Bab 7

506 92 2
                                    

Mature Scene

Happy reading, semoga suka. Kalau mau bab yang lebih detail, kalian bisa baca di Karyakarsa ya.

Full version juga tersedia di Playstore dan Karyakarsa.

Full version juga tersedia di Playstore dan Karyakarsa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Luv,

Carmen

_______________________________________________________________________

Menyusul ucapanku, tangan-tangan pria itu langsung melingkari pinggang rampingku. "Baby," gerungnya, menurunkan mulutnya ke bibirku. "Kau sudah melakukannya. You performed too well on the bed, Baby."

Aku melenguh dan menyerah dalam ciuman pria itu, menyukai erangan dalam yang dibuat oleh Flynn saat bibir dan lidah pria itu menjelajahiku. Tangannya naik ke bokongku dan meremas kasar, sedikit mengangkatku. Aku mencengkeram lengan-lengan atasnya yang kuat untuk mempertahankan keseimbangan sementara lutut-lututku terasa lemas. Aku bisa merasakan basah yang berkumpul di antara kedua kakiku.

"Kita... kita harus berbaring," kesiapku kehabisan napas saat kami akhirnya saling menjauh.

"Ide bagus," ujar pria itu lalu mengangkatku sepenuhnya dan membawaku ke ranjang.

Berat tubuh pria itu terasa nyaman menekanku di atas ranjang dan aku mendesah. Tangan-tangannya juga menjelajahi dadaku, menggoda kedua bulatan penuhku. Aku menggelinjang di bawahnya, ingin pria itu menyentuhku dengan lebih intens dan bukan hanya sekadar sentuhan halus menggoda.

Geliat tak sabarku membuat pria itu terkekeh. Dia membelai kian pelan, berlama-lama menelusuri jalur dadaku, dengan pelan menggodaku sehingga aku mengerangkan protes. Kedua putingku sudah menegak keras dalam antisipasi. Aku berusaha meraih tangan pria itu dan membawanya ke tempat yang kuinginkan tapi Flynn dengan mudah menghentikannya. Dia menangkap kedua pergelanganku dan menahannya di atas kepala.

"Kau tahu," ujarnya dengan suara rendah, serupa gumaman, lalu mencium daun telingaku sebelum bergerak lebih rendah menciumi leherku dan membuatku bergetar karenanya. "Aku rasa kau harus mendapatkan sedikit pelajaran tentang kesabaran, Lou."

Flynn mengangkat wajah dan menatapku dengan kilat di kedua matanya. "Tunggu sebentar di sini."

"Kau mau apa?" tanyaku sambil menahan tubuhku dengan satu siku dan melihat pria itu mencari-cari sesuatu di dalam laci pakaianku. Lalu dia menarik sepasang pantyhose dan aku menatapnya bingung sebelum meledeknya. "Please, kau tidak akan muat mengenakannya, Flynn," candaku.

Tapi Flynn jelas memiliki rencana lain di dalam benaknya. Saat dia kembali ke ranjang, aku melihat ekspresi di kedua matanya, seperti mata predator yang berbahaya tetapi juga seksi. Jantungku langsung berdebar keras. Dan tanpa banyak bicara, pria itu langsung mengikat kedua pergelanganku dan mengamankannya di kepala ranjang dengan beberapa ikatan. Semua dilakukan dengan cepat dan mulus sehingga aku tidak punya banyak waktu untuk berdebat dengan Flynn.

"Aku sebenarnya ingin mengikat pergelangan kakimu juga," ujar pria itu sambil memamerkan seringai jahatnya sementara tangannya mengelus paha dalamku. "Tapi aku suka merasakan kaki-kakimu melingkariku saat aku mencapai puncak. So sexy and hot."

Aku terlalu terkejut dengan perubahan ini. Aku tak pernah berpikir bahwa Flynn memiliki sisi seperti ini dan sepertinya ini adalah kejutan menyenangkan untukku. Kelelahan terasa menguap dari tubuhku, berganti menjadi antisipasi yang membuat tubuhku semakin hidup. Aku berusaha menarik lepas ikatan pria itu, mengetes kekuatannya. Aku belum pernah diikat sebelumnya, tapi alih-alih merasa takut, aku justru merasa sangat bergairah.

Flynn hanya menatap reaksiku. Dia terlihat sangat berbeda dari pria yang biasa kulihat selama ini. Pria yang ini terlihat sangat maskulin dan agresif, dominan dan menggetarkan dengan mata hijaunya yang menggelap oleh gairah. Di bawah tatapan intensnya, aku merasa seksi, bergairah dan sangat, sangat diinginkan...

Saat pria itu akhirnya membuatku meledak dan pelan-pelan kabut yang mengaburkan otakku menghilang, aku melihat pria itu bangkit dan melepaskan ikatanku. Saat badai itu mereda dan aku berhasil mengendalikan diriku walaupun rasanya aku masih melayang, aku menatap pria itu dengan heran.

"Bagaimana denganmu?" gumamku, seluruh tubuhku kini berdesir dan berdenyut oleh kepuasan. Tapi aku bisa merasakan kekerasan pria itu yang menekan di antara tubuh kami yang merapat.

Pria itu lalu mencium keningku lembut. "Jangan cemaskan aku. Kau berutang padaku, Lou."

"Baiklah," desahku, merasa puas dan juga mengantuk. "I will make sure that my payment is a bitch."

"Yeah?" bisik pria itu dengan serak.

Hal terakhir yang kuingat sebelum aku jatuh tertidur adalah tawa dalam pria itu.

Scandalous Love with The BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang