Bab 2

580 118 4
                                    

Mature Scene 21+

Happy reading, semoga suka.

Yang mau baca versi bab lebih lengkap dan cepat, boleh silakan ke Karyakarsa. Bab 5-7 sudah update, mengandung adegan dewasa ya.

 Bab 5-7 sudah update, mengandung adegan dewasa ya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Luv,

Carmen

______________________________________________________________________________

Di kemudian hari, kami akan berdebat tentang siapa yang lebih dulu mencium siapa. Tentu saja, aku tidak pernah mengakui bahwa aku yang lebih dulu menciumnya. Bibir Flynn rupanya sangat lembut dan hangat dan ciuman pria itu ragu-ragu pada awalnya. Lidahnya juga mengusap mencoba-coba. Tapi setelah aku membuka mulutku dan menyatakan undangan terbuka, Flynn tak lagi bimbang. Aku tidak pernah dicium seperti cara Flynn menciumku – dia sangat menuntut, intens, merayu dan menggodaku untuk ikut aktif di saat bersamaan, ciumannya begitu menggugah dan mendominasi sehingga aku bahkan nyaris lupa untuk bernapas.

Aku bisa merasakan pegangan pria itu pada pinggangku mengetat sementara ciuman kami bertambah semakin dalam. Tangan pria itu terasa di mana-mana, di sepanjang tulang punggungku, di lekukan pinggangku, di pinggulku. Jari-jari tanganku sendiri merambat ke rambut hitamnya, mengerang di tengah-tengah ciuman pria itu. Tiba-tba saja, bar ini terasa lebih hangat, terlalu hangat malah. Dan aku mendapati diriku kemudian duduk di pangkuannya.

"Fuck," engah pria itu sambil memutus ciuman kami dalam satu kesiap tajam.

"Jika saja aku tahu cara menciummu seperti ini, aku pasti sudah lama melakukannya," ujarku di tengah napasku yang tidak beraturan sambil kemudian tanganku membelai rahang kasar pria itu.

Mendengar hal tersebut, Flynn hanya tertawa senang. Lagi-lagi, aku melihat seringai sombongnya itu. Tahu bahwa dia sudah melakukan sesuatu yang hebat.

"Tapi kita tidak bisa melakukannya di sini, Lou," ujarnya sambil merendahkan bibirnya untuk menciumi leherku.

Aku menggeram dan berusaha merapatkan diri, senang ketika pria itu menciumi leherku. Aku selalu suka bila seseorang mencium leherku.

"Bagaimana kalau kantormu saja?" desahku dengan suara rendah. Aku begitu bergairah dan penuh antisipasi sehingga aku sebenarnya tidak yakin kalau aku bisa berjalan mencapai kantor pria itu.

Flynn membantuku bangun dari kursi bar dan membimbingku melewati pintu menuju koridor belakang dan masuk ke dalam kantornya. Lampu di dalam kantornya hanya menyisakan remang-remang sebelum pria itu menyalakan satu lampu, yang memberi penerangan yang cukup tapi tidak berlebihan. Ada sofa panjang di dalam ruangan itu, sofa kulit hitam nyaman yang mengundang dan pria itu mengarahkanku ke sana.

Flynn duduk di sofa lalu menarikku turun hingga aku duduk mengangkang di antaranya. Lalu kami kembali berciuman. Aku belum pernah melakukannya di sofa dan tak pelak, itu membuatku merasa nakal dan seksi.

Tanganku singgah kembali di antara rambut pria itu sementara dia mengelus lekuk pinggul dan pinggangku sebelum bergerak ke dadaku. Aku mengerang saat merasakan jari-jari pria itu di sana dan melenting nikmat saat kedua ibu jarinya menggosok puncak-puncakku.

"Kau menyukainya?" tanya pria itu saat menjauhkan bibirnya.

Aku hanya mampu mengangguk untuk mengiyakan.

"Aku ingin melihatnya. Lepaskan kaosmu."

Aku berganti posisi agar bisa lebih mudah nelepaskan atasanku. Mata pria itu melebar saat dia menatap dadaku yang penuh dan bulat di balik bra berenda putih yang kukenakan. Ekspresi di wajahnya seolah dia tak percaya. Jari-jari tangannya bergerak mengelus renda-renda itu dan kedua putingku menegak karena sentuhan pria itu.

"Kau tidak seharusnya menyembunyikan ini di bawah kaos longgarmu," bisik pria itu sebelum turun untuk menciumi jalur dadaku. "Aku harus lebih tegas soal pengaturan seragam. Aku bahkan akan mengganti seragam bartender."

Aku terkekeh sebelum napas pria itu terasa seolah sedang membelai kulitku. Aku terkesiap kecil saat lidahnya bergerak untuk menggoda puncak dadaku lewat bahan berenda itu. "Aku tidak mau. Pakaian... pakaian yang ketat akan membuatku tampak seperti wanita penggoda."

Tawa pria itu dalam dan menyenangkan dan menggetarkan saraf di tubuhku. Aku tersentak tajam saat dia menggoda salah satu puncakku dengan lidah dan gigihnya. "Aku ingin sekali melihatmu dalam seragam ketat yang seksi, Lou."

"I bet," godaku sambil menyusurkan tangan-tanganku ke bahunya sementara dia mengisap salah satu puncakku dan menggoda puncakku yang lain dengan ibu jarinya. "Oh, kau benar-benar mesum, Flynn."

Menggigit pelan salah satu puncakku, Flynn tertawa menanggapi ucapanku. Aku menggerakkan diri dan bisa merasakan kekerasan pria itu lewat celananya. Aku menggerakkan pinggulku dan membuat pria itu menggerung. Dia menangkup bokongku dan menarikku merapat dan mengalihkan perhatian dari dada ke bibirku.

Karena ciuman pria itu, aku sampai tidak sadar kalau Flynn akhirnya melepaskan kait bra dan mulai melepaskannya dari bahuku. Dia lalu duduk bersandar dan memperhatikan dada telanjangku selama beberapa saat sebelum meraih dan menimbangnya di tangan. Hangatnya telapak pria itu di kulitku membuatku mulai mengerang.

"Damn, Lou," bisik pria itu serak. "Aku sudah berfantasi tentangmu selama dua tahun ini. Dan kenyataannya, kau melebihi fantasiku."

Sentuhan pria itu membuatku menggelinjang di atasnya dan aku terus menggesekkan diri. Aku bisa merasakan lembap di antara kedua kakiku. "Kau... berfantasi tentangku?"

"Yeah," jawab pria itu sambil mengusap sepanjang tulang punggungku sebelum meremas bokongku lewat celana jins yang kukenakan.

"Benarkah?"

Flynn menggerung lagi dan tangannya berpindah ke pinggulku sebelum naik meremas dadaku. "Ya, aku menginginkanmu. Aku selalu menginginkanmu." Dia lalu meraih belakang tengkukku dan menciumiku keras, seolah akan mencuri semua napas dari tubuhku.

Jika saja tadinya aku sempat ragu, maka semua keraguan itu sirna di saat mata kami bertemu. Aku sudah sering melihat berbagai ekspresi di wajah pria itu dan inilah pertama kalinya aku melihat tekad teguh di kedua mata hijau tersebut, begitu seksi dan menawan, jenis tatapan yang memberitahu dengan jelas apa yang dia inginkan. Dan dia menginginkanku. Aku tidak akan berdebat soal itu. It's crystal clear. He wants me. And only me.

Pakaian kami lepas dalam sekejap dan kami kembali duduk di sofa dengan aku lagi-lagi mengangkangi pria itu. Dengan tanpa busana, aku baru tahu bahwa tubuh di baliknya benar-benar sempurna. Tubuh pria itu tegap, kekar dengan otot-otot kuat dan yang mencuri napasku adalah kekerasan yang menegak itu - tampak kuat, keras serta lebar dan panjang. Antisipasi memenuhiku. Pria sebesar itu, bagaimanakah rasanya jika Flynn memenuhiku? Aku tak lagi peduli bahwa dia adalah bosku atau kenyataan bahwa kami berdua telanjang bulat di dalam kantornya - pokoknya aku menginginkan pria itu.

Scandalous Love with The BossWhere stories live. Discover now