Bab 41. Informasi Tentang Luna

116 8 0
                                    

"Di mana Draco?" Mireya baru bangun tidur, langsung menanyakan keberadaan Draco. Yang dia inginkan adalah selama berada di rumah sakit, Draco selalu ada di sisinya. Namun, malah apa yang dia inginkan tidaklah menjadi nyata. Tunangannya itu tidak ada di ruang rawatnya.

"Tuan Draco sudah pulang, Nona. Beliau sedang istirahat. Selama Tuan Draco Riordan tidak ada, Anda akan dijaga oleh pengawal dan pelayan." Nigel menjawab sopan. Dia masih berada di ruang rawat Mireya, karena menunggu sampai Mireya membuka mata.

Mireya berdecak. "Beri tahu aku di mana alamat Draco tinggal dengan pelacur itu!"

Draco memiliki banyak mansion dan penthouse. Mireya tidak tahu tinggal di mana tunangannya itu bersama dengan pelacur itu. Dia sudah tak bisa menahan diri. Dia ingin sekali menemui pelacur itu dan menghajarnya.

"Nona, untuk hal itu Anda lebih baik bertanya langsung pada Tuan Draco Riordan. Saya tidak memiliki hak untuk menjawab pertanyaan Anda." Nigel tak berani memberi tahu di mana tuannya itu tinggal. Bisa-bisa Mireya datang ke alamat tinggal tuannya untuk memaki Luna.

Mireya mendelik menatap tajam Nigel. "Kau memang tidak ada gunanya! Pergilah dari hadapanku! Jangan ganggu aku!" serunya mengusir Nigel.

"Saya permisi, Nona." Nigel menundukkan kepalanya, lalu pamit undur diri dari hadapan Mireya.

Saat Nigel sudah pergi, Mireya menyambar ponselnya yang ada di atas meja, menghubungi asisten pribadinya. "Kau di mana?" ucapnya dingin kala panggilan terhubung.

"Saya ada di lobby rumah sakit, Nona. Sebentar saya akan naik ke atas," jawab sang asisten sopan.

"Kau sudah mendapatkan informasi tentang pelacur itu atau belum?!" seru Mireya tak suka berbasa-basi. Yang paling dia inginkan adalah informasi tentang pelacur yang telah menggoda tunangannya.

"Sudah, Nona. Saya sudah berhasil mencari informasi tentang gadis bernama Luna."

Raut wajah Mireya berubah terkejut. "Kau berhasil menemukan informasi tentang Luna?"

"Iya, Nona. Sebentar saya akan naik ke atas, dan melaporkan pada Anda."

"Cepat datang! Aku ingin tahu tentang pelacur itu!" seringai kejam terlukis di wajah Mireya.

***

"Tuan Draco..." Seorang pelayan berlari menghampiri Draco, dengan raut wajah yang menunjukkan kepanikan dan rasa takut.

Draco yang baru saja selesai berlatih boxing menatap sang pelayan. "Ada apa kau berlari seperti itu?!"

Sang pelayan menunduk. "Tuan, t-tadi saya ke kamar bermaksud ingin mengantarkan sarapan untuk Nona Luna. Tapi—"

"Tapi apa? Bicara yang jelas! Jangan setengah-setengah!" Rasa kesal muncul dalam diri Draco, di kala pelayannya itu bicara hanya setengah-setengah. Tidak pada inti pembicaraan.

Sang pelayan bergetar ketakutan. "N-Nona Luna demam tinggi, Tuan. Tubuhnya menggigil."

Mata Draco melebar akibat keterkejutannya mendengar ucapan sang pelayan. Detik itu juga, dia berlari menuju kamar, melihat Luna yang gelisah di ranjang dalam keadaan mata tertutup. Draco menempelkan tangannya ke kening gadis itu. Benar saja, Luna demam! Dia ingin menghubungi dokter, tapi jika menunggu dokter datang pasti akan membutuhkan waktu sedikit lama.

Draco segera melakukan pertolongan pertama. Pria itu mengambil kain yang sudah dia basahi menggunakan air hangat—lalu meletakan kain itu ke kening Luna. Dia tampak sangat panik melihat Luna menggigil.

"Luna?" Draco menyentuh pipi Luna. Pancaran matanya menunjukkan rasa khawatir yang mendalam. Kemarin, gadis itu baik-baik saja! Kenapa sekarang sakit?

Seketika pikiran Draco tertuju pada perdebatannya dengan Luna. Perdebatan di mana dia mengungkapkan segalanya tentang Mireya. Mungkin hal tersebut yang membuat Luna langsung jatuh sakit.

Draco mengembuskan napas kasar seraya memejamkan mata. Dia merasa bersalah. Jika saja Mireya tidak bunuh diri, maka tidak akan begini ceritanya. Dia pasti akan memilih menyembunyikan tentang semuanya dari Luna.

Draco membelai pipi Luna, mengecupi bibir gadis itu. "Maafkan aku, Luna."

Luna bergerak gelisah dengan mata yang masih terpejam. "Kau jahat, Draco," ucapnya mengigau.

Draco terdiam mendengar Luna mengigau. "Aku tahu aku memang sangat jahat dan egois." Pria itu menjeda dan kembali mengecup bibir Luna. "Tapi satu hal yang harus kau selalu ingat, sampai kapan pun aku tidak akan pernah melepasmu."

Luna sudah mulai tenang. Tidak lagi mengigau. Perlahan-lahan, gadis itu kembali terlelap dalam tidurnya. Dia tidak menyadari bahwa Draco tengah menjaganya yang sakit.

***

Mireya menatap asistennya yang baru saja datang ke ruang rawatnya. Dia sungguh tidak sabar, karena ingin tahu tentang Luna—pelacur yang mengganggu tunangannya.

"Cepat beri tahu aku siapa Luna!" seru Mireya ingin segera tahu siapa Luna.

"Nona Mireya, saya mendapatkan informasi bahwa Luna merupakan gadis baik-baik. Kedua orang tuanya meninggal, dan dia tinggal bersama dengan Bibinya yang terkenal serakah. Usia Luna masih sangat muda. Dia tidak berkuliah. Latar belakang keluarganya juga dari kalangan bawah."

"Alasan kenapa bisa Luna bisa bertemu dengan Tuan Draco Riordan, dari sumber informasi yang saya dapatkan, Luna sempat dijual di pelelangan oleh bibi kandungnya sendiri. Dari sanalah Tuan Draco Riordan membeli Luna."

Sang asisten menjelaskan informasi tentang apa yang dia ketahui. Tampak seketika raut wajah Mireya berubah mendengar informasi dari asistennya. Matanya melebar memancarkan rasa tak percaya.

"Jadi maksudmu Draco ikut acara pelelangan itu, dan dia memenangkan membeli Luna?!" geram Mireya. Kecemburan dalam dirinya semakin menggebu-gebu. Dia ingin rasanya menjerit sekeras mungkin ketika mendapatkan informasi dari sang asisten.

Sang asisten mengangguk. "Benar, Nona. Tuan Draco Riordan pemenang di acara pelelangan itu. Hal tersebut yang membuat beliau bisa bersama dengan gadis bernama Luna."

Napas Mireya memburu. Sorot matanya terhunus tajam. Rahangnya mengetat. Tangannya terkepal begitu kuat. Emosi dalam dirinya seolah terbakar. Dia tidak menyangka kalau Draco akan mengikuti acara pelelangan seperti itu.

What the fuck! Mireya benar-benar tidak terima. Tunangannya malah ikut acara pelelangan sialan yang menjual gadis miskin. Persetan dengan penjelasan sang asisten yang mengatakan Luna adalah gadis baik-baik. Baginya tetap saja Luna merupakan gadis miskin dari kalangan rendah. Sampah tetaplah sampah.

"Kapan pelacur sialan itu ditendang Draco! Aku muak berbagi!" seru Mireya.

Sang asisten terdiam. "Untuk hal itu saya kurang tahu, Nona. Karena yang saya dengar Tuan Draco Riordan tidak akan melepaskan Luna. Bibi dari Luna sempat menculik Luna dan bermaksud menjual Luna pada pria lain. Tapi Tuan Draco Riodan menyelamatkan Luna. Bahkan sekarang Bibi dari Luna itu sudah membusuk di penjara."

Mireya mengumpat kasar. "Secantik apa gadis miskin itu sampai membuat Draco terpikat!"

Sang asisten menunduk. "Nona, sumber informasi yang saya dapatkan mengatakan kalau gadis bernama Luna sangat cantik."

Mireya menatap tajam sang asisten. Dia tidak terima asistennya memuji Luna. "Pelacur itu tetaplah sampah! Aku jauh lebih hebat darinya!"

Sang asisten tak berani menatap Mireya. "Tentu saja, Anda lebih hebat, Nona."

"Pergilah! Jangan ganggu aku!" usir Mireya—lalu sang asisten segera pamit undur diri dari hadapan Mireya.

Sorot mata Mireya menyorot lurus ke depan sangat tajam, penuh dendam membara. "Pelacur kecil! Jangan harap kau bisa merampas Draco-ku!" 

Draco & LunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang