BAB 4

306 60 9
                                    

"Dengarkan aku, seharusnya kau pergi bersama Ayahmu itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dengarkan aku, seharusnya kau pergi bersama Ayahmu itu. Kenapa pengadilan menjatuhkan beban padaku?" Suara itu terdengar menggema di dalam mimpi seseorang. Seseorang yang kini terpejam di atas kasur hangat dan kening berkerut perlahan. Jiwa nya kembali di bawa mengunjungi kediamannya di Prefektur Fukushima, beberapa tahun lalu. Mimpi nya bukan lah mimpi baru, tetapi mimpi lama yang masih gemar terulang dan terasa begitu nyata.

Iris hitam nya terdiam, tubuhnya tak mampu bergerak ketika menemukan sosok wanita yang mengeluarkan sebatang nikotin di hadapannya. "Kau tahu? Keperluan mu sangat mahal," ucapnya lagi. Remaja berusia nanggung itu tak mampu mengatakan apapun, hanya mampu menunduk dan membiarkan semua ucapan tidak menyenangkan datang untuknya. "Kau tidak bisa bicara?" tanya nya lagi, tetapi remaja bermarga Jeon itu tetap menunduk, menggelengkan kepala pelan karena benar ia tak ingin menjawab.

"Kau sekarang jadi bisu?" Suara itu terdengar semakin menggema, prakiraan lanjutan mimpi pun dibenarkan oleh suara langkah kaki yang mendekat, asap nikotin yang begitu menyengat hingga bara kecil itu mengenai lengan nya, semakin ditekan, semakin terasa sakit, tetapi ia bahkan tak mampu mendengar suara nya sendiri, teriakannya tak bersuara hingga iris berwarna itu kini kembali terlihat, memantulkan langit- langit berwarna cream bersih. Jantungnya masih berdetak cepat dan jemari setiap mencengkan selimut yang ia gunakan.

Pandangannya mengedar, memastikan dimana dirinya berada hingga matanya pun terpejam perlahan, cengkramannya pada selimut mulai terlepas dan pundak yang menegang kini meluruh begitu saja. Perlahan, iris berwarna hitam itu bergerak untuk memastikan jam berapa sekarang. Ia menemukan salah satu jam dinding di atas pintu keluar dan waktu masih menunjukkan pukul 04.00 pagi. Seperti biasa, ia terbangun di jam yang sama dan mimpi yang sama. Bukan hal baru untuknya, tetapi ia tetap tidak terbiasa dengan mimpi itu.

Mimpi yang terus berulang setelah kejadian itu terjadi. Beberapa tahun lalu. Banyak kejadian yang tidak menyenangkan dan mimpi itu yang terus masuk dan membuatnya tak bisa lupa. Perceraian itu terjadi dan entah karena alasan apa hakim memberikan putusan jika ia harus tinggal bersama wanita bermarga Shimizu itu. Wanita yang melahirkannya, tetapi bukan memberikan bumi untuknya, melainkan neraka yang dibawa. Benar, banyak hal yang terjadi dan mudah masuk ke dalam ingatannya. Jika saja wanita itu menolak untuk mengurusnya, mungkin tak akan ada kejadian kelam seperti ini.

Jeon Jungkook kembali memejamkan mata singkat sebelum tubuhnya bangkit dan membiarkan kaki mengenai lantai. Dingin. Itulah yang ia rasakan, padahal pemanas menyala dengan baik. Pandangannya menunduk dan menatap kaki yang ditutupi oleh kaos kaki. Dulu, ia tidak memiliki kaos kaki yang layak walaupun di musim dingin dan teman- teman nya akan mencemoohnya karena menggunakan kaos kaki berlubang. Namun, hari ini ia menggunakan kaos kaki yang layak dan pemanas untuknya sendiri.

Ada banyak pertanyaan yang tak mampu terjawab. Ibu nya yang memiliki jawaban, tetapi Jungkook tak memiliki keberanian untuk bertanya. Jika merawatnya begitu sulit, mengapa Ibu nya menyetujui apa yang pengadilan katakan? Jika memang merawat nya membutuhkan biaya yang banyak, mengapa ia tidak dilepaskan saja? Jungkook tidak diberikan pilihan oleh pengadilan waktu itu. Jika saja, pengadilan memberikannya pilihan, ia akan memilih untuk tinggal di sebuah rumah yang menerima anak yatim piatu. Jungkook, tidak ingin tinggal dengan keduanya.

Obscure SorrowsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang