03 (21+)

2.2K 6 0
                                    

"Selamat pagi."

Brandon yang sedang mengaduk salad, jelas segera mengarahkan pandangan ke sosok Crystal. Senyuman sudah terbentuk lebar, namun seketika menjadi hilang.

Penyebabnya adalah gaun tidur yang sang keponakan sedang kenakan. Lemparan ingatan pun kembali ke beberapa munggu lalu, ya pada wanita yang pernah memakai.

Bernama Sonya Kendall.

Harusnya, memori tentang bagaimana ia menerima rayuan-rayuan sensual wanita itu yang berputar. Namun nyatanya, justru tak bisa dilupakan sikap licik Sonya.

Kebaikannya sebagai teman dimanfaatkan untuk membalas dendam di masa lalu. Dan, tak akan pernah dilupakannya perbuatan Sonya Kendall. Pasti membekas selalu.

Disimpan semua benda yang ada kaitannya dengan wanita itu. Termasuk, sejumlah pakaian seksi yang digunakan Sonya dalam rangka merayunya dengan cara kotor.

Bukan sengaja tak membuang, hanya saja belum sempat. Turut lupa meminta ketua pelayan untuk melakukannya.

Dan, barulah mungkin nanti akan diberi perintah untuk membakar semua, tak boleh tersisa.

"Kau buat sarapan sendirikah, Paman? Aku lapar. Aku ingin kau membuat salad buah."

"Crystal ...," Brandon mengalunkan nama sang keponakan dengan suara pelan, namun penekanan yang cukup dalam.

"Ada apa? Jangan memandangku seperti itu. Kau pikir aku akan suka, Paman?"

Crystal memasang ekspresi semakin datar ke arah Brandon. "Apa ada yang salah?"

"Pakaian yang kau gunakan."

Crystal mengangguk, kecil saja. "Memangnya kenapa? Kau tidak suka aku memakai?"

"Pas di tubuhku."

"Walau, model pakaian seperti ini tidak cukup aku sukai." Crystal mencibir.

"Terlalu terbuka," imbuhnya.

"Lebih cocok dipakai oleh seorang wanita murahan yang ingin mengajakmu tidur." Nada sinis mendominasi ucapan Crystal, kali ini.

"Dan, aku tidak berbakat menjadi wanita yang seperti itu." Crystal menambahkan.

"Lepaskan, Crys."

"Ganti segera." Brandon terang-terangan tunjukkan ketidaksukaan.

"Kau kenapa sangat sensitif, Paman? Apakah bentuk kekecewaan karena kau dihianati oleh wanita yang ingin kau ajak menikah?"

Rahang wajah Brandon seketika mengetat. Kedua tangan mengepal. Reaksinya negatif atas sindiran dilontarkan sang keponakan.

Meski, semua yang dilontarkan Crystal sesuai dengan fakta. Namun, belum dapat diterima kenyataan buruk tersebut.

"Lepaskan sekarang, Crys." Brandon pun menaikkan volume suara, ingin ditunjukkan ketegasan agar perintahnya dipenuhi.

"Oke, aku akan buka sekarang di sini. Tapi, apa kau sanggup melihatku telanjang?"

"Jangan mulai bersikap konyol, Crys."

Brandon semakin menampakkan rasa tidak suka lewat tatapan yang tambah menusuk pada sang keponakan. Dalam keadaan yang kurang membuatnya nyaman, maka akan mudah di pancing emosinya.

"Pergi sekarang ke kamar, ganti dengan pakaian lebih bagus. Baru, kita sarapan."

Crystal menggeleng mantap. "Bagaimana kalau aku tidak mau? Kau akan marah?"

Crystal lalu mendekat ke arah Brandon, ia berdiri tepat di hadapan pria berstatuskan sebagai pamannya itu. Menatap kian lekat.

Sementara, kedua tangan Crystal sudah bergerak ke bagian depan gaun tidur yang digunakan. Hendak membuka tali terpasang di sana, namun Brandon mencegah.

"Ada apa lagi? Bukankah kau memintaku untuk melepaskannya? Akan aku lak--"

"Tidak di sini, Crys! Jangan gila!"

Crystal terus mempertahankan kedataran mimik ekspresinya. Kontras dengan sorot mata yang sudah memerlihatkan kekesalan membelenggu dirinya atas ucapan Brandon.

"Kau tidak pantas bersikap seperti wanita murahan hanya untuk mendapatkan perhatianku, Crys. Tidak akan ada yang berubah."

Crystal langsung merasakan panas di dada. Naik hingga ke wajah, membuat matanya melelehkan cairan bening dengan deras.

Crystal sudah tidak tahan menahan segala bentuk kerisauan di dalam hatinya. Tumpah lewat tangisan.

Tak peduli akan keberadaan Brandon, lagi pula pria itu tetap saja akan bersikap mengabaikan perasaannya.

"Aku tidak bermaksud terlalu keras padamu. Maaf, jika aku sudah memaksakan kehen--"

Crystal tak membiarkan Brandon untuk meneruskan perkataan. Segera dipeluknya pria itu dengan erat. Tangisan pun semakin dikencangkan. Ingin dikeluarkan semua.

"Maafkan aku, Crys. Aku salah."

Crystal menggeleng kecil. "Aku tidak akan membiarkanmu jatuh ke pelukan wanita yang salah."

"Aku ingin kau mendapatkan pendamping terbaik, walau bukan aku."

Crystal masih mengeluarkan air mata yang deras, saat melepas dekapannya. Dipandang Brandon lebih lekat lagi.

Crystal berjalan ke belakang, hanya empat langkah saja. Namun, tangan kanannya tertaut ke jari-jari tangan kiri Brandon.

Lalu, Crystal menggeleng-gelengkan kepala dengan gerakan kuat. "Tidak bisa!"

"Aku tidak bisa merelakan kau bersama wanita lain." Crystal berbicara tegas.

"Aku yang harus memilikimu, Uncle."

Crystal melihat jelas rahang wajah sang paman yang menjadi lebih keras. Tatapan Brandon juga berubah menajam.

Crystal menarik kesimpulan cepat bahwa ucapannya, tak mendapatkan respons yang baik dari Brandon Smith.

Memang, tidak akan pernah memperoleh tanggapan bagus. Bahkan, mustahil untuk dibalas dengan manis oleh sang paman.

Walau ditunjukkan penolakan kembali yang menyakitkan. Remasan sakit di dada sudah tidak sesakit, beberapa bulan lalu.

Tak akan membuat Crystal mengubah rasa yang dimiliki pada Brandon.

"Crys ...,"

Crystal menempatkan jari telunjuk di bibir Brandon, saat sang paman berupaya untuk berbicara. Enggan didengarkan ucapan pria itu. Apalagi, membahas soal dirinya.

Crystal berupaya cepat memikirkan kalimat yang bisa digunakan sebagai pancingan. Ia langsung teringat bahwa tadi belum selesai disampaikan seluruh perkataannya.

"Uncle ...," Suara Crystal sedikit dingin.

"Wanita di luar sana, apa kau pikir dapat mencintaimu benar-benar dengan tulus?"

"Mereka hanya akan mengincar kekayaan berlimpah yang kau punya." Crystal loloskan kata-katanya dengan penekanan dalam.

"Aku berani menjaminnya. Tidak ada satu pun yang memiliki ketulusan padamu."

Crystal sudah menduga jika ucapannya akan menambah kejengkelan Brandon. Namun, ia enggan memedulikan reaksi sang paman.

Crystal belum usai akan aksinya, masih ada sesuatu yang hendak dilakukan.

Benar, mencium Brandon.

Crystal bergerak kilat ke depan, memangkas jarak di antaranya dan Brandon.

Lalu, secara cepat pula mendorong tengkuk pamannya itu. Bersamaan akan wajah yang dimajukan hingga bibir mereka bertemu.

Ciuman tak sampai empat detik dilakukan. Namun, memberikan efek kejut parah pada sang paman. Brandon berdiri mematung.

"Dua bulan lalu, kaulah pria pertama yang merasakan bibirku." Crystal berujar datar.

"Kau juga akan menjadi pria perdana yang akan mencicipi tubuhku nanti, Uncle."

DEWASA II [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang