Yosh, bisa double up! Wkwkwk
Akira mengerjap-ngerjapkan matanya saat ini. Langit-langit putih, kasur biru yang agak keras, lalu bantal besar yang ia kenakan. De javu. Ah, ruang UKS lagi? Sudah berapa kali ya ia ke UKS tahun ini? Cukup banyak juga sepertinya, haha.
"Akhirnya kamu bangun, Akira..." Meski dari luar wajah Yui terlihat datar dan cuek, tapi bak ada suara lega dalam ucapannya. Benar kata Yoichi, kalau kakaknya sebenarnya punya sifat yang lembut walau tak dikeluarkan secara langsung.
'Tu-tunggu, Kak Yui khawatir padanya?'
Dan juga, perasaan yang tadi datang itu Valen tapi kenapa yang muncul pertama kali di hadapannya adalah Kak Yui? Apa penglihatannya makin memburuk sampai-sampai salah melihat orang?
Ah, tidak-tidak. Akira tidak sedang berharap banyak bahwa Valen yang menyelamatkannya. Lagian, mereka tidak ada hubungan apa-apa kan? Kenapa pula Akira mengharapkan lelaki itu untuk datang dan melindunginya?
"Hahaha..." Terdengar suara kekehan seseorang. Sontak gadis itu menoleh-noleh mencari sumber suara. Kak Yui tertawa kecil? Akira sedikit tersentak sebab mungkin ini adalah kali pertama gadis itu menyaksikan Kak Yui yang kelihatan tak datar.
Jika biasanya wajah Kak Yui terlihat begitu serius, kaku, datar, dan cuek, sekarang yang terlihat adalah raut yang hangat, lembut dan ramah. Sangat berbanding terbalik dari yang biasanya.
"Kalian lucu banget. Maaf, maaf. Aku tahu kamu sedang terlibat kejadian yang tak mengenakkan, tapi sayangnya aku nggak bisa menahan diri ketika tadi melihat Valen mati-matian membelamu di depan para pembully itu," celetuk Kak Yui.
Refleks, gadis berambut ikal sebahu itu menganga tak percaya. "Hah? Valen... membelaku? Dia... tadi datang?"
"Iya, orang dia datang bareng aku, kok..."
"Lah kalau dia terlibat, di mana dia sekarang?" tanya Akira. Kak Yui menggunakan kepalanya untuk menunjuk ke belakang. Maksudnya adalah Valen tengah berada di bagian depan ruang UKS.
Bahkan lelaki itu rela menungguinya. Memangnya sepenting apa Akira sampai-sampai dia berbuat sejauh itu? Bukannya mereka hanya seorang teman? Tidak lebih dan tidak kurang kan? Bukankah ini terlalu berlebihan untuk seorang teman?
"Bahkan dia sampai ketiduran di sofa tuh pas nungguin kamu bangun." Yui tak bisa menahan senyumnya. Menurutnya, dua pasangan ini sangat lucu sampai-sampai ia ingin melahap mereka berdua.
_-_-_-_-
Ketika tepat Akira menutup matanya, trauma Valen kembali muncul. Bayangan ibunya yang meninggal tiba-tiba saja menghantui lelaki itu. Lalu ia akan dimarahi habis-habisan oleh Kak Rena.
Sial, Valen benar-benar takut.
Ia takut kehilangan. Padahal ia tahu kalau gadis ini bukanlah sesuatu yang penting buatnya. Hanya teman. Status mereka saat ini hanyalah seorang teman. Sebenarnya ia benci mengatakannya, tapi entah mengapa Valen sangat tak sudi jika harus kehilangan Akira.
Akira tak selembut ibunya. Akira jelas tak bisa melukis sebagus ibunya. Bagi Valen, gadis itu hanyalah gadis ceroboh nan pembawa sial yang harus dirinya singkirkan agar ketenangan berpihak padanya.
Mungkin gadis itu benar-benar gadis pembawa sial. Sebab, karena gadis ceroboh itu, benar-benar membuat Valen kewalahan karena merasakan perasaan yang aneh seperti ini. Bersamanya akan menyakitkan, namun jika kehilangannya akan lebih menyakitkan dan menyiksa.
"Kenapa... kamu memasang raut wajah... seperti itu?"
'Aku... nggak tahu...'
Lelaki itu memandang tiap-tiap pahatan di wajah Akira. Mungkin Akira tak secantik Airru atau Yui, tapi Valen tak munafik kalau wajah Akira terlihat begitu manis. Terlalu manis sampai membuat Valen gemas ingin menenggelamkan gadis itu hidup-hidup ke sumur atau membedahnya tanpa obat bius.
Jelas sekali kalau banyak sekali perbedaan kontras antara ibunya dan Akira. Namun satu hal yang membuat Valen melihat sosok ibunya pada gadis manis ini adalah ucapan mendukung yang bisa membuat hari-harinya cerah. Sosok ibunya yang juga mendukung impian anaknya dengan senyuman secerah mentari pagi.
Tak seperti ayahnya yang jelas menentang impian Valen sebagai penulis. Bukan seperti kakaknya yang selalu kasar padanya. Bukan seperti Key yang selalu mengatakan segala hal dengan blak-blakkan atau bahkan Yoichi yang menghajarnya ketika berbuat salah.
Gadis ini berbeda.
"Len, meski kamu belum bisa menyelesaikan karyamu, ingatlah kalau itu tetaplah seni. Seni itu punya banyak cara uniknya sendiri untuk memukau orang-orang. Begitu juga dengan manusia. Banyak perbedaan yang terlahir dari tiap manusia. Jadi, tidak bisa dibandingkan secepat itu. Begitu juga dengan lukisanmu, Len. Lukisan kamu itu berharga. Katakanlah pada dirimu sendiri kalau kamu bangga akan usahamu. Sang berharga, si anak berlian."
Setelah sekian lama, Valen merasa kalau dirinya tak berharga. Semenjak ditinggal ibunya, lelaki itu jadi gemar sekali melukai dirinya sendiri. Berbuat masalah berharap agar semuanya menghukum dan membuatnya terluka. Ia berharap kalau hal itu dapat membuat Valen menebus semua dosanya.
Akira mendukung impian Valen. Akira mengatakan kalau Valen adalah anak yang berharga. Akira mengatakan kalau Valen adalah berlian. Persis seperti ibunya.
"Akira, Akira, Akira! Bangun! Apa yang udah mereka lakukan sama kamu? Jangan pergi kayak ibu, pliss. Aku bener-bener takut."
"Loh? Ada pawangnya toh? Ganteng pula. Bang ganteng, kamu nggak cocok sama tukang maling kayak dia. Jangan deket-deket sama dia. Mbok ketularan sial. Daripada sama dia, mending sama aku aja, Bang..." Salah satu dari para perundung itu berusaha merayu dan menggoda Valen. Namun jelas kalau itu tak berhasil.
Sebab sudah sejak lama semenjak hatinya kosong.
"Kalian akan dihukum pas pulang sekolah. Kalian harus mencabuti semua rumput di sekolahan ini. Kalau tidak, kupastikan kalian akan dikeluarkan dari sekolah. Ini perintah dariku. Aku tidak pernah bercanda ketika memberi ancaman. Sekalipun pada adikku sendiri," titah Yui.
"Aduh, Kak... kami baru melakukan pelanggaran sekali loh. Masa kami langsung mau dikeluarin sih?" protes salah satu.
Valen menunduk sejenak. Lantas ia tatap satu per satu wajah mereka semua. Tajam sekali seolah matanya adalah pedang yang siap membunuh mereka semua.
"Kenapa kalian semua merundungnya?"
Kelimanya menelan ludah takut. Hening sejenak sampai akhirnya Adel angkat suara. "Dia membuat alat-alat make up mahal kami disita. Dia harus membayarnya atau kami hukum."
Valen menyahut, "Bukankah itu adalah salah kalian? Bukankah membawa alat-alat makeup adalah suatu pelanggaran di sekolah? Kenapa malah menyalahkan Akira?"
"K-kami..."
"Pergi kalian. Kalau sampai aku melihat kalian menyakitinya lagi, aku nggak akan tinggal diam. Cuma aku yang boleh menyakitinya. Orang lain nggak boleh. Dia punyaku bukan punya kalian. Cepat pergi dari sini!"
"B-baik!"
_-_-_-_-
Wajah Akira memerah berat mendengarnya. Jantungnya seolah dipaksa untuk memompa lebih cepat. Darahnya berdesir hebat. Tak lupa dengan perutnya yang terasa menggelitik seolah ada yang terbang.
'D-dia mengatakan kalau aku adalah miliknya? Gila... Dia benar-benar sudah gila!'
Yui menggenggam tangan Akira. Senyum hangat tampak di wajah OSIS itu. Sesuatu yang tak ada di kelasnya yang sekarang.
"Kalian semua tengah berada dalam kegelapan. Hitam yang berbeda, namun kalian bisa saling membantu menyelamatkan satu sama lain. Aku berharap suatu hari nanti kalian bisa terbang bebas. Seperti kupu-kupu yang keluar dari kepompong."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hei, Apa Warna Kesukaanmu? (TAMAT)
Teen FictionBagaimana rasanya jika kalian tidak diperbolehkan mendaftar ke sekolah yang kalian inginkan? Bagaimana jadinya kalau kalian dipaksa untuk masuk ke sekolah pilihan orang tua kalian? Marah, sedih, kecewa? Itulah yang terjadi pada Valen. Sejak itula...