Part 20: Buku yang Menghilang

24 10 3
                                    

Kelas X IPS 4 dibuat khawatir oleh sekretaris mereka yaitu Afika. Gadis itu kehilangan buku yang menjadi tempat laporan absensi, dan juga buku paket Sosiologi milik Bu April. Guru itu tidak sengaja meninggalkan bukunya di kelas mereka. Lalu semuanya mempercayakan buku itu pada Fika sebab gadis itu diberi gelar sebagai murid terajin dan bertanggung jawab di kelas X IPS 4. Jika guru itu tahu kalau buku paketnya hilang, mereka sekelas pasti akan diberi ceramah no jutsu oleh Bu April.

"Hayoloh, Fika..."

"Detik-detik kelas kita kena marah Bu April."

"Yang salah Fika, tapi kenapa kita juga ikutan nyari?"

Beberapa murid ada yang dengan malas-malas mencari. Membuat dada Fika sesak. Wajahnya kini memerah, ekspresinya berkerut, bibirnya pun sudah bergetar menahan tangis.

Padahal kalau saja teman-temannya tidak mempercayakan buku itu pada Fika, mungkin saja tidak hilang. Juga kalau Bu April tidak meninggalkan bukunya, mungkin kejadian ini takkan pernah terjadi. Gadis itu diam-diam menyalahkan teman-teman dan guru sosiologinya itu dalam hati.

"Jangan gitulah, Fatih. Fika mau nangis tuh..."

"Lagian Bu April juga salah karena bukunya ketinggalan saat selesai mengajar."

"Yang nyari mata, jangan mulutnya, teman-teman!"

"Ayo cari lagi!"

"Jangan nangis, Fika. Kita cari sama-sama ya?" Gadis sekretaris itu menganggukkan kepalanya. Ia bernapas lega sebab masih ada beberapa orang yang mengerti dirinya.

Hampir semua orang pergi mencari, kecuali segelintir orang. Contohnya Valen, Yoichi, Airru yang sedang dipanggil rapat, dan tiga orang siswa lainnya.

"Weh, kalian juga bantu kita nyari ngapa! Airru kalau di sini pasti bakal marahin kalian karena gak bantu nyari..." gerutu Afika yang tak habis pikir dengan tiga orang itu.

Tiga orang bermain game, Yoichi yang tengah menjahili siswa yang mencari dan Valen yang tidur-tiduran di meja tentu saja membuat kesal semua orang yang sibuk mencari dua buku penting itu.

Kelimanya dengan kompak menjawab, "Males."

Setelah lima belas menit memeriksa segala sudut kelas, mereka tak kunjung menemukan buku-buku itu. Afika jadi tambah murung. Kalau mereka tak dapat menemukan buku-bukunya, mereka sekelas akan dimarahi. Lantas yang disalahkan untuk pertama kali adalah Afika.

Salah gadis itu yang tak bertanggung jawab.

Pasti semuanya akan menyalahkan gadis itu atas kejadian ini.

Salah seorang dari mereka menghela napas kasar. "Kenapa sih kamu nggak tanggung jawab banget sama barang penting? Mana kita juga bakal kena marah gara-gara salah kamu."

"Cyra..."

Afika ikut menghela napas kasar. Ia menundukkan kepalanya. "Iya, maafin aku, temen-temen. Aku bener-bener teledor. Terima kasih buat bantuannya. Maaf atas ketidaknyamanannya. Sekali lagi, aku minta maaf sebesar-besarnya."

"Minta maaf tuh nggak bisa nyelesain masalah! Cari cara dong biar kita juga gak kena marah!"

"Betul tuh, betul!"

Sekretaris mereka menggigit bibirnya. Sesak. Rasanya benar-benar sesak kala semua orang menyalahkan dirinya seperti ini. Hampir semua orang menatap dirinya bak narapidana. Tatapan penuh intimidasi tertuju hanya pada gadis itu. Meski tak semuanya, tapi pasti dominan siswa di sini menyalahkan Afika atas kejadian ini. Rasa-rasanya gadis itu ingin berteriak sekuat tenaga karena frustrasi.

'Sialan, sialan, sialan. Afika teledor banget. Padahal udah dikasih kepercayaan menjaga barang, malah dihilangin. Kepercayaan yang udah mereka kasih malah hancur hanya dalam satu malam. Afika bodoh, Afika payah. Parah banget.' Afika memaki dirinya dalam hati. Kalau saja dirinya...

"Kalau kalian oper-operan buat menjaga barang itu, mungkin kasus kek gini nggak bakal kejadian. Afika memang salah, tapi dia udah mengakui semuanya dan meminta maaf pada kalian. Harusnya jangan ditambah rasa bersalahnya."

Gadis itu menatap murid yang membelanya itu. Padahal orang ini tak ikut mencari, tapi mengapa orang ini berbicara seakan mengerti dirinya?

"Orang yang gak ikut nyari dilarang komen!"

"Kenapa bukankah harus ada yang punya pemikiran dari sudut pandang lain dalam suatu permasalahan? Aku benar, kan? Bukankah banyak orang yang bilang untuk melihat kejadian dari sudut pandang lain juga agar inti permasalahannya cepat ketemu."

"Yoichi sok jadi pahlawan."

"Kenapa? Mau tarung? Kuylah, aku juga bosen rasanya mau main."

"Mau di mana?"

Yoichi mematri senyum remehnya. "Di sini aja."

"Okelah, gas!"

Dea orang itu memasang kuda-kuda. Pertandingan antar murid bermasalah. Cyra vs Yoichi. Meski Cyra adalah perempuan, jangan sepelekan kemampuan bela dirinya. Sebab, dia sangat ahli dalam bela diri taekwondo. Yang satu juara masuk BK, yang satu lagi pernah jadi juara taekwondo.

Cyra mengambil kesempatan menyerang. Ia mengambil ancang-ancang memukul. Yoichi berhasil menghindar, lelaki itu membalasnya dengan tendangan ke wajah. Tentu dengan mudah, Cyra menghindarinya.

Keduanya terlibat perkelahian sengit. Cyra memutar tubuhnya dan memukul dada Yoichi dengan kuat. Lelaki itu berusaha membalasnya, meski seringkali gadis itu dapat mwnghindarinya.

Cyra berdecak kesal. Meski ia perempuan, Yoichi benar-benar tak main-main dengan gerakannya. Jika saja Cyra tak gesit, mungkin gadis itu akan mendapat luka sana-sini. Dasar penganut kesetaraan gender. Pasti ia takkan segan-segan membuat babak belur perempuan yang telah mengganggunya.

"Kamu kesal karena buku itu hilang atau karena disuruh mencari barang yang bukan tanggung jawabmu?" tanya Yoichi dengan santai.

Cyra memberi pukulan ke perut Yoichi. "Bukan urusanmu." Namun dengan santai, lelaki itu menarik tangan Cyra, mengangkat, lalu membanting tubuhnya.

"Loh kok gitu? Kalau ada masalah, ngomong dong. Biar yang lain tuh pada ngerti," timpal Yoichi.

"Ish, berisik. Cowok kek kamu mah mana peka!"

"Peka? Kamu lagi datang bulan ya makanya emosian mulu dari tadi?" Pukulan yang diarahkan ke adik OSIS itu seketika terhenti. Perkataan dari Yoichi membuat pipi Cyra memerah menahan malu. Perkataan lelaki itu tak salah sih, tapi kenapa harus diucapkan di kelas begini?

Yoichi tersenyum menatap Cyra yang bungkam seribu kata. "Heh? Ternyata bener toh?"

"Berisik, aish, dasar cowok nggak peka!"

Gubrak!

Pintu kelas dibuka dengan kasar dari luar. Semua siswa yang ada di sana sontak menatap wajah pelaku pembuka pintu yang amat kasar itu. Ia dengan santai menampilkan wajah cerah seorang gadis yang kelihatan amat cantik. "AKU SUDAH BALIK DARI RAPAT, TEMAN-TEMAN TERCINTAKU!" pekik Airru dengan begitu riang.

Namun seketika wajah riangnya memudar ketika melihat kedua temannya yang sudah sedikit babak belur di beberapa bagian. Ia menunjukkan wajah cengo. "Loh? Hah? Be-bentar, apa aku telah... melewatkan sesuatu?"

Hei, Apa Warna Kesukaanmu? (TAMAT) Where stories live. Discover now