「023」 Mungkin

228 36 14
                                    

Aku meregangkan badanku, menghela nafas lega, terasa ringan sekarang. Segar juga, rasanya semua beban sudah terangkat.

"Sudah merasa sehat?" Tanya seseorang mengagetkanku. Itu Shinichiro, datang dari belakang sofa dan seenaknya mengacak-ngacak rambutku dengan senyum usilnya. Sejak menjadi Irene, Kouda Shinichiro rasanya berubah seratus delapan pulus derajat. Ia malah terlihat lebih dekat dengan 'Irene' daripada 'Hoshino'. Aku memang kadang-kadang main ke kantor Kazu-nii sehabis pulang sekolah dan jadi bertemu dengan Kouda Shinichiro sih... tapi kenapa lebih akrab dengan 'Irene' coba?

Segera aku singkirkan tangan itu dari kepalaku, menatapnya masam tidak suka. "Apasih, jangan ganggu deh, Kouda-ojisan."

Jger! Bagai petir di siang bolong, Shinichiro terbelalak. "Kenapa masih 'paman'? Kan aku seumuran dengan kakakmu itu, panggil 'kakak' juga dong," orang yang masih ingin dianggap muda itu memanyunkan bibirnya.

Jangan tanya kenapa aku manggil ia dengan sebutan paman, karena aku sendiri ga tau apa alasannya dan karena sejak awal aku sudah spontan memanggilnya paman.

Trak. Sebuah nampan dengan mangkuk ditaruh di atas meja depan sofa, dan Satoru lalu melepas apronnya. Sarapan bubur ayam sudah jadi. "Arigatou, Toru-nii." Ucapku spontan.

"Udah terasa baikan?" Tanya Satoru lembut. Aku menjawabnya dengan anggukan sambil menyuap sendok bubur itu dengan lahap. Bubur buatan Toru-nii memang terbaik!

★★★

"He? Ke perpus?"

"Iya! Menemani Conan membuat tugas kesan membaca di musim dingin!" Jawab Ayumi riang.

Oh berarti ini sudah masuk kasus pembunuh di perpustakaan ya. Kasus yang terkenal lumayan horor saat menontonnya. Memang sih, lagian muka pelakunya ditunjukan pake ciluk-ba sih! Udah gitu, melotot pula, kan seram. Dengan latar yang perpustakaan yang gelap, kesan horor dikejar pembunuh bertambah.

Emang ya bocah itu tidak ada kapoknya dirumah hantu yang dulu. Haruskah aku ikut? Enggak dulu deh, disana mereka juga tak bakal terluka. Lagipun, tak ada yang bisa kulakukan sebagai mantan penonton mereka dulu. Kehidupan ini maupun kehidupan lalu, aku tetap jadi penonton mereka, ya?

"Maaf, aku tidak ikut dulu ya, kali ini, kakakku pasti tidak mengizinkan karena aku baru sembuh." Tolakku dengan alasan asal-asalan.

Lenggang sejenak karena sepertinya Ayumi kecewa. Maaf deh. "Baiklah kalau begitu... selamat istirahat ya!" Ayumi tetap riang sampai akhir.

Sambungan rerputus. "Iya..." Aku menaruh telepon kabel itu ke tempatnya.

Iya tak usah khawatir. Mereka juga tidak akan terluka.

★★★

Bilangnya sih gitu, tapi tetep aja diikutin juga sampai rela menunggu di toilet perpustakaan. Seperti mereka menunggu sampai perpustakaan tutup.

Aku terus menunggu sampai disaat yang tepat sambil mengingat runtutan kejadiannya, sambil memilih aku harus membantu di bagian mana. Sampai akhirnya.

"Disini ya?!" Suara seorang pria paruh bayaーkepala perpustakaan, sekaligus pembunuhnyaーmengagetkanku.

'Ah, siaalll...! Kaget bangettt...! Aku kira aku ketahuan...!' Batinku kaget dan jantung yang berdetak tak beraturan. Beruntungnya aku bersembunyi di toilet paling jauh, dan juga jauh dari tempat Detective Boys hampir ketahuan. Aku ingat bagian ini. Setelah ini kepala petugas perpustakaan yang aku lupa namanya, akan memutuskan pulang, tetapi tidak jadi karena lampu perpustakaan menyala.

★★★

"Hei, Conan... sampai kapan kita disini?" Aku mendengar suara samar Genta yang sudah tak tahan berdiam sembunyi saja. "Kalau begini terus, aku bisa lapar..." Keluhnya sambil memegang perutnya yang setelahnya hanya dibalas Conan menutup mulutnya dan disuruh diam.

The Character Who Never Mentioned [Detective Conan Fanfiction]Where stories live. Discover now