7: roommate

867 221 74
                                    


Notes: dedicated to my jakartans ayang yang lagi kena macet karena semua orang lagi bukber terakhir sebelum mudik. Jangan lupa vote dulu sebelum baca. Luvs!




7.

Keduanya tiba di hotel mewah kawasan pusat ibukota dan langsung diantar ke sebuah kamar mewah dengan satu tempat tidur dan ruang tengah yang besar, dan yang menyebalkan dari sebuah honeymoon suite adalah; kamar mandi yang terbuka.

"ini ga bisa ditutup?" tanya Airin.

Bergas memeriksa kaca-kaca tersebut lalu ia menekan beberapa tombol, "bisa nih."

Airin menghembuskan nafas lega.

Bergas duduk di kursi besar dekat jendela, ia memandang jalanan yang macet disana sedang Airin sibuk muter-muter. "bagus ya kamarnya, kayanya ini bisa jadiin acuan deh pak, mereka punya evacuation sign yang cukup jelas..." Airin mengitari kamar hotel itu lagi, "Amenities lengkap banget ya, sampe kepikiran kasih aroma terapi. Ada essential oil buat bath tub juga... Pak, bisa pilih bantal lho, ada bulu angsa, memory foam..." ia membaca sebuah guide book kamar.

Bergas memperhatikan Airin yang sibuk muterin kamar dan meneliti segala sesuatu sampai lupa bahwa mereka disitu bukan untuk bekerja, dan Airin mungkin belum sadar kalau seluruh kamar dihias bunga-bunga mawar merah. Tidak, bukan yang disebar kelopaknya mengotori tempat tidur tapi vas besar mawar merah diletakan dibeberapa tempat dan lilin-lilin aromaterapi cantik yang siap dinyalakan kapan saja, lalu ada nampan berisi dua gelas sampanye dan coklat di tengah bath tub, disitu ada tulisan 'congratulation for your wedding'

"Pak, penasaran deh, kok nampannya di bath tub sih?" tanya Airin.

Bergas tidak menjawab, malah balik bertanya, "kenapa coba kira-kira?"

Airin terdiam sejenak, "minum sampanye di kamar mandi?"

"Hmm, mungkin..."

"Hah? Minumnya sambil berendam gitu ya??"

Bergas tertawa, "ya kira-kira gitu."

"Tapi gelasnya dua... OH! Minum sampanye berdua sambil mandi ya?" Tiba-tiba Airin bergidik membayangkan adegan itu. Ia buru-buru menggelengkan kepala, "hii.." gumamnya tanpa sadar Bergas masih memperhatikannya.

Bergas berdehem sambil memalingkan wajah, "A-Airin, kamu itu dari tadi kaya orang lagi kerja, lagi benchmarking hotel ini dengan hotel kita."

"Oh... hehehe." Airin terkekeh.

"Kamu sadar ga dari tadi manggil saya 'pak'?"

"Oh, iyaya." Airin garuk-garuk kepala, lalu ia merasakan perutnya agak lapar. "Pa—mas, laper."

Entah kenapa Bergas tertawa kecil melihat Airin mengadu lapar padanya. "sebelah ada mall itu, mau makan kesana?"

"Engga dong mas, kalo ada yang liat gimana?"

"Oh iya bener." Bergas mengangguk, "room service saja ya?"

"iya boleh, sekalian kita ngobrol soal ini."

"Soal apa?"

Airin menunjuk berkeliling, "ini, kita, hidup kita setelah nikah, semuanya."

"Oh... oke," Bergas mengambil sebuah buku tebal dari meja kerja, "pesen makan dulu ya? Kamu mau apa?"



Airin dan Bergas ternyata sama-sama ga terlalu bisa makanan pedas, terlihat dari set nasi bali yang mereka pesan, keduanya berisik "ssshh... hah-ssshhh..." saking pedasnya, dan Bergas juga berkali-kali meminum air mineral didepannya.

"Ini enak tapi pedes banget." Ujar Airin.

"Iya. Airin, kamu bisa masak ga?" tanya Bergas.

"Bisa, tapi ga jago ya... dulu pas tinggal di Belanda kan harus bisa masak sendiri biar ga jajan terus." Jawab Airin.

CuldesacWhere stories live. Discover now