Bagian 11

4K 235 0
                                    
















Joshua tidur setelah di tenangkan dan meminum obatnya, hari juga sudah mulai gelap dan Jaren juga sudah tiba di rumah. Malam itu Noa bahkan di ajak makan malam bersama di meja makan walaupun tanpa Marko Noa tak merasa canggung sama sekali karena sikap dari Tyan dan Jaren yang begitu ramah padanya.

"Gimana hari pertama urusin Josh, Noa?" Tanya Jaren setelah mereka menyelesaikan sesi makan malam.

"Baik, Om, mmm ... Kalo menurutku, Mas Joshua cuma keliatan masih belum ikhlas aja sama sakitnya."

Jaren mengangguk setuju, "memang, psikolog yang nanganin Josh juga bilang gitu sama Om dan Bubu."

Noa mengangguk, tak heran jika keluarga itu bahkan memanggil psikolog untuk merawat mental anaknya, pasalnya kanker bukanlah sebuah penyakit ringan dan sudah pasti akan sangat mengganggu mental penderitanya.

"Kamu bisa nyetir, Sayang?" Tanya Tyan yang sedari tadi mendengarkan.

"Puji Tuhan bisa Bubu."

Tyan tersenyum, "kalo gitu, kamu bisa kan anter Joshua ke rumah sakit nanti? Jadwal kemoterapi Josh di mulai minggu depan. Bubu sibuk ada pameran sepatu yang baru rilis, Om juga ada perjalanan bisnis ke Taiwan di hari yang sama."

Noa terdiam sejenak, benar, Joshua harus melakukan kemoterapi dan apakah ia akan menyaksikan si tampan Joshua mengalami kerontokan rambut seperti apa yang selama ini ia dengar dan lihat di internet.

Akan tetapi Noa segera membuyarkan pikirannya, ia dengan pelan mengangguk, Noa kemudian melukiskan sedikit senyum, "bisa Bu, itukan udah jadi tugas aku."

Jaren juga sangat senang mendengarnya, di lihat dari manapun Marko memang memilih perawat yang tepat untuk putranya. Noa terlihat baik dan sopan, ia juga sabar dengan pekerjaannya dan sepertinya Tyan juga sangat menyukai Noa.

"Bubu kerja cuma setengah hari, kok, nanti Bubu susul ke rumah sakit kalo udah selesai, jadi Noa cuma anter aja semua administrasi sudah di urus."

"Baik Bubu," Noa merasa lega karena nyatanya Tyan masih memperhatikan Joshua, ia tahu pekerjaan tetaplah pekerjaan dan Tyan serta Jaren tak dapat meninggalkannya begitu saja.

















Noa menginap, ya, ia tak di ijinkan pulang ke rumah kecuali hari libur yaitu saat weekend karena Tyan juga berada di rumah seharian pada hari tersebut dan dapat bergantian memantau Joshua. Malam itu Noa tidur di sebuah kamar yang tersedia di lantai yang sama dengan kamar Joshua, pintu lainnya yang sempat Noa liat saat pertama kali datang adalah kamar yang ia tempati, dan kamar tersebut memiliki pintu yang terhubung langsung dengan kamar milik Joshua.

Awalnya Noa cukup terkejut dengan betapa luasnya kamar yang akan ia tempati, namun setelah mendengar jika kamar itu merupakan bekas kamar Tyan dan Jaren pada awalnya, Noa menjadi tak heran. Akan tetapi tetap saja Noa tak pernah berpikir jika ia akan menempati kamar sebagus itu. Alasannya tentu saja agar Noa dapat masuk ke dalam kamar Joshua dengan cepat jika sesuatu terjadi.

Pakaiannya bahkan belum ia ambil dari rumah karena Noa berpikir hari itu ia akan pulang pergi, alhasil ia di pinjamkan pakaian oleh Marko yang baru saja pulang pada pukul sepuluh malam.

"Thanks, Kak," Ujar Noa saat menerima pakaian yang Marko berikan.

"Gimana hari pertama?" Tanya Marko yang melihat Noa masih baik-baik saja.

"Everythings good, cuma sempet tantrum aja tadi."

Marko mengangguk, sudah kesekian kalinya Joshua mengamuk dan hal tersebut bukanlah hal yang baru. Dua bulan terakhir Joshua memang memiliki perubahan dalam segi tempramen dan hal tersebut berasal dari salah satu bagian otaknya yang bermasalah karena terjangkiti kanker.

"Kalo kamu ngerasa gak kuat, kamu gak perlu maksain diri, yah, Na, Kakak gak mau Helga marah sama Kakak karena kamu gak nyaman."

Noa tersenyum lebar dan mengangkat ibu jarinya, "sip, pasti aku bilang kalo aku ngerasa gak betah."






Tbc ...

Days With You | NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang