PELAKSANAAN UTS tidak membuat si pembuat masalah berhenti, seperti yang Alden, Jenaya, dan Natasa lakukan. Tetap membully, tetap bolos, tetap membuat ulah. Mereka sama sekali tidak peduli dengan ujian, menjawab asal lalu di waktu istirahat bersenang-senang demi kembali menjernihkan fikiran.
Hingga pengumuman peringkat UTS, mereka bahkan tidak begitu menunggu-nunggu.
Berbeda dengan Blue Hjgh School yang pengumuman peringkat akan diumumkan dengan begitu meriah di aula. Di sini, Black High School, mereka hanya melihat daftar nama dan nilai yang ditulis dari peringkat paling tinggi sampai terendah yang tertempel di mading.
Itu karena tidak ada yang spesial. Nilai mentok 85 ke bawah.
Hustara jadi salah satu murid yang berbondong-bondong melihat mading. Walaupun terprediksi mendapat nilai rendah, tetap saja penasaran dan ingin melihat peringkatnya ada di angka berapa.
"Permisi," ucap Hustara, tetapi tak kunjung ada yang memberi celah supaya Hustara dapat melihat mading.
Berbeda respon ketika Alden dan empat temannya menghampiri, tanpa berucap apa pun murid yang semula berkerumun langsung menepi. Mereka melihat nama, Alden mengerjap ketika melihat barisan paling atas.
1. Gemintang Galen Darmagas | 85
Alden mencari-cari namanya, berada di urutan ke-10. Arjun di urutan ke-8, Raka di urutan ke-170, Guntur di urutan ke-204, dan Aksa di urutan ke-311. Terverifikasi si tukang rusuh adalah yang paling bodoh.
Tanpa mau berlama-lama, mereka melenggang pergi. Kerumunan kembali berdesak-desakan melihat mading, hingga hal sama terjadi; mereka menepi ketika kedatangan Natasa, Devina, dan Jessi.
"Nama lo di nomer berapa Ta?" tanya Devina dengan mata menyipit, mencari namanya dan nama temannya.
Natasa mendengkus ketika mendapati namanya di urutan ke-5, sementara Hustara di urutan ke-4. Lalu Devina dan Jessi ikutan mendengkus ketika menemukan namanya, Devina di urutan ke-153 sementara Jessi di urutan ke-229.
Mereka bertiga pergi, murid berkerumun lagi untuk yang masih belum menemukan nama sendiri. Jenaya menerobos masuk, sesekali menginjak kaki murid lain dan mendorong siapa pun yang menghalangi jalannya.
Nama Jenaya ada di urutan ke-6, tepat di bawah nama Natasa.
Gadis itu tersenyum geli dan keluar dari kerumunan. Harusnya ada di angka ratusan, selama ini Jenaya hanya mengisi soal asal-asalan.
•°•°•°•
"Heh cupu! Sini lo!" Jessi melambaikan tangan ketika melihat Hustara sedang berjalan. Kini Natasa, Devina, dan Jessi sedang duduk di samping lapang sambil menikmati angin sepoi-sepoi.
Hustara menghampiri. "Ada apa ya?"
"Beliin kita jus sana ke kantin, haus nih!" titah Natasa sekenanya. "Punya gue jus stoberi. Kalian apa?" tanya Natasa pada kedua temannya.
"Gue alpucado," sahut Devina.
"Kalau gue seperti biasa, jus mangga," timpal Jessi.
"Uangnya—"
Plak!
Natasa menempelkan selembar uang seratus ribu di kening Hustara dengan tepukan cukup keras. "Tuh uangnya. Udah sana-sana beliin!"
"I-iya."
"CEPETAN!"
Tersentak. Gadis bercakamata itu setengah berlari menuju kantin. Beberapa menit setelahnya kembali ke lapangan sambil menenteng nampan berisi tiga gelas jus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sampah-Sampah Semesta
Teen Fiction"Kadang orang melakukan sesuatu bukan karena suka, tapi karena dia butuh." -Hustara Salsabella Bukan tentang murid jenius dengan segudang prestasi, tetapi tentang murid buangan yang tidak punya tujuan pasti. Harusnya menyelamatkan masa depan, tapi m...