Bab 1A

1.5K 175 0
                                    

Happy reading, semogas suka.

Ini adalah cerita ketiga dari seri Scandalous Love. Yang mau baca cepat boleh ke Karyakarsa. Part 1-2 sudah diupdate, mengandung adegan 21+

 Part 1-2 sudah diupdate, mengandung adegan 21+

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Luv,

Carmen

____________________________________________________________________________

Kaki-kakiku terasa sakit dan begitu juga punggungku ketika aku berjuang untuk menstabilkan satu kotak bir di tanganku sementara membuka pintu dengan tangan lainnya.

"Cepatlah!"

Terdengar suara kasar menggeram dari belakangku dan aku menoleh melewati bahuku dan melihat Flynn - pemilik sekaligus manajer di bar ini - dengan tiga kotak besar bir yang tampak berat di kedua tangannya.

"Oh ayolah," komentarku sambil terkekeh dan membuka pintu yang menghubungkan gudang dan bangunan bar yang lebih gelap. "Kau membuatku terlihat lemah."

"You are," ujar pria itu sambil tertawa. Dia lalu menjatuhkan tiga kotak bir berat itu ke atas meja bar dan kemudian membantuku. "Aku akan mengisi kembali coolers dengan bir, you do the paperwork?"

"Oke," jawabku sambil menyeringai kecil lalu mulai meraih kalkulator, toples tip dan mendekat ke mesin kas. Aku lalu duduk menghitung pendapatan malam ini, ditemani musik dari dentingan botol-botol bir dan pintu cooler yang membuka serta menutup. Itu adalah satu-satunya sumber suara karena bar sudah kosong dan tutup untuk malam ini.

Tanpa bermaksud menyinggung para pelanggan, tentu saja, tapi waktu tutup adalah bagian terbaik bagi para bartender. Penghujung malam yang gelap, dingin juga sepi adalah sesuatu yang ditunggu setelah kesibukan sepanjang malam. Ini adalah malam minggu yang super sibuk. Pertandingan final Divisi NFL berarti bar akan penuh dari sore hingga larut malam dan menghasilkan pesanan minuman yang tiada putus.

Siapapun yang pernah bekerja di bar pasti mengerti bahwa memang menyenangkan ketika para pengunjung sedang berada dalam suasana hati yang baik dan betapa murah hatinya mereka ketika mereka dalam suasana hati yang baik. Menjadi bartender adalah pekerjaan yang sibuk, gila, dengan ritme yang terkadang bisa membuatmu tertekan apalagi ketika bar sedang penuh tapi aku menyukai pekerjaan itu. Bekerja dengan Flynn juga sangat menyenangkan. Pria itu mungkin saja adalah pemilik bar ini tapi dia sama sekali tidak keberatan untuk turun tangan dan membantu di bar. Setelah dua tahun bekerja dengan pria itu, kami telah mengembangkan semacam ritme kerja yang mungkin bisa membuat banyak orang iri. Kami bisa bekerjasama dengan lancar, mulus dan efisien dan aku paling senang bekerja bersama pria itu di belakang bar daripada dengan siapapun.

Aku selesai melakukan closing dan juga selesai menghitung tips yang kami dapatkan. Jumlahnya cukup fantastis dan aku membagi dua jumlah tersebut. Setengah untukku, setengahnya lagi milik pria itu. All in all, this is a great night for me, memandang jumlah tips yang kudapatkan.

Sebotol bir dingin diletakkan di hadapanku dan tanpa memandangnya pun, aku tahu kalau itu adalah bir favoritku - Blue Moon.

"Kau benar-benar bos idaman, Sir," ucapku sambil mengangkat wajah dan menatapnya yang sedang menyeringai sombong. Dia sendiri sedang memegang botol bir favoritnya - Samuel Adams - sambil memperlihatkan gaya bersulang. "Cheers."

Aku tertawa dan melakukan hal yang sama.

Ini adalah satu dari hal-hal kecil yang berharga, minum bir dingin setelah hari yang keras dan melelahkan. Aku tidak mengerti dengan wanita-wanita yang datang ke bar dan memesan berbagai macam koktail, kalau aku... nah, cukup beri aku bir dingin, kapan saja, dan aku sudah merasa senang.

Menurunkan botolku dan mendesah segar, aku kemudian mendorong tumpukan tips yang sudah kubagi dua. "Ini bagianmu," kataku sementara dia duduk di kursi bar di sebelahku.

"Wow," ucap pria itu terkesan. "Berapa ini?"

"Hampir dua ratus dolar."

"Benarkah? Holy shit!" seringai Flynn senang. "Kerja bagus, Lou."

"Ini juga karena bantuanmu, Bos. Aku tidak mungkin sanggup kalau hanya sendirian. Terima kasih selalu siap turun tangan setiap kali bar sedang sibuk."

Pria itu mengangkat bahu lebarnya. "Nah, itu adalah alasan tepat bagiku untuk keluar dari kantor. Apalagi sambil menonton pertandingan football. Aku tidak punya alasan untuk merasa keberatan."

Aku selalu suka dengan sifat Flynn yang terus terang dan apa adanya. Dia pria yang tidak banyak bicara, cukup serius dan selalu fokus pada kerja apalagi selama jam operasional bisnis. Tapi walau seperti itu, semua staf menyukainya karena pria itu adil dan memperhatikan karyawannya. Tak heran jika dia bisa membuat bar miliknya ini menjadi salah satu yang terkenal di kota dalam kurun waktu tiga tahun saja.

"Semua staf sudah pulang?" tanya Flynn sambil memperhatikan sekeliling bar yang sudah kosong.

"Ya."

"Mungkin hari yang melelahkan buat mereka. Para pelayan itu sibuk mondar-mandir sepanjang sore dan malam."

"Hei, aku juga sibuk, Bos," tukasku cepat.

Flynn tertawa. "Aku tahu, aku tahu. Kau yang paling repot. What can I do without you, Lou?"

Aku berpura-pura meninju lengan bosku itu. "Terima kasih. Kau tahu aku senang bekerja padamu."

Seringai sombong itu kembali lagi. "Ya, aku tahu."

Pria itu lalu meraih remote tv dan menyalakan kembali televisi. Lengannya yang hangat tak sengaja menggesek lenganku dan aku berjengit, merasakan bulu kuduk di tubuhku meremang.

"Kau tidak cukup menonton football seharian?" tanyaku, berpura-pura menutupi kegugupanku yang agak konyol. Demi Tuhan! Aku sudah bekerja bersamanya selama dua tahun.

"Ya, aku tahu, aku tahu. Aku hanya ingin mengecek berita highlights-nya."

"Oke," jawabku sambil lalu. "Tapi mengapa hari ini suasana hatimu sepertinya sangat tidak bagus?"

Flynn melirikku sejenak sebelum mengangguk muram. Suasana hatinya memang buruk hari ini. Saat pria itu datang, dia membanting pintu kaca bar dan bersikap berengsek pada para staf sehingga mereka semua menghindarinya. Tapi setelah bekerja pada pria itu selama dua tahun, aku mengerti bahwa dia tidak mungkin begini tanpa alasan yang jelas.





Scandalous Love with The BossWhere stories live. Discover now