Bagian 22

5.5K 338 13
                                    




















"Jadi ... Jadi Mas Joshua udah separah itu, Bu?" Noa masih mencerna apa yang majikannya itu katakan. Namun jika di lihat dari raut wajah Tyana keadaan Joshua memang sudah sangat mengkhawatirkan.

Tyana meraih tangan Noa lalu menggenggamnya erat, lelaki yang sedari tadi mencoba tegar itu akhirnya menangis terisak, tubuhnya bahkan gemetar, ia tak dapat menahan kesedihannya walaupun mencoba tegar di hadapan orang lain tetapi jika siapapun menyinggung prihal sakit yang Joshua alami tiba-tiba Tyana merasa menjadi sosok paling rapuh di dunia.

"Noa ... Bubu gak tau harus gimana, Bubu udah nyoba yakinin diri kalo Joshua pasti hidup lebih lama dari perkiraan dokter, tapi semuanya gak mudah, penyakit Joshua sulit di sembuhin ... Bahkan Dokter bilang umur Joshua gak akan lebih dari enam bulan karena kemoterapi gak terlalu berpengaruh di badan Joshua, bahkan ... " Tyana menghela napasnya untuk memperjelas suara yang harus ia keluarkan, "bahkan kemungkinan Joshua ngalamin kerusakan memori yang parah, Bubu gak tau harus gimana, Nak, Bubu sama Papi cuma bisa berusaha dan berdoa."

"Bubu ... " Noa segera memeluk tubuh kecil Tyana, ia tak lagi peduli prihal perbedaan posisinya dan Tyana. Noa tahu yang Tyana butuhkan adalah pelukan guna menyemangati sang majikan, "Bubu semuanya pasti baik-baik aja, Mas Joshua pasti semangat buat sembuh--"

"Noa, Noa tolong ... " Tyana tiba-tiba melepaskan pelukannya, dengan tatapan putus asa itu ia meraih sisian wajah Noa, meminta sang lawan bicara memperhatikan ke arahnya, "Noa, mau, yah, Nikah sama Joshua Sayang?"

Noa terdiam, napasnya sedikit tercekat dengan perkataan Tyana, bagaimana bisa Tyana bicara seperti itu secara tiba-tiba, "Bubu kenapa?" Tanya Noa masih dalam kebingungannya.

"Joshua akhir-akhir ini berpikir kalo kamu itu pacarnya Sayang, dia juga bilang pengen nikah sama kamu, Bubu bakalan jamin hidup kamu sama Baba kamu, tapi tolong ... Tolong kabulkan permintaan Joshua, tolong Bubu, Nak .... "

"Tapi, Bu ... Noa yakin Mas Joshua gak serius sama ucapannya, Mas Joshua lagi gak sehat Bu--"

"Noa, cuma ini yang bisa Bubu lakuin buat Joshua, Sayang, ini permintaan terakhir Joshua, jadi tolong ... Tolong Bubu nak ... Bubu janji akan kabulin apapun yang Noa mau, semuanya, tanpa terkecuali."

Noa tak dapat menjawab, ia menatap raut putus asa yang Tyana tunjukan, ia juga dapat merasa dengan jelas bagaimana genggaman tangan Tyana mengerat di bawah sana. Noa tahu jelas jika Tyana tengah merasakan kesakitan luar biasa sebagai sosok orangtua yang anaknya berada di ambang kematian. Tapi, apakah jika ia menikah dengan Joshua Noa mampu menjadi sosok pasangan yang baik dan akan baik-baik saja jika Joshua meninggalkannya?

"Bubu ... Kasih aku waktu buat berpikir ya, Bu, aku mau ngomong dulu sama Baba."

Tyana mengangguk, ia lalu memeluk Noa tak luput mencium sisian wajah pria manis itu, "makasih Nak, tolong bilang Bubu kalo Baba kamu mau ketemu, ya?"

Noa hanya mengangguk, sejujurnya pikirannya sangat kacau, jika ia merelakan dirinya dalam sebuah luka apakah itu merupakan takdir yang harus Noa terima?

























"Oh ... Ya Tuhan ... Noa .... " Joshua yang sedari tadi duduk di sisian ranjang terlihat gelisah cukup terkejut dengan kehadiran pria manis itu memasuki kamarnya. Joshua berpikir jika Noa marah lagi padanya dan tak akan kembali dalam waktu yang lama.

"Mas ... " Noa berujar sembari berjalan perlahan mendekati eksistensi Joshua.

"I'm so sorry Noa, aku gak akan lakuin hal yang bikin kamu marah lagi, just tell me everythings you want, aku bakalan lakuin apapun itu."

Noa mengalihkan pandangannya, ia menarik napas dalam-dalam. Jadi inilah rupanya bagaimana sosok Joshua yang sakit parah, tak seperti yang lalu saat Joshua mengingat masa SMAnya yang saat ini Noa hadapi adalah sosok yang berpikir jika mereka adalah sepasang kekasih dan Joshua tak dapat kembali pada ingatan awalnya.

"Noa, kamu masih marah?"

Noa menggelengkan kepala, ia lalu meraih tangan Joshua yang sebelumnya telah berdiri kembali duduk di sisi ranjang bersamanya, "Mas udah minum obat?" Tanya Noa dengan lembut.

Joshua mengangguk, "ya, selama kamu gak ada Bi Inah yang bawain aku obat, so, jangan pergi-pergi lagi Noa, please." Joshua meraih tangan Noa dan menggenggamnya erat. Perasaan aneh tiba-tiba Noa rasakan saat melihat itu namun di sisi lain Noa juga mencoba mengerti dengan tingkah berbeda yang Joshua lakukan.

Noa mengangguk, "aku gak pergi lagi, kemarin berapa lama aku pergi Mas?" Tanya Noa berpura-pura ia ingin tahu berapa lama ia pergi dalam anggapan Joshua.

"Kamu lupa, Sayang? Kamu pergi lima bulan and i'm waiting for you, aku nunggu kamu sampe sakit, makanya aku minum obat tiap hari biar kamu cepet pulang, kata Bubu kamu bakalan cepet pulang kalo aku nurut."

Noa tak dapat berkata apapun yang ia lakukan hanya memejamkan mata mencoba sekuat mungkin untuk tak menangis dan membuat Joshua kebingungan.



















Tbc ...

Coba komen apapun tentang cerita ini...













Days With You | NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang