Mantan Istri+

5K 218 7
                                    

"Eli, apa saja agenda saya hari ini?" Tanpa mengalihkan perhatiannya, Chika bertanya kepada asistennya. "Hari ini hanya ada dua meeting saja, Bu Bos. Lalu kita memiliki rencana untuk menjenguk rekan kita yang sedang sakit." Chika mengangguk.

Chika hampir saja melupakan rencananya di hari kemarin. Bahwa hari ini ia dan beberapa karyawannya berjanji untuk membesuk salah seorang karyawannya yang sakit. Selain ini adalah kebiasaannya, Chika juga ingin memperkuat hubungan kekeluargaan mereka. 

"Baiklah, tolong siapkan meeting saya hari ini." Eli mengangguk kemudian meraih berkas yang ada di atas meja Chika. Membawanya keluar menuju ruang pertemuan. 

Sedangkan Chika memilih untuk beranjak dari duduknya lalu menuju kamar yang tersedia di ruangan ini. Mengunci kamar tersebut dari dalam agar tidak ada yang mengganggunya nanti.

Kedua mata coklatnya menatap satu foto yang terpajang rapi di atas nakas. Dengan perasaan yang sedih, Chika meraih foto itu dan membawanya duduk bersama di atas kasur. Ia memandangi foto itu dengan hati yang sakit. 

Itu adalah foto terakhir yang berhasil Chika abadikan bersama sang istri. Sebelum akhirnya mereka berdua memilih untuk berpisah. Bukan karena hilangnya rasa di masing masing raga, melainkan kedua mertua Chika yang memaksa. Mengatakan bahwa Chika tidak bisa membahagiakan anak semata wayangnya. 

Karena memang pada saat itu Chika belum sesukses sekarang. Jadi Chika memaklumi prasangka buruk itu. 

Dan beberapa hari yang lalu, Chika mendengar bahwa mantan mertuanya meninggal karena sakit yang di deritanya. Di satu sisi, Chika sangat senang karena sekarang mantan istrinya sudah terbebas dari belenggunya selama ini. Namun di sisi lain, Chika juga merasakan kehilangan yang mendalam. Bagaimana pun juga Chika masih memiliki hati nurani.

Perlahan Chika menyeka air matanya yang keluar. Kembali meletakkan foto tersebut karena Eli sudah memanggilnya untuk melakukan pertemuan. Setelah dua jam lamanya berdiskusi mengenai kontrak kerjasama-nya, akhirnya Chika bisa merentangkan tubuhnya. Berjalan keluar untuk menghirup udara segar. 

Tinggal satu agenda lagi di sore hari, yaitu membesuk salah seorang karyawan.

-

"Permisi buk, ijin bertanya. Ruangan pasien atas nama Olla di mana ya?" Eli selaku jubir bagi Chika melemparkan pertanyaannya. Terlihat resepsionis yang membalikkan halaman untuk mencari nama yang disebutkan Eli. 

"Atas nama Olla berada di ruangan nomor 47, di lantai dua ya, ibu." Eli mengangguk lalu mengucapkan terimakasih. Eli berjalan terlebih dahulu untuk menunjukkan jalan. Mereka datang tidak hanya berdua, melainkan bersama rekan yang lain. Namun mereka menjadi orang terakhir yang datang membesuk.

Sebelum pulang setelah selesai menjenguk Olla, Chika meminta Eli untuk menunggu dirinya sebentar. "Tunggu di sini sebentar, saya ingin buang air kecil." Sayang sekali tidak ada toilet di dalam bilik Olla, memaksa Chika untuk mencarinya keluar. 

Baru saja mengedarkan pandangannya untuk mencari bilik toilet, ruang sebelah–nomor 48–terdengar isakan tangis di dalam sana. Pintunya juga tidak tertutup dengan rapat.

Chika berlari mencari toilet. Urusan orang yang menangis bisa ia tangani nanti.

Setelah merasa lega, Chika kembali mendekat ke arah ruang 48. Chika menajamkan pendengarannya dan tidak menangkap suara tangisan itu lagi. Hanya ada sesenggukan di beberapa detik.

"Sepertinya dia sendirian?" Monolog-nya dengan tangan kanan yang mendorong pintu tersebut. Perlahan Chika berjalan masuk dan melihat seorang wanita yang tengah berbaring lemas di atas ranjang. Dengan sisa air mata yang berada di pipinya.

Chika terkejut. Sangat terkejut.

Menyadari siapa wanita tersebut. Matanya kini mulai berkaca kaca kemudian berdiri di sebelah brangkar.

Chika menyentuh pipi wanita tersebut, yang membuat wanita itu terkejut lalu membuka kedua bola matanya.

"Sayang, akhirnya kamu datang ke mimpi aku," wanita itu mengelus tangan Chika yang berada di pipinya.

Chika menangis. Semakin pilu, ia sangat merindukan mantan istrinya ini. Dan kini mereka dipertemukan dengan keadaan seperti ini.

"Shani,"

"Iya, sayang."

Chika mengatupkan bibirnya. Menatap iris hitam Shani yang tak berpaling barang sejenak.

"Aku nggak sakit, cuma lagi banyak pikiran aja. Aku selalu berpikir, gimana caranya supaya kita kembali seperti dulu."

Chika mengedarkan pandangannya. Ia tak melihat barang milik orang lain yang berada di ruangan ini. Chika bisa memastikan bahwa Shani tidak ada yang menemani di sini.

-

"Hallo, Bu bos. Perjalanan aman 'kan? Nggak ke sasar 'kan?"

Chika mendengus kala di seberang sana terkekeh. Eli menghubungi dirinya karena tak mendapati ia yang kembali dari toilet.

"Aman. Kalau kamu mau pulang duluan, silahkan. Saya masih ada urusan di sini."

Di seberang sana terdengar Eli yang mengumpati dirinya karena lupa dengan agenda bosnya sendiri.

"Tidak ada hubungannya dengan kantor." Imbuh Chika yang berhasil membuat Eli terdiam.

Eli melaporkan bahwa yang lainnya sudah kembali ke rumah mereka masing masing. Chika memperbolehkan Eli untuk membawa mobilnya terlebih dahulu.

"Kalau boleh tau, bos ada urusan apa?" tanya Eli yang penasaran. Pasalnya Chika tidak pernah memiliki agenda di luar pekerjaan.

"Istri saya sakit."

ONESHOOT48Where stories live. Discover now