Bagian - 6

581 106 20
                                    

"Dokter Bastian dinas luarnya lama banget ya, Dok. Perasaan sudah dua minggu ini deh digantiin sama Dokter Lugas." Eva mengemukakan rasa penasarannya di sela-sela memasukkan daging sapi ke dalam mulut. Posisi Anjani sekarang, sedang berada di sebuah warung steik bersama dengan kedua perawat yang selalu membersamainya. "Tapi kan beliau selain jadi dokter ngerangkap direktur, pastinya sibuk banget sih."

"Pak Braga kan lagi sibuk kampanye. Mungkin Dokter Bastian ngebantuin kakaknya. Secara, sebentar lagi bakal jadi wakil calon presiden. Kalau keberuntungan ada di pihaknya sih." Sahut Murti yang juga sibuk memotong daging sapi berkualitas bagus menggunakan pisau dan garpu.

Anjani memilih diam. Mengingat semua pesan dan panggilan teleponnya, tidak ada satu pun yang ditanggapi, membuatnya sedikit kesal. Menghilangnya Bastian selama kurang lebih dua minggu, terasa bagai berabad. Informasinya lelaki itu sedang dinas luar. Tapi Anjani punya pemikiran sendiri. Ketidakmunculan Bastian pasti ada hubungannya dengan Joanna. Bagaimana Anjani bisa mengarah ke sana? Sebab, dalam kurun waktu itu, Anjani sama sekali tidak melihat status WA sepupunya. Biasanya Joanna akan aktif membagikan kesehariannya bersama anak kembarnya di WA story.

Ponsel Bastian aktif, ada tanda centang dua saat Anjani mengirim pesan. Tapi tidak kunjung biru hingga dua minggu lamanya.

Jika dugaannya benar, berarti Anjani harus siap-siap menerima serangan dari banyak kubu. Posisi Joanna yang berstatus saudara, keluarga Bastian yang menjadi pemilik instansi tempatnya bekerja, lalu pandangan masyarakat tentang dirinya yang menjadi orang ketiga.

Anjani sontak membuang napas. Nafsu makannya hilang begitu saja, membayangkan segala kemungkinan tersebut.

"Pak Braga harusnya nikah dulu, sebelum nyalonin jadi wakil presiden." Celetuk Eva. "Masa sudah jadi ketum bertahun-tahun nggak nemu cewek yang cocok buat dinikahi sih. Adeknya aja sudah ... eh, maaf, Dok."

Yang semua orang tidak tahu, Braga pernah mengungkapkan perasaannya pada Anjani. Tapi, bodohnya, cinta tidak bisa memilih pada siapa akan jatuh. Anjani merasa lebih cocok sama Bastian yang satu profesi dan frekuensi.

Sejak saat itu hubungan Bastian dan kakaknya menjadi kurang baik. Braga keluar dari rumah besar orang tuanya dan lebih memilih tinggal sendiri. Dulu saat masih menjadi pacar terbuka Bastian, Anjani sering diikutsertakan dalam acara kumpul keluarga besar kekasihnya. Anjani bisa menyimpulkan komunikasi kakak-beradik memburuk karena ia tidak pernah melihat interaksi hangat keduanya. Selalu ada yang sarkas dan berusaha memantik api permusuhan.

Setelah Anjani memutuskan lanjut spesialis di luar negeri, beberapa kali Braga datang berkunjung. Keduanya sering menghabiskan waktu bersama di akhir pekan untuk jalan-jalan di sebuah pameran atau sekedar nongkrong di tempat fancy. Tapi, dasar Anjani yang hanya menganggap Braga seorang kakak, kedekatan keduanya tak berlangsung lama.

Usai Anjani menamatkan pendidikan dan pulang ke Indonesia, lalu kembali bertemu dengan Bastian. Meski sudah berstatus suami orang, masih saja sosok itu yang paling istimewa di hatinya.

Tante mau ngomong sama kamu, Jan. Kamu posisi di mana sekarang? Muncul satu pesan dari ibunya Bastian. Anjani cukup kaget. Jarang sekali ibunya Bastian menghubungi. Terakhir kali bertukar kabar beberapa bulan yang lalu saat Anjani resmi menjadi dokter tetap di rumah sakit keluarga, wanita paruh baya itu memberinya ucapan selamat.

Boleh, Tante. Aku lagi di resto steik dekat RS. Aku samperin saja Tante mau ketemu di mana? Anjani lekas mengirimkan pesan balasan.

Oke, Tante otw ke situ, Jan. Tunggu.

Beberapa menit kemudian, wanita dengan penampilan terbaik muncul di hadapannya. Seperti biasanya, Tante Aaliyah akan selalu ramah. Mencium pipi kiri dan kanan dengan sayang. Eva dan Murti sudah lebih dulu disingkirkan sebelum ibunya Bastian datang.

"Tante nggak ganggu kamu kan? Kamu sendirian aja ke sini?" Tanya Tante Aaliyah langsung.

"Bareng sama perawat aku, Tan. Tapi sekarang mereka sudah pergi." Jawab Anjani. "Tante apa kabar? Makin cantik aja sih. Makin kelihatan muda."

"Kamu bisa aja kalau muji." Tante Aaliyah tersenyum sambil menjawil lengannya. "Baik, Jan. Alhamdulillah. Resepnya harus tetap jaga kesehatan, pola makan, dan olahraga. Baru-baru ini Tante kena kolesterol. Yang bikin Tante langsung kapok. Nggak mau-mau lagi sakit."

"Ya ampun, Tante bisa kena kolesterol? Padahal langsing begini." Respon Anjani.

"Sekarang bukan tentang langsing. Kurang menjaga badan apa Tante ini? Kurang selektif apa makanan yang masuk ke perut? Tetap aja kalau penyakit pengin nemplok, ya nggak bisa nolak kitanya."

"Tapi sekarang sudah sehat kan, Tan?" Selalu seru berkomunikasi dengan wanita ini. Jika bukan Joanna yang menjadi istri Bastian, pasti Anjani dan wanita ini cocok dinobatkan sebagai menantu dan mertua goals.

"Jan, ada yang mau Tante omongin sama kamu." Tante Aaliyah mengubah ekspresi wajahnya menjadi serius. "Tentang Bastian dan kamu, Tante nggak akan menghakimi. Yang penting anak bontot Tante janji nggak akan lagi godain kamu. Biar dia fokus ngerayu istrinya supaya nggak minta cerai. Aduh, mau ditaruh di mana muka Tante ini kalau punya anak kawin cerai?! Tante nggak akan biarin itu terjadi."

Jujur, Anjani tidak siap mendengar berita ini. Dugaannya ternyata benar, menghilangnya Bastian karena ada sesuatu yang terjadi. Joanna sudah mengetahui semuanya. Bulu kuduk Anjani langsung meremang. Ketimbang melabrak, sepupunya itu lebih memilih diam. Joanna seperti air laut yang tenang tapi berbahaya.

"Anak Tante cuma dua. Tante kepengin keduanya jadi anak yang hebat dalam hal karir dan kehidupan pribadinya. Tante harap, kamu juga segera melupakan Bastian. Sudah jelas Bastian lebih condong ke istrinya. Dalam dua minggu ini, dia sudah mirip mayat hidup. Joanna kekeuh minta pisah. Ternyata, nggak semudah itu meluluhkan hati Joanna." Tante Aaliyah menyentuh punggung tangan Anjani yang teronggok di atas meja. Menatapnya hangat. "Kamu cantik, karirmu bagus, kamu juga pekerja keras. Dari dulu Tante selalu menyukaimu, Jan. Kita banyak kesamaan. Sama-sama menjadi wanita mandiri dan berkelas."

Anjani menarik napas panjang dan membuangnya pelan. "Bukan ini kan, inti dari yang Tante mau omongin sama aku?" Lirihnya.

Tante Aaliyah menggeleng. "Tante mau ngelamar kamu untuk anak Tante yang satunya." 

Sudah menduga, Tante Aaliyah pernah melakukannya sekali saat Anjani masih belum lulus spesialis. Anjani berhasil menolaknya dengan alasan ingin berkarir terlebih dahulu. Sekarang, Anjani bingung harus merespon. Tidak mungkin di usianya yang sudah hampir kepala tiga ia tidak pernah memikirkan soal pernikahan.

"Braga nggak kalah keren dari Bastian, Jan. Menurut Tante dia malah dewasa banget. Kalem, nggak tengil seperti adeknya. Karir Braga juga lebih di atas Bastian. Nggak ada kekurangan dari anak Tante yang sulung. Tante jamin, wanita yang menjadi istrinya, akan dibahagiakan lahir batin."

Tapi justru itu yang membuat Anjani tergila-gila dengan Bastian. Anjani tidak terlalu suka dengan laki-laki lurus. Anjani selalu suka tantangan. Braga tipikal setia, tidak mungkin bermain hati saat sudah miliki pasangan. Berbeda dengan Bastian, bersamanya terasa memacu adrenalin. Dan Anjani menyukai perasaan itu.

"Sudah lama Braga menyukaimu, Jan. Dia tulus banget sama kamu. Nggak gampang buat dia pindah ke lain hati. Cuma kamu yang diinginkan Braga, Nak. Apa kamu bisa kabulin permintaan Tante yang satu ini? Tante janji akan kasih apa pun yang kamu mau."

Anjani punya ide, tapi tidak akan pernah ia bagi pada siapa pun. Tante Aaliyah bisa membuatnya menikah dengan Braga, sambil memberi iming-iming harta kekayaan. Lihat saja, sesuatu akan terjadi. Akan ada dampak besar yang tidak satu orang pun bisa menghalanginya.

NYARISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang