Bab 14. Kau Hanya Belum Berpengalaman

249 9 0
                                    

"Nona Luna, apa yang Anda lakukan?" Pelayan terkejut melihat Luna sibuk di dapur. Dengan sigap, pelayan itu menghampiri Luna, serta menatap sopan gadis itu yang nampak sibuk di dapur.

Luna mengalihkan pandangannya, menatap sang pelayan. "Aku membuat soup kepiting untuk Draco."

Sang pelayan menjadi tidak enak. Dia khawatir mendapatkan amukan Draco, kalau sampai Luna membuatkan makanan. "Nona, biar saya saja yang memasak. Saya akan mengantarkan makanan ke kamar Anda."

Luna tersenyum lembut. "Aku sengaja memasak untuk Draco. Kau tidak usah mencemaskanku. Aku baik-baik saja."

Luna sengaja ingin membuatkan makanan untuk Draco. Kebetulan hari ini, pria itu sedang tidak berangkat ke kantor. Jadi Luna memanfaatkan keadaan yaitu membuatkan makanan untuk pria itu. Ini adalah keinginan Luna sejak lama.

Sang pelayan tetap masih khawatir. "Nona, tapi—"

Luna menyentuh lengan pelayan itu dan berkata sangat lembut, "Jangan khawatir. Draco tidak akan mungkin marah. Aku akan menjelaskan padanya sendiri nanti."

Sang pelayan terdiam sebentar mendengar permintaan Luna. Tampaknya pelayan itu masih khawatir. Akan tetapi, dia tidak mungkin mengabaikan apa yang diinginkan oleh Luna.

"Baiklah, Nona. Jika Anda membutuhkan bantuan, Anda bisa memanggil saya," ucap sang pelayan penuh rasa sopan.

Luna tersenyum lembut. "Ya, aku akan memanggilmu jika aku membutuhkan bantuan. Terima kasih atas tawaranmu."

"Dengan senang hati, Nona. Saya permisi." Pelayan itu menundukkan kepalanya, lalu pamit undur diri dari hadapan Luna.

Saat pelayan sudah pergi, Luna kembali melanjutkan masak. Gadis itu nampak riang. Entah kenapa suasana hatinya menjadi senang. Apa karena hari ini Draco memilih bekerja di rumah? Astaga! Luna tak mengerti dengan isi hati dan jalan pikirannya.

***

Draco duduk di kursi kebesarannya seraya menatap laporan pekerjaan yang baru saja diberikan oleh sang asisten. Hari ini, pria itu memutuskan untuk bekerja dari rumah. Dia sedang malas untuk mendatangi kantor.

Suara dering ponsel terdengar. Draco mengalihkan pandangannya menatap pada ponselnya yang ada di atas meja. Pria itu memberikan tatapan dingin di kala Nigel menghubunginya.

Draco berdecak kesal. Hari ini, dia memang memutuskan untuk bekerja dari rumah, dan memiliki harapan tidak banyak yang mengganggunya. Tapi malah kenyataan sang asisten selalu saja mengganggunya lagi dan lagi.

Draco mengambil ponselnya yang ada di atas meja, dan menjawab panggilan telepon itu.

"Ada apa, Nigel?!" seru Draco kala panggilan terhubung.

"M-maaf mengganggu, Tuan. Saya hanya ingin memberi tahu kalau Bibi dari Nona Luna sempat mengirimkan pesan pada saya," ujar Nigel dari seberang sana—melaporkan apa yang seharusnya dia laporkan.

Kening Draco mengerut dalam. "Bibi dari Luna mengirimkanmu pesan? Kenapa dia bisa tahu nomormu?"

Draco merasa ada yang aneh dan ganjal. Yang dia tahu Nigel tidak memberi tahukan nomor pada Bibi dari Luna itu. Lagi pula, rasanya tak mungkin kalau Nigel memberi tahu. Bibi dari Luna adalah wanita serakah yang tidak sama sekali berguna.

"Tuan, saya sendiri tidak tahu dari mana Bibi dari Nona Luna mengetahui nomor saya. Tapi besar dugaan saya, beliau tahu nomor saya dari penyelenggara acara pelelangan waktu itu. Karena nomor yang terdaftar di sana adalah menggunakan nomor saya." Nigel menerangkan.

Draco terdiam sebentar mendengar apa yang Nigel katakan. Pria itu langsung mengingat bahwa memang untuk pendaftaran mengikuti acara pelelangan—dia menggunakan nomor Nigel. Tentu, dia tidak akan mungkin menggunakan nomor pribadinya sendiri.

Draco & LunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang