"Upsss. Sorry aunty" jawab Cici sambil menutup mulutnya dengan telapak tangannya . "Aku tidak akan teriak-teriak lagi kok." Jawab Cici sambil mengacungkan dua jari telunjuk dan jari tengahnya berbentuk V.

"Anak pintar." Ujar Gina dengan lembut sambil mengelus kepala keponakannya.

"Tapi aunty ikut turun yaa ke bawah. Aku bawa makanan banyak loh." Ujar Cici dengan kalimatnya yang memiliki Gina untuk turun di bawah.

Karena tidak tega dengan paksaan dari keponakannya. Akhirnya gini menyetujui usulan Cici untuk turun ke bawah.

"Ya sudah Sayang, ayo turun." Jawab Gina sambil menganggukkan kepalanya.

Mendapatkan persetujuan dari aunty-nya membuat Cici langsung turun dari gendongan Rifki. Dan berlari untuk menarik tangan Gina.

"Sayang.." ujar Rifki dengan berat hati melepas istrinya untuk turun ke bawah.

Gina mengganggukan kepalanya. Tanda menyetujui jika memang dirinya mau turun ke bawah.

Lagian juga tidak enak sendiri jika misalkan dirinya tetap tiduran di kamarnya Sedangkan di bawah sedang ramai, ada keluarga besarnya datang semua.

Ketika melewati suaminya. Gina menarik tangan suaminya untuk ikut juga turun ke bawah.

"Ayo turun Dad." Ajak Gina sambil tersenyum lembut menatap ke arah Rifki.

"Ishhh..." Rifki mendesis namun pada akhirnya memilih untuk pasrah.

****

BERSAMBUNG...

Gairah Hot Daddy 21+Onde histórias criam vida. Descubra agora