73 | Kecemasan Mita

638 65 6
                                    

- UPDATE SETIAP HARI
- DUA EPISODE SETIAP UPDATE
- JANGAN LUPA BERIKAN VOTE, KOMENTAR, DAN FOLLOW AKUN WATTPADKU.

* * *

Mita akhirnya merasa lega, setelah dirinya berhasil mendapatkan pinjaman sebesar lima puluh juta. Ia benar-benar harus menguras tenaga hari itu, setelah usahanya meminjam uang pada Rudi ditolak mentah-mentah. Bahkan saat dirinya berusaha mendekati Reza agar bisa mendapat pinjaman, ia akhirnya gagal melakukan hal tersebut akibat dari adanya Diana di sisi pria itu. Namun kini, tidak ada lagi yang ia rasa perlu ditakutkan. Uang lima puluh juta yang diminta sudah tersedia, dan besok malam ia hanya perlu menyerahkan uang itu agar semua perbuatannya di masa lalu terkubur dengan rapat.

MITA
Uangnya sudah aku sediakan. Mari bertemu besok malam dan serahkan padaku bukti-bukti yang kamu miliki mengenai peristiwa dulu.

Di rumah sakit, Zuna segera membuka ponselnya dan membaca pesan yang masuk. Reza ada di sisinya sejak tadi, karena mereka sedang mengawasi Rudi yang sudah tertidur pulas. Ia jelas tahu kalau saat itu Zuna sedang membaca sebuah pesan yang berasal dari Mita. Zuna bahkan sama sekali tidak menutup-nutupi isi pesan itu ketika Reza ikut melihatnya.

"Wah ... Mita cukup gigih juga, ya, ternyata. Kalau boleh aku bertepuk tangan, maka aku akan memberikan standing applause buat dia," bisik Reza.

"Dia jelas harus berusaha keras mendapatkan uang itu, Za. Dia 'kan tidak mau kalau sampai tindakan biadabnya terhadap keluargaku terbongkar. Dia juga jelas tahu, kalau hal itu sampai terbongkar, maka aku akan langsung menggila dan memberikan pembalasan yang tidak setengah-setengah terhadapnya," balas Zuna, ikut berbisik.

"Kalau begitu, kamu tunggu apa lagi? Cepatlah balas pesannya. Biar dia tidak merasa sedang dipermainkan," saran Reza.

Zuna pun mengangguk setuju. Pria itu segera mengetik balasan untuk Mita, seperti yang disarankan oleh Reza. Kedua mata Diana masih terbuka lebar di balik selimutnya. Sejak tadi ia berbaring di atas kasur lantai yang terbentang pada sisi ranjang rumah sakit. Ia belum tidur, karena sulit untuk tidur di tempat yang beda dari biasanya. Hingga akhirnya hal itu membuatnya mendengarkan pembicaraan antara Reza dan Zuna mengenai Mita. Diana mendadak gelisah, karena ternyata Zuna saat ini sudah tahu bahwa Mita adalah orang yang telah memberi perintah untuk membakar rumah keluarganya agar tidak ada lagi yang tersisa.

0878 2223 6xxx
Ah ... akhirnya aku mendapatkan kepastian dari kamu. Oke, mari kita bertemu besok. Tapi jangan saat malam hari. Sebaiknya kita bertemu pada siang hari, jam sepuluh. Mari kita tuntaskan segalanya agar kejahatanmu yang telah memberi perintah padaku untuk membakar rumah keluarga mantan pacarmu segera bisa terkubur rapat-rapat.

Setelah pesan itu terkirim, Zuna kembali menyimpan ponselnya ke dalam saku jaket. Reza berusaha menahan tawa dan hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala, setelah membaca isi pesan yang Zuna kirimkan.

"Rasa-rasanya aku ingin sekali mewujudkan penyerahan piala untuk kamu dan Diana. Kalian berdua itu sama saja. Kalian benar-benar mampu mengelabui seseorang dengan cara menjadi sosok orang lain dalam waktu bersamaan. Mita saja sampai tidak tahu, bahwa yang bicara dengannya lewat chat itu adalah kamu. Dia benar-benar terbodohi tanpa ada celah," nilai Reza.

"Itulah bagian yang paling menyenangkan, Za. Saat kita bisa mengelabui si jahat, maka si jahat tidak akan bisa lagi melakukan apa pun untuk mengelak dari kejahatannya. Aku dan Diana memang sangat mendalami bagian pekerjaan kami yang satu itu," balas Zuna, sangat tenang.

Mita berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya sambil menggigiti kukunya yang sudah hancur. Tangannya gemetaran sejak tadi. Tatapannya hanya terarah pada ponsel yang ia letakkan di atas meja tulis. Ponsel itu tak kunjung berdering, padahal ia sudah lama mengirim pesan pada orang yang menerornya sejak pagi. Entah apa yang sedang dipikirkan oleh orang itu, yang jelas hal itu membuat Mita semakin ingin menggila tanpa tahu ingin melampiaskannya pada siapa.

"Kenapa dia tidak cepat membalas pesanku? Apa yang dia lakukan saat ini?" gumam Mita.

Pikirannya benar-benar kusut. Ketakutannya semakin menjadi-jadi. Sudah banyak pikiran-pikiran buruk yang merasuki otaknya saat itu, karena pesannya tak juga mendapat balasan. Kuku-kukunya semakin hancur karena ia terus menggigitinya tanpa henti. Ia frustrasi. Rasanya seperti dirinya sedang terkurung di dalam sebuah ruangan yang tidak ada jalan keluar.

"Zuna tidak boleh tahu apa pun yang aku lakukan di masa lalu terhadap keluarganya. Zuna tetap tidak boleh tahu, meski mungkin dia bisa saja memaafkan aku jika aku meminta maaf. Zuna tidak boleh tahu, kalau aku memang sengaja melenyapkan seluruh anggota keluarganya hanya karena Ibuku merasa iri terhadap kehidupan yang dimiliki oleh Ibunya Zuna. Zuna juga tidak boleh tahu, kalau alasan lain aku melenyapkan seluruh anggota keluarganya adalah karena Rania pernah memiliki bukti bahwa aku tidak pernah benar-benar mencintai Zuna dan hanya mendekat karena diperintah oleh Ibuku. Zuna tidak boleh tahu! Pokoknya, Zuna tidak boleh tahu!" amuk Mita, sambil menatap cermin yang ada di hadapannya.

Dering dari ponsel yang sejak tadi senyap membuat Mita segera sadar kembali. Mita segera meraih ponselnya dengan kasar dari atas meja tulis. Secepat mungkin ia membaca pesan balasan tersebut, karena sejak tadi ia sudah menunggu balasan itu dengan perasaan gelisah. Kegelisahannya terjadi karena ia takut orang itu akan berubah pikiran dan menyerahkan diri serta menyerahkan semua bukti yang dia miliki kepada Zuna. Orang itu terlalu lama membalas pesannya, sehingga akhirnya ia mulai merasa cemas berlebihan.

Jemari Mita mulai mengetik lagi dengan cepat. Meski gemetaran, nyatanya tidak ada satu huruf pun yang salah dalam kalimatnya.

MITA
Pokoknya kamu harus menyerahkan semua bukti yang kamu miliki kepadaku, besok. Aku akan mengakui sendiri soal kejahatanku pada Zuna, lalu meminta maaf padanya. Karena dia pasti akan mengampuni aku, jika aku mengakui kesalahanku secara langsung. Jadi, jangan coba-coba kamu mengkhianati aku dan menyerahkan semua bukti itu ke tangannya. Paham, 'kan?

Reza dan Zuna jelas ternganga di tempat, usai membaca pesan balasan dari Mita. Keduanya membaca pesan itu dan langsung ingin melakukan akrobat, jika saja tidak ingat bahwa Rudi dan Diana sedang tertidur pulas. Mereka benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikiran Mita saat itu, meski hal itu hanya tercurahkan melalui sebuah pesan.

"Sepertinya dia sakit jiwa, Zu. Demi Allah, sepertinya dia benar-benar tidak waras sejak lahir. Percaya diri sekali dia, sehingga memiliki harapan akan mendapat ampunan darimu jika dia mengatakan sendiri soal kebiadabannya terhadap keluargamu di masa lalu. Itu jelas bukan isi pikiran orang waras, Zu. Bukan!" tegas Reza, masih berbisik-bisik.

"Ya, kamu jelas benar seratus persen, Za. Dia jelas bukan orang waras. Dia jelas adalah orang gila yang selama ini dibiarkan bebas berkeliaran," Zuna langsung setuju tanpa memberi bantahan.

* * *

SAMPAI JUMPA BESOK 🥰

Rahasia Di SekolahWhere stories live. Discover now