01: Welcome to Family, Darling!

21 1 40
                                    

Suara statistik membangunkan fungsi pendengaranku yang telah lama tertidur, kelopak mataku perlahan terbuka. Dihadapkan dengan kaca transparan yang dipenuhi uap membuatku tidak bisa melihat siapa dua orang di balik kaca yang tengah berbicara.

Hanya suara, "Uji cobanya berhasil," yang bisa aku dengar jelas.

Uji coba apa?

Seingatku hujan tidak berhenti dan aku yang terkena insomnia akut memutuskan membuat mie instan sepedas omongan tetangga julid yang menanyaiku kapan punya pacar. Masalahnya tidak ada adegan terpeleset di kamar mandi atau naasnya ada truk oleng menabrak rumahku yang menyebabkan diriku reinkarnasi ke beberapa tahun lebih maju dari asalku dulu.

"Cepat buka tabungnya, kita harus memastikan kemampuan otaknya sama dengan apa yang aku inginkan."

Kemampuan otak apa?!

Aku bodoh, tau!

"Hei jangan pura-pura malfungsi!"

Mati aku! niat ingin berpura-pura tidur diketahui. Aku mau tidak mau menunggu tabung terbuka, sedikit demi sedikit diikuti uap yang keluar dari tabung. Mataku berkedip, cahaya dari luar membuat mataku perih. Aku mengangkat kedua tanganku untuk menghalau sinar yang beberapa detik kemudian aku ketahui berasal dari kepala botak plontos pria ber-jas hitam di depan.

"Permisi," kataku. Dua pasang mata kompak menatapku. "Kepalamu kerlap-kerlip, Pak."

Pria yang tidak botak sebisanya menahan tawa.

Si botak kesal, "Cepat ajukan pertanyaan!"

"Roger!"

Aku berdoa dalam hati agar bukan soal matematika, aku mohon pelajaran anak kelas satu SD saja.

"Kamu tahu pria ini?" Pria berambut memutar tablet, sebuah berita dengan headline 'Superman menyelamatkan Metropolis' terpampang jelas diimbuhi foto laki-laki dewasa dengan celana dalam di luar. Wow, pasti sedang cosplay. "Apa yang kamu pikirkan tentang hal ini?"

"Kostumnya aneh," sahutku lugas, datar, dan tidak berperasaan.

Pria dewasa kok memakai baju ketat warna-warni dan sempak di luar. Yang lebih keren dong!

Oh apa ini? Pria botak bertepuk tangan. Matanya dihiasi keharuan yang menjadi-jadi. "Dia benar-benar memiliki DNA-ku."

Jadi dia ayahku? aku meraba rambutku, syukurlah, aku memiliki rambut tebal seperti iklan sampo.

.

Pasca pertanyaan mengejutkan siapa sangka aku akan diantar ke sebuah apartemen, tepatnya di lantai paling atas dengan fasilitas yang sangat memuaskan untukku yang kaum nendang-nendang. Sofa-nya empuk, televisinya lebar, dan ada AC bukannya kipas angin tanpa tutup! Wow! pria botak itu pasti sultan!

Terlalu lama mengagumi membuatku tidak sadar tertidur pulas, begitu terbangun tidak ada siapa-siapa. Aku menguap, kakiku yang nampaknya tidak terbiasa berjalan aku paksa untuk melangkah ke dapur untuk mengambil roti tawar dan sebuah selai. Aku buat beberapa roti selai yang aku tumpuk menjadi satu.

"Hm, kurang nasi."

Sayangnya tidak ada rice cooker apalagi beras.

"LEX!"

Rotiku tertiup angin, seorang remaja laki-laki mengambilnya dan mengunyah roti selai yang belum sempat aku makan, sembari celingak-celinguk, kemudian matanya baru tersadar dengan keberadaanku yang memasang ekspresi ditekuk seperti angry bird.

"Kamu lihat pria botak judes, nggak?"

"Oh ayah? aku belum me-"

"WAIT!" dia berteriak, aku bisa melihat dia mengambang di depan mataku. Woah, dia terbang. Apa ini dunia dimana metahuman dimana-mana? Apa aku bisa terbang juga?! "Kamu bilang Lex ayah?"

Keluarga BencanaWhere stories live. Discover now