XIII - Path of Hope

25 13 0
                                    

Episode 13

Jadi, demi cinta kamu sudah berbuat apa?

️▪️💠▪️

Di pagi hari yang cerah khas pedesaan, sang bagaskara menyapa riang sambil menebar kehangatan. Embun pagi hari mulai kering di dedaunan hijau yang berubah menjadi kuning keemasan.

Pemandangan indah nampak jelas di mata bulat Zein, sawah dan pegunungan yang nampak asri dan menyejukkan itu membuat laki-laki kota seperti Zein betah berlama-lama duduk di pelataran rumah sambil meraup udara segar sebanyak-banyaknya.

Tangan Zein terangkat, dia sedang menelpon seseorang.

"Iya, gue jual murah. Cepet transfer sekarang duitnya," ujar Zein dengan nada bersemangat.

"Thanks, Bro. Yoi, aman-aman aja. Iya, siap."

Zein tersenyum lebar saat menutup telponnya, dia kemudian beranjak ke depan panti yang masih dalam pembangunan, menemui bu Lili dan para pengurus panti lain di sana.

"Bagaimana, Nak Zein?" ujar seorang bapak-bapak saat melihat Zein berjalan mendekat.

"Bisa, Pak. Atur saja, tambah pekerja. Minimal hari ini beres semua kamar dan para orang tua bisa tidur di sana, soal biaya tidak usah dipikirkan. Saya yang urus," tutur Zein dengan mantap.

Perbincangan mengenai Zein yang akan membantu panti jompo agar segera beroperasi memang cukup mendadak, begitu singkat dan cepat. Namun, kali ini Zein tidak mempermasalahkan apapun ketika perangkat game-nya harus dijual kepada teman di Jakarta. Dia juga dengan suka rela menjual jaket dan baju yang sempat dipinjamkan kepada teman-temannya, dan tentu saja dia pun berniat membobol ATM-nya sendiri. Semua itu hanya untuk membantu panti jompo yang nampaknya sangat penting untuk Hanna, perempuan yang memikat perhatiannya.

Setelah berbincang hingga menemui kesepakatan, Zein berjalan menjauh dari sana, berniat untuk menemui seseorang yang sedari tadi dilihatnya dari jauh.

Lain halnya dengan Hanna yang tidak tahu menahu, dia sedang sibuk membantu ibu-ibu yang lain mempersiapkan makanan di dapur sementara yang dibuat oleh warga. Begitupun dengan Jenni, gadis itu bertugas untuk menemani dan menjaga para orang tua.

Setelah mengobrol panjang dan lebar, mereka--Hanna, Jenni, dan Zein--sepakat untuk membantu sampai panti jompo selesai. Ikut mengurus dan menjaga para orang tua yang berada di rumah warga sekitar panti yang terbakar.

"Mbak Hanna dan Mbak Jenni ini keluarga dari orang tua yang dititipkan di panti?" tanya ibu-ibu yang mengetuai kegiatan amal tersebut, yaitu ibu RT. Beliau berusaha mengajak ngobrol Hanna yang sedang menyiapkan mangkuk untuk di isi bubur yang dimasak ibu RT.

"Iya, Bu. Kakek saya ada di sini," jawab Hanna berusaha se-ramah mungkin kepada wanita berkacamata di depannya. "Kalau Jenni, dia teman saya, Bu."

Ibu RT menganggukkan kepalanya tanda mengerti. "Dan, Mas yang di sana itu pacar Mbak Hanna, ya? Tampan sekali, Mbak. Perhatian lagi, bulak-balik ke sini nanyain kondisi Mbak," kata ibu RT sambil tersenyum-senyum menggoda Hanna.

"Eh? Bukan, Bu ...," sangkal Hanna yang memang menyadari Zein beberapa kali menyapanya, pun selalu mencuri-curi pandang dari kejauhan.

"Kalau begitu, lagi pdkt, ya? Gak apa-apa, Mbak. Anak muda masih manis-manisnya, kok, gemes deh, hehe."

Hanna tidak punya pilihan lain, menyanggah pun percuma dan dirasa tidak terlalu penting. Akhirnya Hanna hanya bisa tersenyum pasrah saja.

"Sekarang Mbak Hanna umur berapa?" tanya ibu RT membuat Hanna kembali tersenyum kecil.

NEVER For 'EVER'Where stories live. Discover now