BAB 45 Curhat Bella

999 9 0
                                    

Mendengar suaminya membukakan pintu untuk Dion Gina langsung masuk ke dalam kamar si kembar.

Apalagi ketika mendengar baby Khenzo nangis juga di dalam. Jadi kesempatan tidak memberikan air kepada tamu. Biarlah suaminya membuatkan sendiri untuk Dion.

Namun ketika baru saja putranya tidur setelah ia susui, tiba-tiba mendengar suara handphone bergetar.

Drrtttt

Drrtttt

Gina segera merampas handphone tersebut supaya getarannya tidak membuat si kembar bangun.

"Bella? Apa dia ada di depan ya?" Tanya Gina dengan wajah yang mulai panik. Khawatir benar saja ternyata Bella ada di depan bersama Dion. Gina tidak langsung mengangkat telepon namun masih berpikir terlebih dahulu sambil memeluk handphone yang berada di genggamannya.

"Tapikan jika memang iya ngapain nelpon? Pasti juga dia langsung urakan ke sini, atau jangan-jangan....

Ah daripada bingung sendiri gini langsung saja menggeser tombol berwarna biru tersebut di handphonenya.

"Apa lo telpon." Tanya Gina dengan ngegas.

[Gue kesel. Laki gue mau kuliah model.] Curhat Bella membuat Gina memajukan bibirnya membentuk o dan menganggukkan kepalanya berkali-kali.

Syukurlah ternyata hanya karena itu Bella menelpon dirinya. Bukan karena bella juga ada di bawah dan tahu bagaimana mereka berdua saling mendesah tadi di ruang keluarga.

"Ya bagus dong. Biar karirnya cemerlang" jawab Gina dengan entengnya.

Karena dirinya saja tadi sudah selesai membahas tentang kuliah dengan suaminya. Setelah Deall dirinya malah dihajar habis-habisan oleh suaminya.

[Apann. Gue ngga rela yaa nanti suami gue malah kene pelet mahasiswi cantik. Kalau nanti karirnya cemerlang malah dia kepincut model-model yang seksi dan semloheh.]

Bella benar-benar meluapkan kekesalan di dalam hatinya kepada Gina. Apalagi ketika dirinya ngambek ke kamar bukannya dikejar oleh dia malah ditinggal keluar. Tidak tahu saja Bella jika suaminya datang ke rumah orang yang diteleponnya.

"Ya nggak ribet sih, lu suruh aja Dion jadi pengangguran. Enak kan? bisa lu kekepi terus tiap hari." Ujar gina dengan entengnya setelah mendengar penuturan dari Bella yang terdengar jika si pawangnya Dion tidak terima jika suaminya kuliah.

Memanglah Bella sangat overprotektif sekali kepada Dion. Apalagi ketika Dion akan syuting di studio studionya. Pastilah Bella selalu mengeluh kepadanya.

[Iiihhhh Gina Aku serius.] Ujar Bella berteriak di handphonenya dengan kesal. Sehingga suaranya bisa membuat Gina menjauhkan handphone dari telinganya karena benar-benar suara Bella sangat kencang di telinganya

"Serius Bella yang bilang gini? Bisa insecure juga Lo sama mereka?." Tanya Gina dengan heran.

Jika memang boleh jujur. Bella sangatlah seksi sekali dibanding dengan Gina. Bahkan model-model yang ada di studio foto Dion juga pasti akan kalah seksi dengan istri dari Dion tersebut.

Namun entah apa yang membuat Bella se insecure itu? Padahal sering sekali Bella menasehati dirinya tentang banyak hal, mulai dari rumah tangga memuaskan suami bahkan sampai menjadi Ibu yang baik juga dirinya mendapatkan pelajaran dari Bella.

Eh malah Mau ditinggal kuliah saja penuh drama sekali rumah tangga mereka.

[Bisalah. Mereka body oke otak oke. Gue apaa? Emang laki lo nggak mau kuliah juga apa?] Tanya Bella masih dengan nada ngereog di telinga Gina.

"Iya, di universitas Business. Dan gue biasa aja. Ngga perlu ngereog kaya Lo juga." Ujar Gina dengan santainya.

Setengah menyindir sih memang ucapan Gina karena memang dirinya saat ini yang perlu meluruskan pikiran Bella yang sedang tidak normal itu.

[Karena laki lo nggak kuliah model kayak laki gue. Kuliah bisnis memang basic-nya Rifki, di sana juga tidak ada wanita cantik dan model yang seksi. Lalu bagaimana dengan universitas di kuliahnya Dion? Mereka sudah seksi pakaian mini dan ah banyak sekali yang ada di pikiran gue. Gue bener-bener nggak rela kalau Dion mau kuliah model pokoknya.]

"Bella lu pernah mikir nggak sih?" Tanya Gina yang mulai paham dengan arah pembicaraan Bella yang terlihat tidak ikhlas Dion yang menjadi seorang modeling.

[Apalagi yang perlu gue pikirin?] Tanya Bella.

"Kita ini hanya penikmat harta suami kan? Kita nggak perlu kerja Sudah makan enak, sudah tinggal di tempat yang enak. Kebutuhan diri kebutuhan anak-anak juga kebutuhan dapur terpenuhi semua. Kita tinggal nikmati saja, dan yang kerja adalah suami. Terus ketika suami kita mau berjuang untuk memperbaiki karirnya lalu kita tiba-tiba harus melarang gitu?" Gina membalik pertanyaannya sehingga membuat Bella terdiam sekilas dan sepertinya ia sedang kehabisan kata-kata untuk menjawab kalimat panjang dari Gina.

[Ya aku juga mikir gitu Ginong. Tapi bagaimana dengan hati aku yang udah benar-benar cemburu kepada profesi yang Dion miliki saat ini. Lu tahu kan gimana obsesinya gue masuk di Universitas modeling itu? Gue ingin pergi ke Paris, jadi model terkenal atau ke Belanda di perusahaan induk. Itu sungguh impian gue ginonggg. Gue pengen banget. Tapi yang menikmati semua ini suami gue. Sedangkan gue hanya ditinggali anak laki-laki nih. Nggak boleh keluar nggak boleh ke mana-mana. Astagaaa ini bukan gue banget Ginong. Gue pengen bebas. Kayak dulu sebelum gue hamil huhuhu....] Curhat Bella yang sepertinya sedang menangis beneran.

Mungkin istrinya Dion ini sedang meluapkan emosi di dalam hatinya.

"Ya emang sih lu dulu itu terobsesi banget. Tapi juga lo nggak boleh jadi selipin Bryan di antara rasa penyesalan lo. Ingat ya anak itu berkah. Kalau emang lu nggak Sudi, nggak setuju suami Lo kerja di modeling ya lu omongin baik-baik deh. Biar suami lo nggak terlalu dalam juga nyemplungnya. Komunikasi itu penting dalam rumah tangga Belle Belle. Lu kalau ada masalah nggak usah lari deh. Lu tinggal omongin semuanya baik-baik dengan Dion" ujar Gina mulai menasehati Bella.

Apalagi ketika Bella selalu membawa-bawa baby Bryant jika ada permasalahan di antara mereka. Gina benar-benar tidak terima.

Kebalik dong? Biasanya Gina yang dinasehati Bella eh malah ini Bella yang dinasehati Gina. Memang keduanya ini sahabat yang saling melengkapi. Jarang sekali memiliki teman sahabat yang mampu membuat dirinya nyaman dan mau jadi tempat sampah setiap hari.

[Sejujurnya sih ingin membuang pikiran buruk ini jika melihat bagaimana tingkah lucunya Bryan. Tapi memang ini kenyataannya. Gue juga tadi pengen sebenarnya ngomongin semuanya baik-baik. Tapi gue yang baru saja dapat pengumuman itu dan gue sendiri yang buka rasanya sedih banget. Gue pengen juga kuliah di sana gue pengen berkarir tapi gue bisa apa? Punya kemampuan tapi terhalang bayi. Andai gue dulu nggak hamil ya? Tapi bagaimanapun ini sudah terjadi huhhh] ujar Bella diakhiri dengan hembusan nafas yang panjang terdengar di nada telepon Gina

"Memang sih penyesalan itu nggak ada di depan Belle. Tapi jujur sih kalau gue sendiri nggak ada rasanya selalu jadi ibu rumah tangga. Semua kebutuhan terpenuhi. Nggak perlu capek-capek juga kerja banting tulang tinggal menerima transferan aja langsung dari bos. " Ujar Gina menyombongkan dirinya.

Sejujurnya sih maksudnya biar Bella juga merasakan hal yang sama dengannya. Menikmati peran sebagai seorang ibu. Apalagi dirinya memiliki keluarga yang sangat sempurna.

[Ahhh emang bininya CEO itu beda banget ya... Gue juga pengen Dion jadi CEO saja tidak perlu jadi model. Sumpah ini Gina gue nggak rela banget suami gue kerja di model.] Ujar Bella yang Gina pahami jika Bella benar-benar tidak setuju jika suaminya menjadi model.

"Ya makanya lu diskusikan dengan suami loo."ujar Gina dengan setengah berteriak. Supaya nasehatnya dari tadi dapat terdengar langsung oleh Bella.

[Iya deh kalau nanti udah pulang. Tapi ke mana dia ya?] Tanya Bella yang malah kebingungan sendiri sekarang.

"Di rumah gue ngobrol sama laki gue." Jawab Gina memberitahu Bella.

[Biarlah dia curhat dulu sama Rifki. Eh Gina udah dulu ya Bray nangis nih minta disusui.] Ujar Bella ketika melihat putranya Sudah menangis.

"Oke." Jawab Gina persamaan dengan Ia yang menaruh lagi handphone ke atas nakas dan menaruh baby Khenzo yang dari tadi ada di pelukannya.

****

BERSAMBUNG....

Gairah Hot Daddy 21+Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz