PROLOG

1.2K 150 10
                                    

Joanna menatap layar ponselnya dengan nyalang. Sebuah gambar dikirim oleh sahabatnya, mempertontonkan bukti nyata penyelewengan yang dilakukan sosok terdekat. Dan yang lebih mengejutkan lagi, perempuan yang menjadi selingkuhan adalah sepupu Joanna sendiri, yang memang berstatus mantan pacar suaminya.

Jika foto Bastian yang tengah mengusap bibir Anjani sudah membuat Joanna sakit hati, gambar bergerak yang baru saja diterima, mampu menahan napasnya sejenak. Di situ, terlihat dua sejoli sedang membagi tawa yang sama. Suatu ekspresi yang Joanna jarang dapatkan satu tahun terakhir ini. Gerakan tangan Bastian yang tidak berhenti membenarkan letak poni sang wanita, membuat dada Joanna meletup penuh amarah.

Joanna oleng, mencoba meraih segala sesuatu yang bisa dijadikan pegangan. Tubuhnya terasa lemas tak bertulang. Menarik napas panjang, dan membuangnya pelan, Joanna berusaha tenang dan tak gegabah dalam menghadapi masalah ini.

Sebenarnya ini bukan kali pertama Agnes mencoba memberitahu tentang polah tingkah suaminya di tempat kerja. Mereka satu profesi sebagai dokter dan kebetulan bekerja di instansi yang sama. Termasuk Joanna dulunya juga pernah praktek di rumah sakit itu, sebelum memutuskan berhenti untuk fokus mengurus anak. Rumah sakit milik keluarga suaminya, tidak susah jika kelak Joanna ingin kembali berkarir di sana.

Tapi, semua yang dikatakan Agnes, bukan lagi gosip semu. Fakta ada di depan mata. Seorang suami yang pernah Joanna sematkan sebagai sosok idaman, telah menunjukkan sifat aslinya, peselingkuh.

"Jujur, kalau bukan karena aku peduli sama kamu, nggak sudi aku dandan kayak gini dan diam-diam buntutin mereka." Ujar Agnes, saat Joanna sudah berhasil memasuki kendaraan yang ditumpanginya. "Untung hari ini Gilda nggak kerja, jadi mobilnya bisa aku pinjam. Kurang totalitas apa coba aku ini sebagai besti?!"

Joanna hanya menoleh sekilas, sebelum kembali fokus pada dua sejoli yang duduk saling berhadap-hadapan di dalam sebuah restoran.

"Tadinya aku pikir mereka langsung balik ke apartemen Anjani, seperti biasanya. Nggak nyangka mereka mampir dulu ke sini. Gila, batinku. Berani banget mereka selingkuh di tempat umum. Ya emang ngambil tempat pojok sih. Sengaja banget ngejauhin pengunjung lain. Kebetulan juga di samping jendela yang dekat sama parkiran. Jadi aku nggak perlu keluar dari mobil. Aku bebas ambil gambar dan video tanpa takut kepergok sama siapapun. Ngeri juga kalau sampai ketahuan. Bastian pasti nggak bakalan kasih ampun."

Selain berprofesi sebagai dokter spesialis bedah, tiga bulan yang lalu, Bastian resmi ditetapkan menjadi direktur rumah sakit umum milik keluarganya, setelah sebelumnya diduduki oleh ayah mertua Joanna. Bastian menjadi kandidat paling kuat sebab dua saudaranya yang lain sudah memiliki pekerjaannya sendiri.

"Tiga tahun lalu, saat kamu memutuskan nerima lamaran Bastian, aku pernah ngungkapin asumsiku ke kamu kan? Aku yakin kamu masih mengingatnya. Kita sempat debat dan saling diam berhari-hari karena kamu tersinggung dan anggap aku sudah ngomong yang nggak-nggak tentang calon suamimu. Aku bilang Bastian sama Anjani nggak mungkin putus. Secara, kita semua tahu mereka pacaran dari kuliah. Kalau mereka akhirnya putus, pasti suatu hari nanti bakal balikan. Waktu itu, belum lama gosip putus mereka tersebar, tiba-tiba Bastian sudah dekat aja sama kamu. Terus yang bikin aku kaget, kamu bilang sudah nerima lamarannya. Astaga ...."

Belum mengeluarkan sepatah kata pun, Joanna ikut terlempar ke masa di mana Bastian sibuk meyakinkan Joanna agar bersedia menjadi istrinya. Menurut Joanna, momen itu cukup manis dan sakral. Tutur kata Bastian yang terlihat serius, membuat Joanna langsung yakin pada jodoh.

"Kebukti kan omonganku? Sekeras apapun kamu coba nggak percaya, kenyataannya sekarang ada di depan mata. Waktu itu mereka putus karena Anjani ambil spesialis di luar negeri. Nggak mungkin mereka yang biasanya riwa-riwi bareng harus ngejalani LDR. Mana kuat sih?!" Agnes menghela napas panjang, sebelum kembali melanjutkan petuahnya. "Sehalus apapun cara main mereka, tetap saja yang namanya bangkai akan kecium juga. Sebenarnya hubungan mereka sudah banyak orang yang tahu. Tapi nggak ada satu pun dari mereka berani ngebahas. Kalau Ratih aku maklum sih, posisinya serba salah. Kasarannya, dia sudah jadi orangnya Bastian bertahun-tahun. Tapi aku yakin dia sebenarnya kasian banget sama kamu. Tiap Anjani nyelonong masuk ke ruangan Bastian, Ratih pasti langsung lapor ke aku. Dia tahu, cuma aku yang berani ngasih tahu kamu." Ratih adalah perawat yang membersamai suaminya saat bekerja pasien.

Agnes tidak berhenti sampai di situ. "Kalau biasanya laki-laki selingkuh karena nggak mendapatkan kepuasan dari istrinya yang mungkin nggak se-hot dulu, makanya dia nyari kesenengan di luar sana. Tapi Bastian, setelah melahirkan anak, badan kamu masih aja bagus. Nggak jadi buluk meskipun posisimu seorang ibu rumah tangga. Dalam segi apapun khususnya fisik, kamu nggak kalah sama Anjani. Sudah disuguhi spek yang jauh lebih baik, kenapa Bastian masih saja mau dengan Anjani? Jawabannya cuma satu, Jo. Yaitu cinta. Aku tahu ini menyakitkan. Tapi, kamu harus sadar. Suamimu masih mencintai mantan pacarnya dan sudah berbulan-bulan mereka menjalin hubungan di belakangmu. Anjani memang sepupumu, tapi bak pisau bermata dua, dia perempuan yang mengerikan. Dia baik di depanmu, tapi nusuk dari belakang."

Joanna tercekat. Sekujur tubuhnya menggigil.

"Hei, kamu nggak apa-apa kan? Kamu pucat banget." Agnes yang menyadari hal tersebut, langsung melajukan kendaraannya keluar dari area restoran. "Kita pulang aja ya, Jo. Kamu butuh istirahat."

"Aku hamil, Nes." Gumam Joanna yang membuat sosok di sebelahnya menjerit kaget.

"Mana? Perutmu rata gitu!" Seru Agnes.

"Baru aku tespek tadi pagi setelah Bastian berangkat." Bisik Joanna lirih.

"Si Berengsek itu! Bisa-bisanya bikin kamu hamil, sementara anak kalian yang kembar masih berusia dua tahun." Rutuk Agnes tak habis pikir. "Kamu kok ya mau-mau aja sih, Jo. Bakal kayak apa repotnya kamu nanti punya bayi yang masih kecil-kecil, tiga pula."

"Kan ada pengasuh, Nes." Jawab Joanna.

"Astaga, terus gimana? Sekarang kamu lihat sendiri tingkah laku suamimu. Kamu berniat tetap bertahan gitu? Sudah gila kamu, ya!" Agnes sampai harus menghentikan kendaraannya di pinggir jalan. "Sudah jelas loh, Jo. Mereka tidur bareng di apartemen Anjani. Mau ngapain coba di dalam sana berjam-jam kalau nggak ML?! Main petak umpet?!"

Joanna menarik dan membuang napas panjang. Mengusap sisa-sisa air matanya sambil berkata, "Biar urusan rumah tanggaku, aku sendiri yang selesaikan, Nes. Makasih, sudah peduli sama aku. Tapi perceraian nggak semudah itu. Kami memiliki anak yang harus dijaga mentalnya. Terlebih kondisiku sekarang yang lagi hamil. Aku ...."

"Si kembar masih umur dua tahun. Mereka nggak bakalan ngerti kisruh yang dialami orang tuanya. Kamu akan menangin hak asuh. Beberapa hari tanpa Bastian, aku yakin kembar akan terbiasa. Toh, waktu Bastian selama ini juga nggak terlalu banyak buat anak-anaknya. Dia sibuk kerja dan selingkuh."

Agnes benar, sejak kepulangan Anjani ke Indonesia, Bastian yang awalnya pulang kerja tepat waktu, menjadi sering beralasan ada operasi dadakan. Tidak terbersit sedikit pun curiga di pikiran Joanna. Selain daripada itu, Bastian juga memiliki jabatan lain yang menjadikannya lebih sibuk. Joanna semakin menganggap bahwa suaminya tidak mungkin aneh-aneh karena tidak memiliki waktu untuk melakukannya.

NYARISWhere stories live. Discover now