Tak Segampang Itu, Ayah

3 1 0
                                    

"Dia yang mengajarkan aku apa pun, dan dia juga yang membuatku mengerti satu hal, yaitu luka."Putri Lestari

Banyak orang bilang meminta maaf dan memaafkan itu perkara yang mudah, tapi bagi Putri ternyata tak semudah yang banyak orang bilang. Putri mengingatnya walau ia sudah memaafkan kesalahannya, tapi ia masih mengingat jelas. Ayah yang selalu mengajarkan Putri arti hidup, dan ayah juga yang mengajarkan Putri tentang luka. Menerima luka yang bahkan sulit untuk dilupakan.

Malam ini ditemani bintang yang gemerlap, Putri memasuki kamarnya, ia terlalu lelah setelah permaafan ayahnya Putri tak bisa tidur nyenyak malam ini. Mungkin bagi ayah ia merasa senang di maafkan oleh anaknya, tapi bagi Putri sebaliknya, ia memberi kesempatan untuk ayahnya dan sampai terulang kembali ia tak akan memaafkannya.

Perlahan ia membuka buku diarinya, menulis kembali masalah yang ia hadapi malam ini. Kamar ini yang menjadi saksi atas Putri mencurahkan hatinya.

"Dear, Ayah.

Ini aku anakmu yang sudah beranjak dewasa, hari ini memang aku memaafkan dirimu ayah, aku ingin memelukmu di saat engkau mengucapkan kata maaf untukku, yang aku tahu bahwa ayah terlalu sukar mengucapkan kata maaf. Ayah, aku berharap ini terakhir kalinya aku memergoki ayah tengah selingkuh.

Ayah, aku takut ayah. Aku takut karma ayah akan aku terima, pepatah bilang karma seorang ayah akan ditanggung oleh anak perempuannya. Aku berharap semua ini hanya khayalan semata, aku tak ingin dewasaku menanggung karma yang ayah perbuat. Ayah, berhenti bermain perempuan ya, anakmu perempuan ayah.

Ayah tega anak perempuan satu-satunya disakiti oleh laki-laki brengsek, yang tak bertanggung jawab? Ayah, aku mohon berhenti sampai di sini. Aku merindukan ayahku yang dulu."

Putri menutup buku diari yang telah ia tulis, mendekap erat buku itu seakan-akan itu seseorang yang berarti baginya. Menaiki kasur untuk bersiap tidur dan menyambut hari dengan penuh gembira.

Pagi ini Putri kembali melakukan aktivitas seperti biasanya, pergi sekolah lepas itu pulang dan mengurung diri di kamar. Putri berangkat sekolah lebih siang dari biasanya, ia bahkan tak sarapan terlebih dulu, ia bangun kesiangan. Menaiki motor di atas rata-rata menyalip kendaraan dengan gesitnya. Sayangnya ia tetap telat datang ke sekolah, gerbang sekolahnya tekah ditutup.

"Pak, bukain dong gerbangnya, aku jarang telat loh pak. Lagi pula masih jam segini pak, ayo dong pak buka gerbangnya pak," rayuan Putri tak membuat satpam itu goyah, tetap pada pendirian untuk tidak membukakan gerbang.

"Namanya telat tetap telat, kamu sebagai pelajar harus mencerminkan kedisiplinan bukan main telat sepeti ini," wajah garang dan kumis tebal satpam membuat Putri merasa takut, ia tak pernah melihat orang seperti ini.

Tiba-tiba dari arah belakang ada yang mencekal lengan Putri, di tarik dengan sengaja membuat Putri hampir terjungkal kalau saja ia tak menyeimbangkan dirinya sendiri. Putri berontak, dengan kasar mengentakkan tangannya yang ditarik sengaja oleh laki-laki tak dikenalnya. Putri takut siapa laki-laki ini, bagaimana kalau Putri diculik lalu diambil organ dalamnya kemudian dijual.

Perawakannya Putri seperti mengenalnya, ia seperti laki-laki di taman tempo hari. Segera melangkah maju menghadang jalan laki-laki ini, melihat wajah tengilnya membuat Putri ingin mencabik-cabiknya. Ia sudah telat dan diculik oleh orang sok kenal.

"Kamu, ngapain sih tarik lengan aku, lepas atau enggak aku teriak kalau kamu mau culik aku nih!" Ilham laki-laki yang menyeret Putri sampai membuatnya kesal. Ia bahkan terkekeh melihat tingkah Putri seperti anak SMP.

"Hei, ayo ikut aku sebentar saja," ucapan santai yang keluar dari mulut Ilham membuat Putri tambah marah.

"Enggak, aku mau masuk kelas saja,"

"Enggak bakal ada yang mau bukain gerbang buat kamu, Put. Sudah, ayo ikut aku saja sekali-kali kita bolos sekolah enggak papa kan? Sahutnya dengan santai tanpa beban.

Tangan Putri yang semula lepas dari genggaman Ilham kini kembali menyatu menautkan jari-jari dan berjalan beriringan. Seperti sepasang kekasih yang nyatanya hanya sebatas teman satu sekolah. Putri tak tahu ia akan dibawa ke mana oleh Ilham.

"Kamu IPS berapa, Put?" memecah keheningan Ilham bertanya pada putri walau sudah tahu jawabannya. Ia ingin berdekatan dengan Putri, Putri berbeda dengan perempuan lainnya. Ia terlihat kesal saat bersamanya.

"Ngapain tanya-tanya!" balasan sinis Putri layangkan padanya, Putri tak tahu mengapa ia bersikap seperti itu.

"Eh, Put. Aku mau minta pendapatmu dong, kira-kira ikan bernapas melalui apa ya?" pertanyaan bodoh yang dilayangkan Ilham membuat Putri kesal padanya. Selera humornya terlalu receh. Putri tak membalasnya, ia diam dan tetap mengikuti ke mana langkah kaki Ilham tuju.

"Kita mau ke mana sih?" tanya Putri, ia mulai lelah berjalan, sejauh mana Ilham akan membawanya pergi, Putri sudah capek, ia ingin istirahat sebentar saja.

"Itu mulai tampak di depan sana, kenapa mulai lelah?" jawabnya sambil melihat Putri yang menyeka keringat, tanpa di duga Ilham jongkok di hadapan Putri. Putri tak tahu ia harus apa, kenapa tingkah Ilham selalu membuat jantung berdebar tak karuan.

"Ayo, naik ke punggung aku, biar kamu enggak terlalu capek," ucapan tulus Ilham membuatku sedikit luluh, dengan gugup aku mulai naik ke punggungnya, aku sudah tak sanggup lagi menahan sakit.

Berpegangan erat pada leher Ilham dan menyandarkan kepala pada bahunya, Putri merasakan ketulusan dari Ilham, sosok yang tak ia kenal tiba-tiba ingin berdekatan dengan dirinya. Angin berembus kencang membuat Putri perlahan-lahan mulai menutup matanya, ia tak segan lagi pada Ilham ia sudah terlanjur nyaman berada di gendongannya.

Sedangkan Ilham tersenyum kemenangan, akhirnya Putri perempuan incarannya luluh juga, meski harus pakai cara memaksa. Ilham melihat ke belakang, melihat ke arah Putri, ia ingin tahu apa yang sedang Putri pikirkan. Nyatanya dengkuran kecil menjadi jawabannya, Putri terlalu nyaman berada di gendongannya sampai ia tertidur pulas.

"Sok-sokan mau nolak, tahunya nempel juga kan," ucapan Ilham memang ada benarnya, Putri yang tak ingin berdekatan dengannya sekarang memeluk erat Ilham, sampai tertidur pulas. Ilham tak tega membangunkannya walau sebentar lagi sampai pada tempat tujuan mereka. Menatap manik mana Putri yang terpejam, raut wajahnya yang terlihat seperti menanggung banyak beban.

[NITIKARYA] Sepercik Luka Dari Ayah : Deby MaulidaOù les histoires vivent. Découvrez maintenant