06. Geng penguasa sekolah

50 7 1
                                    

Double update!

•°•°•°•

SEHARUSNYA geng penguasa sekolah itu berwibawa, apalagi ketuanya. Namun malah berbanding terbalik dengan Alden yang bersikap humoris dan play boy cap kucing.

Kucing. Iya, kucing lebih sasimo—sana sini mau—daripada hewan yang dinamai buaya. Karena faktanya, buaya tercatat sebagai hewan paling setia, tidak akan mencari buaya betina lain sekalipun pasangannya sudah meninggal dunia.

Aneh. Kenapa yang play boy disebut buaya, bukan kucing saja?

"Kiw, cewek, kenalan dong," celetuk Alden ketika seorang siswi melewati meja mereka.

Saat ini geng penguasa sekolah yang beranggotakan lima orang itu sedang berada di kantin untuk mengisi amunisi perut. Alden tidak henti-hentinya menggoda siswi yang tak sengaja lewat, atau justru sengaja karena ingin mencari perhatian.

Siswi itu mengerjap, menoleh ke arah Alden dan tersenyum malu-malu. "Boleh," sahutnya.

Guntur memutar bola mata malas, lalu menyenggol Aksa. "Mulai," sarkasnya dibalas anggukan dari dua teman.

Alden menyugar rambutnya, lalu melempar senyum. Laki-laki itu berdiri dari duduknya, menghampiri siswi tadi. "Hai, nama lo siapa? Gue Alden, ah lo pasti udah kenal gue," tuturnya kepedean seraya mengulurkan tangan.

Siswi itu membalas uluran tangan Alden. "Nama gue Andin. Haha, iya, ya." jawabnya disertai kekehan kaku.

"Wah, Andin, nama yang bagus. Kalau lo Andin, gue jadi Anid aja," timpal Alden sambil menaik turunkan alisnya.

"Kok Anid sih?"

Alden tersenyum konyol. "Iya Anid. I need you," godanya.

Blush.

Aksa spontan tertawa pun dengan Raka, Guntur memasang wajah ingin muntah, sementara Arjun diam saja dengan telinga memerah—malu dengan kelakuan ketua geng yang minus akhlak.

Dengan jahil Alden mencubit pipi Andin yang memerah, menbuat siswi itu semakin tersipu. "Minta nomer hp lo, boleh?" tanyanya langsung dibalas anggukkan.

Alden melirik Guntur sembari menyugar rambut, membuat temannya itu lagi-lagi memutar bola mata malas.

Setelah saling save kontak, Andin pamit dan Alden membiarkannya pergi. Barusaja duduk, seorang siswi lain menghampiri si ketua geng seraya berseru, "Ayang!"

Tersenyum lebar, Alden melambaikan tangan. Siswi yang memanggilnya 'Ayang' itu langsung mengalungkan tangan di leher Alden dari belakang. "Kangen," ungkapnya manja.

Arjun hendak melangkah pergi tetapi tangannya ditarik oleh Aksa, dia terlalu malas melihat tingkah si playboy cap kucing itu.

"Utututu Ayang aku, nanti kita quality time deh," sahut Alden. Tangan laki-laki itu menepuk bangku di sebelahnya, meminta ayangnya duduk.

"Yang itu siapa namanya?" tanya Aksa pada Alden. Pacar temannya terlalu banyak, hingga tidak pernah hapal dengan nama dan bentuk wajah.

"Mentari. Iya kan ay—auw! Kok kamu cubit aku sih?" jawab Alden, lalu mengusap-usap lengan yang barusaja dicubit ayangnya.

"Namaku Viola tau! Siapa Mentari? Selingkuhan kamu, iya?!" todong ayangnya Alden yang diketahui bernama Viola itu.

Aksa dan dua temannya mengantupkan mulut, berusaha menahan tawa.

Tidak kehilangan ide, Alden mengelak, "Bukan gitu. Aku tau nama kamu Viola, tapi kamu itu bagaikan mentari yang selalu menerangi hidup aku." Padahal sejujurnya, Alden benar-benar lupa.

Sampah-Sampah SemestaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang