Bab 13. Merencanakan Penculikan

233 10 1
                                    

Suara dentuman musik memekak telinga. Draco duduk di depan bartender sambil meminum minuman racikan dari bartender. Minuman alkohol yang diracik oleh bartender sejak tadi ditenggah oleh Draco. Pria itu memutuskan untuk pergi ke klub malam seorang diri. Kepalanya penat tidak dalam kondisi mood yang baik.

Draco tidak langsung pulang, karena perasaannya masih jengkel dan kesal. Ingatannya teringat pada Elina yang mencari-cari masalah dengan membawa-bawa nama Mireya. Mood Draco berubah menjadi kesal dan emosi.

"Tuan? Anda di sini?" Nigel yang kebetulan ada di klub malam, segera menghampiri Draco. Dia sama sekali tidak mengira kalau Tuannya berada di tempat yang sama dengannya.

Draco menatap Nigel sekilas. "Kenapa kau ada di sini, Nigel?" tanyanya dingin dan datar.

"Tuan, saya memiliki janji bertemu dengan teman saya tadi," jawab Nigel sopan memberi tahu.

"Kau ingin pulang?" Draco bertanya pada asistennya. Dia meminta sang bartender meracik lagi minuman untuknya—tapi dia meminta agar alkoholnya jauh lebih kuat. Kepala pusing seperti ini hanya sembuh jika dirinya meminum alkohol.

"Saya tidak akan mungkin pulang, kalau Anda masih di sini, Tuan. Mari saya antar pulang. Anda sedang banyak minum. Saya khawatir, Anda melajukan mobil dengan tidak hati-hati," jawab Nigel yang mencemaskan keadaan Draco.

Sebenarnya, Nigel ingin segera pulang, akan tetapi kondisi tidak memungkinkan karena Tuannya berada di klub malam yang sama dengannya. Dia tidak akan bisa pergi, jika Draco masih berada di klub malam. Apalagi kondisinya Draco sudah setengah mabuk. Dia tidak ingin terjadi sesuatu pada Tuannya itu.

Jika sampai Draco kehilangan kesadaran, akan menjadi sasaran empuk dari banyak orang yang mengincar Tuannya. Dia tidak mau sampai hal itu terjadi. Hal tersebut yang membuat Nigel memilih untuk menjaga Draco.

Draco menyesap minuman di tangannya seraya menatap Nigel. "Hanya alkohol seperti ini, tidak akan membuatku mabuk."

Nigel terdiam sebentar seraya menatap Tuannya itu. "Tuan, apa Anda memikirkan tentang Nona Elina?" tanyanya penasaran.

Mood Draco kacau di kala Tuannya itu berbicara dengan Elina. Dia tahu perubahan ekespresi wajah dari Tuannya, karena sangat terlihat jelas. Dia sudah lama bekerja dengan Draco. Jadi dia sudah sangat mengenal sifat dari Tuannya itu.

Draco meletakan gelas di tangannya ke atas meja. "Aku benci orang yang ikut campur dengan urusan pribadiku."

Nigel mengangguk paham. "Saya mengerti, Tuan. Tapi yang saya tahu sifat Nona Elina memang seperti itu. Kalau tidak salah dua tahun lalu, Nona Elina juga mengeluarkan kata-kata kasar dan menyinggung wanita yang Anda bayar untuk menemani Anda. Kenapa sekarang Anda harus semarah ini pada Nona Elina?"

Nigel baru ingat kejadian dua tahun lalu. Kala itu, Tuannya tengah membawa seorang wanita yang dibayar oleh Tuannya itu, dan bertemu dengan Elina di tengah jalan. Di sana Elina mengeluarkan kata-kata sindiran untuk wanita yang dibayar oleh Draco. Tetapi, saat itu tidak pernah sedikit pun Draco membela wanita yang dibayarnya. Berbeda dengan kasus Luna—yang sukses memancing kemarahan Draco.

"Jangan samakan Luna dengan pelacur yang aku bayar menemani malamku," tukas Draco dingin. Hatinya tak suka di kala Luna disamakan dengan pelacur yang dia bayar.

Nigel ingin menjawab lagi, tapi tiba-tiba ada seseorang yang menginterupsi percakapan antara Draco dan Nigel...

"Kau Draco Riordan?" Seorang pria dengan tubuh tinggi nyaris dua meter, melangkah menghampiri Draco yang duduk di depan kursi bartender.

Draco mengalihkan pandangannya, menatap sosok pria tinggi dan jangkung yang ada di depannya. Pria itu sengaja menikmati minum duduk di tempat biasa. Bukan di kursi yang khusus tamu VIP.

Draco & LunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang