6. Sentuhan di dada

20.8K 146 13
                                    

Lampu kamar tiba-tiba mati. Kabut putih yang tebal menyelimuti kamar itu, menciptakan suasana misterius dan membingungkan. Terpaan angin yang tiba-tiba membuat udara semakin dingin, meskipun pintu kamar dan pintu balkon tetap tertutup rapat.

Megan masih terlelap dalam tidurnya, tidak menyadari perubahan yang terjadi di sekitarnya. Meskipun hawa dingin semakin menusuk, dia tetap dalam keadaan yang tenang dan tidak terganggu.

Dalam keadaan mata yang masih terpejam dan tidur yang dalam, dia tiba-tiba berdiri dari posisi duduknya. Seperti terdorong oleh kekuatan tidak terlihat, langkahnya membawanya menuju balkon

Tangannya yang lunglai dengan perlahan membuka pintu balkon, membiarkan angin malam memasuki ruangan. Hembusan angin yang kuat langsung meniup wajah dan tubuhnya, membuat pakaian dan rambutnya berkibar di udara. Akan tetapi dia masih tidak sadar dengan hal itu. 

Dia berdiri selama beberapa saat dengan keadaan kepala yang menunduk dan hanya diam. Kemudian kepalanya kembali terangkat seakan dia tengah memandang ke arah depan, padahal matanya terpejam.

Kedua tangannya terjulur di depan dada. Kakinya kembali melangkah dengan perlahan, sehingga langkahnya mentok pada pagar balkon.

Lagi-lagi dia hanya diam. Angin yang berhembus kencang dengan dingin yang menusuk tulang tidak dia rasakan. Sebelah kakinya dengan perlahan terangkat pada sisi balkon, disusul oleh kaki selanjutnya.

Sehingga, saat ini dia duduk berjuntai pada pagar balkon tersebut dengan kedua tangan yang masih terulur ke arah depan dan kepala yang menunduk. 

Setelah beberapa menit, dia kembali menurunkan kakinya dan berbalik badan kembali memasuki kamarnya, diikuti oleh pintu balkon tersebut yang tertutup. 

Dia berjalan ke arah ranjang. Duduk di sini ranjang, kemudian merebahkan tubuhnya di sana dalam keadaan yang masih gelap.

Selimut yang berada di dekat kakinya tiba-tiba terangkat dan membentang luas, lalu jatuh menutupi sebagian tubuhnya.

Beberapa saat kemudian, semuanya tampak normal. Lampu kamar tersebut kembali menyala, angin dan asap putih yang memenuhi kamar itu sudah tidak ada lagi.

Megan menggeliat dalam tidurnya, memilih posisi miring dan semakin terlelap di dalam tidurnya. 

***

Pagi datang dengan lembut, membuka tirai malam dan mengusir kegelapan. Sinar matahari pertama menerobos celah awan, menyinari dunia dengan cahaya emas. Udara segar pagi memenuhi paru-paru, menjanjikan hari yang penuh semangat dan harapan.

Megan saat ini mulai menggeliat pelan sembari merentangkan kedua tangannya sembari menguap kecil. 

Netranya masih terpejam, tetapi beberapa saat kemudian dengan perlahan terbuka. Kemudian, tatapannya tertuju menatap langit-langit kamar sembari termenung selama beberapa saat.

Setelah 60 detik kemudian, dia pun membawa tubuhnya untuk bangkit dan menurunkan kakinya dari ranjang empuknya. 

Namun, ketika tidak sengaja melihat ke arah meja belajar, dia baru menyadari bahwa semalam dia tertidur di meja belajar.

“Kenapa aku bisa tidur di ranjang?” gumamnya. Otaknya berusaha berpikir dengan keras dan berusaha untuk mengingat-ingat tentang semalam, tetapi bagaimanapun, dia sama sekali tidak ingat apa-apa, dan dia juga tidak ingat sudah berpindah.

“Apakah aku berjalan sembari tidur? Atau karena sudah mengantuk aku tidak sadar berjalan ke ranjang.” dia kembali bergumam, tetapi detik berikutnya dia pun menganggukkan kepalanya.

Dia membenarkan bahwa dia memang berjalan sendiri, karena hanya itulah kemungkinan yang terjadi.

Dengan langkah yang tegas, dia segera beranjak dari ranjang dan menuju kamar mandi. Tangannya dengan hati-hati melepaskan bathrobe yang masih rapi melingkari tubuhnya, memperlihatkan kulit yang terpapar udara segar.

Hantu Tampan Penghuni Rumah Kosong (21++) Where stories live. Discover now