♡66

157 42 11
                                    

☆☆

Sebelum Hendrick, Andrew, dan Tony pergi ke gedung tua itu, mereka telah diberitau bahwa tuan Lissone telah meninggal oleh insiden yang tak disengaja. Tetapi pimpinan tentara Jepang itu tidak memberi tau mrs. Elena, karena mrs. Elena berpesan untuk tidak langsung membunuhnya. Mrs. Elena ingin mereka disiksa sampai mereka putus asa dan mengakhiri hidup diri sendiri. Tentu Andrew dan Tony sangat kaget. Tidak menyangka jika ibu mereka se kejam itu. Maka hal ini semakin menguatkan niat mereka untuk membantu Hendrick. Mereka sangat menyesal tuan Lissone harus kehilangan nyawa.

Mereka juga mendapat kabar jika Jepang sudah mengalami banyak perlawanan dari masyarakat pribumi dalam gerakan besar. Seperti yang baru saja terjadi di Blitar, Jawa timur.
Tepat 14 Februari 1945 pukul tiga dini hari, pasukan PETA menembakkan mortir ke Hotel Sakura yang menjadi kediaman para perwira militer Jepang. Markas Kempetai juga ditembaki senapan mesin. Dalam aksi yang lain, salah seorang Bhudancho PETA merobek poster bertuliskan “Indonesia Akan Merdeka” dan menggantinya dengan tulisan “Indonesia Sudah Merdeka".
Dalam waktu singkat, Jepang mengirimkan pasukan militer untuk memadamkan pemberontakan PETA. Sebanyak tujuh puluh delapan orang perwira dan prajurit PETA ditangkap dan dijebloskan ke penjara untuk kemudian diadili di Jakarta.

"Tony," panggil Andrew.
"Kau memilih negara melepaskan diri dari Belanda, atau tetap menjadi Hindia Belanda?"

Tony diam mencoba berpikir.
"Hm.. Jika melihat keadaan Indonesia yang seperti ini.. menurutku, mungkin lebih baik tetap bersama Belanda. Entah nanti kalau sudah berbeda. Sebentar! Cukup lucu bagimu membicarakan hal seperti ini. Apa sekarang.. kau memiliki perhatian pada inlander?"

Andrew memalingkan wajah. "Tentu saja tidak,"

* Inlander= Pribumi


Rumah di Bandung. Hendrick membawa Ratna ke rumahnya lebih dulu untuk beristirahat sebentar. Ratna dipersilahkan mandi setelah dua bulan lamanya selama di tempat tahanan gadis itu tidak pernah berkesempatan dapat benar-benar mandi membersihkan diri. Tak ada sikat dan pasta gigi, tak ada syampo, tak ada sabun, tak ada handuk.
Hendrick juga memberikannya pakaian serta sepatu yang bagus. Kebetulan ukuran tinggi badan mereka sama.
Selesai berpakaian, Ratna terpukau melihat sepasang yang disediakan Hendrick di kamar itu. Sepatu kulit mahal berwarna cokelat.
"Wah.. bagus sekali modelnya."

Cklek.

Ratna tersentak kaget mendengar pintu kamar terbuka. Menampakkan Hendrick berdiri di ambang pintu, tersenyum menyapa nya.
Melihat wajah Ratna menegang dan nampak menjauh dari nya, Hendrick keheranan.
"Ratna.. ada apa?"

Ketika Hendrick melangkah hendak mendekat, Ratna mundur lagi, memeluk diri sendiri. Semua emosi kejadian saat hampir diperkosa oleh tentara Jepang, menyeruak muncul kembali memenuhi pikirannya. Sesuatu yang sangat mengerikan bagi Ratna.

"Tolong jangan..!" mohon Ratna pada Hendrick.

"Loh?" Mata Hendrick mengerjap bingung.
'Kenapa dia menjadi ketakutan seperti itu?
Apa mungkin.. dia sedang trauma?'

Melihat kaki Hendrick melangkah, Ratna segera berkata, "Jangan mendekat!"

Hendrick menghela nafas sejenak.
"Tenang Ratna.. Aku bukan orang jahat. Kamu tidak akan kenapa-kenapa. Dan aku... aku juga sama seperti mu, kok."

Setelah berpikir jika dia benar-benar tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan dari pria itu, Ratna bertanya, "Sama bagaimana, tuan?"

"Mm.. nanti saja. Aku ke sini berniat memberitau mu untuk makan siang. Ayo, kamu harus makan dulu!"

Telah beralih tempat. Di meja makan yang sudah terhidang mie spageti, krim sup jamur, dan buah-buah an, mereka berdua berbincang.
Hendrick menggaruk hidung nya yang tak gatal.
"Hhm.. Yang aku maksud adalah, aku tidak berminat pada lawan jenis. Itulah kenapa sekarang aku menjadi duda."

[ New ] Something [END]Where stories live. Discover now