Bab 3

488 110 4
                                    

Happy reading, semoga suka.

Yang mau baca lebih cepat dan lengkap, silakan ke Karyakarsa. Bab 8-11 sudah update ya, mengandung adegan 21+

 Bab 8-11 sudah update ya, mengandung adegan 21+

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Luv,

Carmen

________________________________________________________________________________

"Hei, ayo bangun." Flynn menepuk-nepuk pundakku seperti sedang membangunkan anak kecil di Hari Natal. "Hari ini adalah Super Bowl Sunday, kita punya banyak sekali pekerjaan yang menunggu, Lou!"

Aku mengerang protes, membalikkan tubuhku untuk mengecek jam di atas nakal. Huh? Baru jam 11.45 a.m. Yang benar saja! Bukankah ini masih terlalu cepat? Jadwal kerjaku baru mulai jam tiga sore. Dan pertandingan bahkan belum akan mulai sebelum jam setengah tujuh sore. Aku menggunakan lengan untuk menutupi mataku yang silau karena cahaya matahari sambil menggumamkan penolakan tak jelas.

"Ayolah, angkat bokong cantikmu itu dari ranjang, Lou. Ayo, kita harus berangkat sekarang."

Nada Flynn terkesan menggoda tapi tetap terdengar tegas dan berwibawa untuk mengingatkan bahwa walaupun kami tidur bersama, dia masih adalah bosku. Tapi memandang bahwa pria itulah yang membuatku terbangun hingga berjam-jam di malam hari demi memenuhi tuntutan gairahnya yang tak habis, Flynn setidaknya bisa membiarkanku tidur lagi selama beberapa lama, bukan?

"Ayolah," desak pria itu lagi, sambil menarik selimut yang menutupi tubuhku dan tubuh telanjangku langsung terekspos udara kamar yang dingin. Mengerang protes, aku berusaha meraihnya kembali.

"Kembalikan!" gerungku.

"Kau tahu, sebelum kita tidur bersama, aku selalu beranggapan bahwa kau adalah seorang morning person. Kurasa sekarang aku tahu kenyataannya." Pria itu tertawa lalu merunduk mendekat dan mencubit gemas puting dinginku yang menegang keras.

"Aku tidak perlu bangun pagi-pagi," erangku lalu mencengkeram pergelangan Flynn dan menarik pria itu turun ke atasku. "Aku seorang bartender."

"Hmm... Oh ya?"

"Oh, yeah."

Tubuh pria itu sangat hangat dan menyenangkan. Aku memanfaatkan dada lebarnya sebagai perlindungan dari udara dingin. "Mm... kau terasa persis seperti selimut... kau hangat."

Tawa dalam pria itu yang bergetar dari dadanya terdengar seperti geraman di telingaku. Dia mulai mencium dan mengisap kecil lekukan di leherku dan terus menyusuri bahu telanjangku. Kali ini, giliranku yang menggeram nikmat.

"Oh, tidak," tawanya sambil berguling dari atasku dan kemudian memberi tepukan pelan pada sisi pinggulku. "Kau tidak bisa mengalihkan perhatianku, Lou. Hari ini adalah Super Bowl, hari paling penting bagi bar dalam setahun. Ayo, bangun!"

Aku mengerucutkan bibirku dan mengedipkan bulu mataku. "Come back to the bed, please?"

Tatapan Flynn naik dari dadaku, menatap ekspresiku dan turun kembali ke tubuhku. Dia mengerang lalu melemparkan kaosnya ke arahku. "Tutupi dadamu," tawanya sambil menujuk dadaku. "They distract the hell out of me."

"Stupid Super Bowl," candaku, sambil mengenakan kaos pria itu yang kebesaran hingga mencapai lututku tapi aroma Flynn yang menyenangkan kini membungkusku. "Mengapa kau tidak menyukai permainan lain saja, hoki misalnya atau bola basket?"

"Aku akan berpura-pura tidak mendengarnya, Lou!" teriak Flynn dari dalam kamar mandi. "Wanitaku tidak boleh menjelek-jelekkam football."

Menertawakan pria itu, aku lalu bergabung dengannya di wastafel, meraih sikat gigiku. Dengan sengaja, aku menyapukan dadaku ke lengannya. Pria itu berpura-pura kesal tapi kekerasan yang menekan boxer-nya mengatakan hal yang sebaliknya.

"Hentikan," ujarnya saat menyadari tatapanku. "Abaikan saja, nanti juga kembali normal."

"No way," ujarku masih sambil menggosok gigi. "Bagaimana bisa aku mengabaikan sesuatu sebesar itu?"

Pria itu terkekeh lalu menampar pelan bokongku sebelum berjalan menjauh. "Kau terlihat sangat seksi dalam balutan kaos itu," ujar Flynn dari balik bahunya.

Aku menyengir penuh arti sebelum pria itu menghilang dari kamar mandi.

Setelah menggosok gigi, aku memutuskan untuk mandi, mandi air panas, berlama-lama di bawah pancuran itu. Setelah beberapa menit, mungkin 10 menit, aku mendengar pintu kamar mandi dibuka. Aku sedang meraih shampoo dan baru mulai keramas ketika tirai ruang shower ditarik membuka dan serangan udara dingin memberitahuku bahwa aku tidak lagi sendirian.

"Damn," bisik Flynn, lalu bersiul pelan sebelum tangan-tangannya mengusap dadaku yang basah kuyup lalu bergerak ke pinggulku.

Aku bergerak menjauh dari sentuhan pria itu dan kembali ke bawah pancuran untuk membilas rambutku. Lalu aku membuka mata dan melihat pria itu sedang tersenyum dengan seksi sementara tubuhnya tampak mengeras sempurna.

"Kupikir kita tidak boleh membiarkan apapun mengganggu kita pagi ini," godaku sambil meraih sabun.

"Terlambat. Di samping itu, aku khawatir kau tidak akan menyisakan air panas untukku." Pria itu memperhatikan dengan mata setengah terpejam saat aku mulai menyabuni dada lebarnya.

"I love long showers," ucapku sambil mengusapkan busa ke dada pria itu lalu turun ke otot-otot perutnya yang kencang. "Membuatku merasa bersih."

"Well," geram pria itu sementara tanganku yang dipenuhi busa sabun kini sedang melingkari kekerasannya. "You were pretty dirty last night, Lou."

Aku menepi sehingga pria itu kini bisa berdiri di bawah pancuran. "Aku? Tapi bukankah kau menyukainya?"

Aku lalu berlutut di hadapan pria itu dan tanpa banya basa-basi, aku mendekat dan mulai menenggelamkan pria itu ke dalam mulutku.






Scandalous Love with The BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang