XXXI

2.3K 136 32
                                    

Suasana kantin semakin tercekat, dua murid berlari keluar kantin.

Sesampainya di tempat yang keduanya tuju, salah satu membuka pintu ruangan dengan kencang.

BRAKK

Beberapa orang yang ada di dalam ruangan tersentak kaget.

"Cika! Kamu ini seperti tidak di ajarkan sopan santun."

"Ma-maaf Bu, i-ini darurat ha.. hah.." Ucap salah satu murid.

Melihat kedua muridnya seperti kebingungan, salah satu guru mendekat.

"Kalian kenapa?"

"Di-di kantin Bu,"

"Di kantin, kenapa?"

"Hah.. hah.. Liona sama Aura berantem Bu" Ucap murid satunya.

"Cika, Gita, sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa mereka berantem"

"Ceritanya panjang Bu, kondisi di kantin benar-benar berantakan."

Keempat guru segera berjalan keluar ruangan, di susul Cika dan Gita.

Sepanjang perjalanan banyak murid yang juga berlarian ke arah kantin.

Sesampainya di kantin, keempat guru itu terdiam.

Ketiga muridnya tergeletak di lantai dengan kondisi yang tidak bisa di bilang baik.

"AURA, BERHENTI!" Mendengar namanya di panggil, sang empu tersenyum miring.

"Ahh, kenapa? Ini belum saatnya berhenti." Ucapnya sembari menjilat jari telunjuk yang ternoda darah.

Beberapa saat yang lalu.

"Kalian salah waktu."

Membawa langkahnya mendekat ke arah Liona.

Seketika tubuh Liona menegang, merasakan hawa mematikan di depannya. Memundurkan langkahnya saat Aura terus berjalan mendekat.

"Oh, kenapa mundur? Tadi, siapa yang bilang gue pengecut?" Bibir merah ranum itu menyungging senyum kecil.

"Emang lu pengecut bangsat! Lu seharusnya mati,"

"Ohh, kenapa gue harus mati?"

"Karena lu har-" Sebelum Liona menyelesaikan ucapan, tubuhnya dengan keras terdorong ke arah meja di belakangnya.

Brukk

Prangg

Mangkuk, gelas, piring dan makanan yang ada di meja itu berserakan di lantai.

Liona merasa seluruh tubuhnya sakit dan beberapa saat kemudian cairan merah mengalir ke area dahinya.

"Kan udah gue bilang, jangan pernah nyari perkara ketika gue diam. Karena akan enak dampaknya di gue." Ucapnya tersenyum.

Saat Aura berbalik, Dita mencekal kakinya sehingga ia terhuyung kedepan. Jika saja refleks nya tak tepat, bisa di pastikan tubunya akan menghantam meja yang ada di depan.

"Ahh, belum kapok juga ya." Aura mendekat ke arah Dita, detik selanjutnya rambut Dita di tarik dengan kasar.

Aura menyeret Dita dengan tangan yang masih menarik rambut Dita.

"Bangsat! Lepas! Sakit anjing." Seakan menulikan pendengaran, Aura terus menyeret tubuh Dita hingga tepat di depan Liona.

"Dua sampah masyarakat, sepertinya waktu yang tepat untuk memusnahkan."

Melihat apa yang baru saja Aura lakukan, membuat mereka yang ada di kantin bergidik ngeri.

"Anjing, ngilu."

BACKWhere stories live. Discover now