17. Stress

127 19 9
                                    

Devan mematung, jadi ... Azriel menyadari hal itu? Dia tersenyum miris, tentu saja cowok itu tahu. Azriel melihat dirinya versi cewek saat di taman, dengan pakaian yang tomboy.

"Lo sama dia mirip, gue nyampe ngira kalo dia itu lo, Van," lanjut Azriel jujur.

Azriel menatap ekspresi Devan lamat- lamat, tidak ada ekspresi apa pun pada wajah itu. Hanya ekspresi datar dengan manik hitam yang menyipit sekilas.

Kalau ditanya bagaimana perasaan Devan, dia terkejut. Bahkan sudah menyusun skenario untuk membohongi orang yang dia suka, tapi dirinya memilih diam. Belum saatnya identitas sebagai seorang cewek terungkap.

"Van?"

Devan tersenyum. "Lo ... tertarik nggak sama dia?"

Tertarik? Azriel bahkan berpikir kalau cewek itu adalah kembaran kesekian yang ada di dunia seperti Devan. Namun, wajah Devan bukanlah pasaran. Kalau dideskripsikan, Devan memiliki struktur wajah yang kecil, pipinya sedikit chubby, bibir tipis, dengan mata agak sipit, terlebih manik hitamnya yang segelap malam.

"Enggak, gue cuma sekilas liat," balas Azriel jujur.

Devan menumpu keningnya di tangan, dia lelah. Matanya terpejam sejenak, sekilas dia berpikir kalau Azriel benar-benar tahu dirinya menyamar. Tapi, semua hanyalah halusinasi.

"Oke ...." Devan tersenyum tipis.

Entah kenapa udara terasa panas, padahal Devan berada di toko penuh AC dan tengah memakan eskrim. Dia menutup matanya dengan tangan, menyerngit halus.

"Lo sakit?" tanya Azriel hati-hati.

"Enggak, gue biasa aja." Devan mengibas tangannya tak peduli. "Mau pulang nggak? Gue rasanya ngantuk banget."

Aneh, rasanya Devan sedikit berbeda dalam beberapa menit belakang. Azriel memperhatikan hal itu, padahal beberapa menit lalu Devan masih bisa menggodanya dengan tengil.

Tapi, sekarang malah terlalu diam. Azriel tak bisa menebak bagaimana jalan pikir Devan, dia masih terlalu misterius bagi Azriel.

"Oke, ayo pulang. Tapi, gue anterin sampe kos lo, nggak keberatan, kan?" tanya Azriel memastikan.

Sekarang, giliran Devan yang merasa aneh. Sejak kapan Azriel bersikap seperti itu? Maksudnya, dia punya inisiatif seperti cowok gentle sayang pacar, atau itu hanya sekedar kekhawatiran belaka? Terlepas dari berbagai alasan itu, Devan senang.

"Boleh! Apa gue ikat aja, ya, biar lo nggak pulang ke rumah?" ungkap Devan dengan senyum manis.

Azriel menggeleng panik. "J-jangan dong! Gue takut kalo diikat kayak gitu!"

"Bercanda, sayang," balas Devan jahil.

Cowok manis itu cemberut, Devan bahkan masih sempat menjahilinya di sisa-sisa akhir eskrim. Menghela napas sekilas, Azriel akhirnya tersenyum.

"Nah, ayo pulang."

Devan mengulurkan tangan, senyumnya mengembang sempurna, menampilkan lesung pipi di kedua bawah matanya. Azriel menatap Devan, ini kali pertama dirinya melihat senyuman seperti itu.

Itu lesung pipi kucing.

Menerima uluran tangan itu, keduanya melangkah keluar dari kedai eskrim. Bagi mereka yang tidak tahu dengan identitas Devan, mungkin menganggap keduanya menyimpang dari moral.

Bahkan, Azriel juga berpikir seperti itu.

Tidak ingin menimbulkan kesalahpahaman, Devan melepas genggaman itu. Membiarkan Azriel berjalan terlebih dahulu ke arah parkiran.

I'm (not) a BoyWhere stories live. Discover now