02

2.5K 5 0
                                    

Aline masih tidak percaya akan perlakuan yang tidak menyenangkan ia dapatkan dari Darmo Vandara, sahabatnya sendiri. Pria itu bahkan belum menyudahi ciuman kasar di bibirnya, sejak beberapa detik lalu.

Perlawanan sudah ditunjukkan. Namun, tenaga yang telah dikerahkan dengan sepenuhnya, tidak dapat membuahkan hasil apa pun. Semakin dirinya mencoba untuk memberontak, maka Darmo juga memerlihatkan kekuatan besar juga dalam menghalangi. Ia kalah.

Pada akhirnya, Aline membiarkan saja pria itu melakukan kehendaknya. Ia hanya akan menunggu. Tak ada pilihan lain, Aline memasrahkan diri. Namun, kekecewaan mendalam sudah mulai dirasakannya.

Lumatan pada bibirnya dihentikan sekitar 30 detik kemudian oleh Darmo Vandara. Aline langsung mendorong tubuh pria itu. Dilanjutkan dengan bangun dari sofa. Lantas, Aline melangkah cepat menjauh.

"Berengsek kau!" umpatnya dalam amarah yang besar. Diserukan dengan suara cukup lantang.

"Aku memang berengsek. Kau tersinggung jika aku yang sudah menciummu? Bukan Fantino-mu itu?"

"Kau pasti mendambakan dia yang mencium dan menidurimu, bukan aku, Ali--"

PLAK!

Aline melayangkan tamparan keras ke pipi kiri Darmo Vandara. Sebab, habis sudah rasa sabarnya. Mendapatkan perlakuan yang tak baik dan sikap arogan pria itu membuatnya semakin emosi. Aline tidak akan bisa untuk mendapatkan perlakuan buruk, disaat tak melakukan kesalahan apa pun yang fatal. Ia pun merasa direndahkan oleh ciuman pria itu. Aline menjaga harga dirinya, tentu saja.

"Kau sangat kurang ajar!"

Tatapannya semakin nyalang diarahkan ke sosok Darmo Vandara yang tengah menatap balik dengan sorot terluka. Ya, pria itu pasti tak akan menyangka bahwa ia akan dapat bermain fisik untuk melampiaskan emosi dan amarah. Namun, Aline tidak peduli. Ia memang harus memberikan pelajaran yang setimpal atas perlakuan seenaknya pria itu.

"Kau, berengsek! Kau kurang ajar!" Aline pun kembali mengumpat. Intonasi meninggi.

"Aku tidak peduli jika kau atasanku di kantor. Kau cepatlah meminta maaf karena berlaku kasar kepadaku tadi. Ciuman yang kau beri itu menjijikan untuk aku terima!" Aline pun kembali menumpahkan kemarahannya.

"Ckck. Kau bilang menjijikan? Jadi, ciuman dari siapa yang kau harapkan? Apakah pria yang merupakan bawahanku itu di kantor? Orang yang kau sukai? Ckck. Kau begitu menyukainya?"

Aline segera mengangguk. Tanpa sedikit pun keraguan dalam menggerakkan kepalanya beberapa kali. "Iya, aku memang sangatlah menyukai dia. Apa jadi masalah untukmu?"

"Jelas menjadi sangat masalah bagiku! Aku menyukaimu! Tidakkah kau bisa paham, Nona?"

Aline kali ini diam. Napasnya masih tidak stabil, dada pun naik-turun. Dan, walaupun Darmo Vandara berjalan mendekat ke arah dirinya, Aline tak menunjukkan sikap yang menghindar. Ia tetap berdiri dengan tegap serta juga memandang lekat sosok pria itu.

Dan mengenai perasaan sang atasan, ia tak bisa memutuskan. Kejadian yang dialaminya hari ini sangat memengaruhi. Aline tidak akan mampu menerima perasaan pria itu. Ia bahkan tak menyangka bahwa sang atasan menyukainya. Bak mimpi saja bagi Aline.

"Kau mencintaiku? Bagaimana denganku yang tidak memiliki perasaan apa pun untuk kau, Mr. Vandara?" tanyanya dengan suara terkesan menantang. Tatapan menajam.

"Tidak masalah jika kau tidak menyukaiku sekarang. Aku tidak akan peduli. Aku pasti bisa memilikimu. Kau tidak perlu bersusah payah agar perasaanku mati kepadamu." Darmo Vandara melontarkan kalimat-kalimatnya dengan tegas.

"Kau tidak akan punya pilihan lain. Hanya menjadi milikku seorang. Tidak ada seorang pun yang akan bersamamu, selain diriku." Darmo Vandara pun melanjutkan. Intonasi meninggi.

Cengkraman pada kedua bahu Aline semakin diperkuat. Ia bahkan juga melakukan gerakan sedikit menarik agar wanita itu mendekat. Mereka masih saling bersitatap, dapat pula dilihatnya semakin jelas bagaimana sorot kebencian pada wanita itu yang memang tengah ditujukan untuk dirinya. Namun, ia enggan memedulikan. Tujuan sudah ditetapkan, maka ia akan mencapai apa pun yang terjadi nantinya. Risiko apa pun merintang bukan masalah.

DEWASA II [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang