09-Bodoh

59 11 2
                                    

"Goblok!"

"Tolol!"

"Dongo!"

"Ceroboh!"

Janhae panik, omega itu bahkan hampir menangis ketika mengetahui Krist telah matting dengan Singto. Sedangkan Gun sibuk mengumpati sahabat bodohnya itu di dalam kamar Singto, keduanya baru saja dipergoki ngomong-ngomong.

"Gue kan udah bilang, kalo udah ngerasain tanda-tanda heat tuh diem! Diem aja di kondo! Ga usah keluar, biar gue sama Jan yang dateng ke tempat lo, hhh..." Omel Gun frustasi, "Si goblok ini malah main sama alpha,"

Singto yang sedari tadi diam itu berusaha mencari celah disaat Gun mengomel, namun alpha yang lebih tua itu selalu mendapat amukan dari omega lelaki yang bertubuh mungil itu.

Gun menghela nafas lelah, "Kalo kecebong Singto-Singto bangsat itu jadi bayi, mau dibawa kemana masa depan lo, hah?!"

"Gue bakalan tanggungjawab, Gun," Sela Singto akhirnya, menatap Krist dengan yakin, "Gue ngelakuin itu dengan sadar, dan kemauan gue juga ngelawan nafsu gue sendiri. Gun, jangan takut, gue nggak akan kabur dari Krist," tegasnya.

Sejatinya alpha adalah jiwa yang bertanggungjawab, meskipun hal yang ia lakukan adalah sebuah ketidaksengajaan, Singto telah melakukan hal yang benar, pikir Singto sendiri.

Namun, Janhae yang sedari tadi diam saja itu ikut menyembur Singto dengan amarah, "Tanggungjawab?! Bisa lo ngasih makan Krist nantinya?! Emangnya berapa penghasilan lo? Kerja apa lo selain mainan omega? Lo yakin temen gue bisa bahagia sama lo?!" Cerca Janhae penuh raut kekecewaan seraya menunjuk wajah Singto dalam jarak satu jengkal saja.

"Jan, Gun, udah," Lerai Krist, "Ini kesalahan gue juga, kenapa jadi berat ke kak Singto, sih?" Tanya Krist membela si alpha, membuat kedua sahabatnya geram.

Janhae maju mendekati sahabatnya, "Lo tuh bego? Tolol? Apa goblok, sih?! Lo matting, Kit! Matting!" Seru Janhae menoyor kening Krist keras, "Kemungkinan lo bakalan hamil tuh gede banget! Masa depan lo baru aja di rusak sama alpha sialan itu!"

"Jan, stop!" Sela Krist marah, menatap kedua sahabatnya garang, "Gue rasa lo udah terlalu jauh ikut campur, mending lo tenangin diri, jangan sampe persahabatan kita rusak gara-gara ini," Seru Krist, "Gue masih mau sahabatan sama kalian, gue berterima kasih banget sama kalian karena udah peduli banget, tapi kalo emang beneran gue hamil, pelase tolong temenin gue aja, nggak perlu ikut campur sampe segininya," Ujar omega itu memohon.

Gun yang masih berpikir waras itu akhirnya menepuk bahu Janhae, "Kit bener Jan, semua udah kejadian, tugas kita udah bukan ngingetin dia lagi, tapi nemenin dia apapun keadaannya," Tutur Gun bijak, membuat Janhae menangis di bahu sang sahabat.

"Gun, gue nggak tau harus gimana..." Lirih Janhae.

Melihat pemandangan itu, Singto terenyuh, "Jan, Gun, maafin gue yang udah ngerusak Kit kalian, tapi disaat gue bilang kalo gue mau tanggungjawab, gue nggak akan lari, seberat apapun masalahnya," Ujar Singto tegas, ia melihat Krist yang hampir menangis, "Sesusah apapun kehidupan kita nanti, gue jamin Krist nggak akan nyesel hidup sama gue,"

Janhae mengangguk lemas, "Gue pegang janji lo!"

***

Entah kini hari keberapa semenjak kejadian itu, mungkin sudah lama sekali, bahkan Krist kini sudah hampir satu bulan berada di Klan-nya sendiri, libur semesternya tengah berlangsung.

Tapi pagi ini omega berlesung pipi itu tak beranjak dari ranjangnya sampai jam makan siang tiba, sang papa sampai harus masuk ke kamar anak tunggalnya itu demi memeriksa keadaannya.

"Kit? Bangun, nak," Panggil sang papa pelan, ia menyentuh gundukan selimut berisi Krist itu dan menggoyangkannya pelan, berharap Krist bangun dan makan.

"Pa, pusing..."

Sahutannya tidak seperti apa yang diharapkan, anak itu merengek seperti ada rasa tubuhnya yang tidak beres. Tapi ketika sang papa memeriksa suhu tubuhnya, Krist tidak demam sama sekali. Namun saat sang papa membuka selimut anaknya, seketika itu juga feromon lavender yang khas itu semerbak memenuhi ruangan, seperti heat, namun feromon yang seperti ini bukanlah feromon omega yang heat.

Tidak, sang papa tak mau berpikiran buruk terhadap anak bungsunya, omega yang ia besarkan ini adalah anak baik-baik.

"Nak, feromon kamu kenceng banget? Heat, ya?" Tanya sang papa mencoba berpikiran baik.

Namun Krist menggeleng pelan, "Aku nggak heat, pa, aku nggak terangsang," Jawabnya jujur.

"Tapi nak... papa coba telpon dokter!"

Buru-buru omega berusia hampir lima puluh tahun itu beranjak keluar kamar Krist, dan hampir setengah jam sang papa kembali bersama seorang wanita berjas putih khas dokter.

Sang papa menunggu di luar, sementara Krist yang lemah itu pasrah diperiksa sang dokter, ia juga penasaran ada apa dengan dirinya.

Dokter wanita itu adalah dokter khusus keluarga Krist. Meskipun Krist bukanlah keluarga dari ketua Klan, namun kekayaan ayah Krist hampir setara dengan setengah jumlah kekayaan seluruh Klan tempat Krist tinggal, hingga bisa memiliki dokter pribadi keluarga.

Dokter itu mengerutkan keningnya ketika memeriksa nadi Krist, mencium feromonnya, dan juga suhu tubuhnya, "Krist, kamu ngerasa ada yang aneh nggak sama tubuh kamu?" Tanya sang dokter, "Terakhir heat kapan?"

Krist mengingat sebentar, "Waktu itu sebelum pulang ke Klan sih, dokter, siklusku selanjutnya harusnya dateng dua atau tiga hari lagi," Lapor Krist sejujurnya tanpa menutupi apapun pada sang dokter.

Dokter wanita itu segera memeriksa perut Krist dengan cermat, menekan beberapa bagian yang Krist sendiri tidak mengerti.

Begini saja Krist sudah panik, ia merasa jika terjadi sesuatu pada dirinya, "Dok, saya... nggak..." Krist mengintip sebentar keluar pintu, lalu menatap dokter dengan serius, "Saya... nggak... itu, kan?"

Jelas sudah, sang dokter menemukan masalahnya mengapa feromon Krist menyebar kuat dengan omega tersebut yang lemas di atas kasur.

"Krist, jujur sama saya, kamu nggak matting di heat terakhir kali, kan?" Tanya dokter mengintimidasi, membuat Krist menciut.











Bersambung

(Sebelum) Rumah Cemara [SingtoKrist]Where stories live. Discover now