Ch. 42 - Terdiam

33 6 9
                                    

Ada hal tidak biasa yang terjadi di rumahku malam ini. Kawan lama ayahku sewaktu di perkuliahan datang ke rumahku bersama putri cantiknya.

Alya Belia.

Mereka makan malam bersama di rumahku.

"Ah, jadi Rifki sama Alya itu satu sekolah, ya? Astaga aku baru tahu, hahaha." Herman, ayahnya Alya tertawa.

"Kita sudah lama tidak bertemu, kau sangat sibuk, padahal kita masih tinggal satu kota." Ayahku membalas.

"Dulu Rifki masih sangat kecil, sekarang sudah besar, ya."

"Iya, anak-anak tumbuh besar tanpa disadari."

Herman dan Alya sedang pergi berbelanja di mini market sore ini, lalu mereka tidak sengaja bertemu dengan ayahku yang sedang membeli rokok. Mereka pun mengobrol, dan Herman bilang ingin berkunjung ke rumah ayah.

"Putrimu pernah datang ke sini loh malam-malam, tapi saat itu aku lupa kalau dia itu Alya anakmu. Terakhir kali ketemu kan waktu dia masih SD."

Herman langsung menatap Alya. "Beneran Alya?"

"Maaf Ayah, tapi Alya gak bohong waktu nginep di rumah Ayu, ke sini cuma mampir aja, kok." Alya terlihat panik saat menjelaskan.

"Gak bohong, kan? Kamu gak pernah maen sama cowok malam-malam kan selain main ke sini?"

Alya terdiam sejenak. "Sebenarnya pernah. Waktu malam tahun baru, Alya kan nginep di rumah Devi... di sana ada cowok juga."

Aku seketika merinding. Kenapa Alya harus menceritakan hal itu segala? Apalagi sambil melihat ke arahku.

"Alya... Ayah kan udah sering bilang, kamu gak boleh maen sama cowok malam-malam. Kamu mulai gak nurut ya sama Ayah?"

Herman tampak emosi, tapi terlihat masih ditahan-tahan karena sedang berada di sini.

"Maafin Alya, Ayah. Alya hanya mau nginep di rumah Devi aja, kebetulan ada Rifki juga di sana. Kami gak ngapa-ngapain, kok."

Sudah cukup, jangan diceritakan lagi. Jangan bilang kalau kita tidur satu kamar!

"Oh, jadi cowoknya Rifki?"

"Iya...."

Herman lantas tertawa. "Kalau cowoknya Rifki ya enggak apa-apa. Dia anak baik soalnya."

Suasana mendadak cair setelah Alya memberitahu bahwa akulah laki-laki yang ikut menginap di rumah Devi. Aku benar-benar bersyukur Alya tidak menceritakan soal kami yang tidur satu kamar. Meskipun itu aku, aku pasti akan dimarahi oleh ayahnya dan juga ayahku.

Om Herman dan ayahku mengobrol sangat panjang dan akrab. Ayahku ternyata senior di kampus yang sering menolong ayahnya Alya dulu. Kalau tidak ada Ayahku, Om Herman bilang dia mungkin sudah bunuh diri karena stress tidak bisa menyelesaikan skripsi. Ayahku juga yang katanya memperkenalkan Om Herman dengan istrinya yang sekarang.

Aku tak pernah tahu ayahku sehebat itu. Lebih gilanya dia ternyata teman dekat dari ayahnya Alya.

"Maaf Bang, aku jarang ada di rumah, lebih sering ke luar kota untuk urusan bisnis. Lagi prospek-prospeknya sekarang. Kalau dilewatkan sangat disayangkan. Jadi gak bisa sering ketemu."

"Gapapa Her, aku sendiri juga sibuk, aku bahkan pangling sama wajahnya Alya. Sekarang jadi makin cantik, ya."

Herman tertawa. "Iya dong, followersnya di IG aja udah hampir 100k. Udah kayak artis dia tuh, hahaha."

Akhir-akhir ini Alya memang sering bikin video reels, memamerkan wajah cantiknya pada dunia. Tidak berbicara apa-apa, hanya menggunakan kamera depan dan merekam wajahnya sendiri yang mengeluarkan berbagai macam ekspresi.

Wibu Love StoriesWhere stories live. Discover now