04 (21+)

1.4K 4 0
                                    

Saat weekend tiba, Brandon berkeinginan memanfaatkan waktunya menyegarkan pikiran selama lima hari bekerja.

Justru kepenatannya semakin bertambah karena masalah pribadi. Brandon tidak akan bisa abai atau berpura-pura tak peduli.

Orang-orang terdekatnya terlibat. Dan, ia lah yang menjadi sumber dari persoalan. Tidak mungkin, bisa lepas tangan begitu saja.

Namun, untuk penyelesaian. Brandon belum bisa menemukan cara terbaik, walau sudah berusaha terus memikirkan solusi.

Kali ini, Brandon memilih menyerah. Akan meminta bantuan Erron. Sudah diutarakan kemarin pada sahabat baiknya itu.

Erron setuju untuk menolong.

Mereka sudah membuat janji bertemu siang ini, yaitu jam satu ini di rumahnya. Namun, sang sahabat belum datang juga.

Meskipun demikian, Brandon tetap memilih menunggu di ruang kerjanya. Jika pun Erron membatalkan. Dirinya pasti diberi tahu.

Dugaan Brandon tak meleset. Sang sahabat datang satu jam kemudian. Ia memilih tidak menanyakan kenapa Erron tiba terlambat.

Mereka pun tak langsung membicarakan soal apa yang sudah disepakati semalam. Lebih dulu, terlibat percakapan dengan bahasan-bahasan ringan seputar bisnis.

"Kawan ...,"

Setelah hening hampir lima menit di antara mereka, Brandon merespons panggilan sang sahabat lewat alis kiri yang diangkat naik. Dan, sudah dipusatkan atensi pada Erron.

"Kau punya strategi?" Brandon menebak.

"Aku butuh bantuanmu."

Mimik ekspresi Brandon semakin serius. Ia memang sedang tidak bisa bercanda.

Masalah yang kali ini dihadapi rumit. Harus ditemukan penyelesaian tepat dan benar supaya

"Aku belum ingin membahas soal rencana kita. Aku mau memberitahumu sesuatu."

Brandon mengernyitkan dahi dan lebih memandang lekat sang sahabat. "Soal apa?"

"Siapa lagi kalau bukan keponakanmu."

Sedetik selepas Erron menjawab, Brandon pun membuang wajah ke arah lain.

Ingin ditunjukkan bahwa ia sedang tidak memiliki minat. Biasanya, Erron akan bisa dengan mudah paham reaksinya.

"Baik. Aku tidak akan cerita."

"Dan, aku tidak akan terima tuduhan atau kesalahan kau limpahkan padaku nanti."

Brandon belum mengatakan apa-apa, masih diam. Namun, sudah memandang kembali ke arah sang sahabat.

Mata Erron menunjukkan kemarahan, meski raut wajah teman akrabnya itu biasa saja. Hanya tidak memamerkan ekspresi jahil.

Justru raut demikian yang ditunjukkan oleh Erron, membuatnya semakin curiga.

Brandon berupaya untuk mengabaikan. Ia lebih mendengarkan logikanya, dibanding firasat yang membuatnya berpikiran buruk.

"Strategi soal menghadapi mantan saha--"

"Ada apa dengan Crystal?"

Brandon menyerah. Tak bisa dipertahankan lebih lama ego. Ia tidak akan mampu untuk bersikap begitu terhadap keluarganya.

Walau, kepedulian ditunjukkan berdampak tak menyenangkan baginya. Lebih tepat, hubungan di antaranya dengan Crystal.

Brandon memang berupaya menjaga jarak, sejak tahu wanita berstatuskan keponakan perempuannya itu, memiliki rasa tak wajar.

Pria mana pun yang berada dalam posisinya, pasti akan melakukan hal sama.

Meski, cukup sulit bagi Brandon melakukan. Bagaimana pun juga, Crystal adalah bagian dari keluarganya.

"Kau bukankah tidak mau tahu?"

Brandon menyipitkan mata, namun tatapan justru menjadi semakin tajam. Tentu masih diarahkan pada sang sahabat.

Tak perlu dilontarkan balasan dalam bentuk kata-kata karena Erron sudah paham juga, akan reaksinya yang ini.

Hanya tinggal menunggu sampai informasi diberitahukan oleh sang sahabat semua.

Brandon tak mengira bahwa jeda di antara mereka akan tidak berlangsung lama, tapi terjadi hampir lebih dari sepuluh menit.

Kesunyian mengisi menit demi menit waktu pergantian yang terasa lambat. Ditambah dengan pikiran Brandon kian tak terkendali.

"Bisakah kau cepat menyampaikan padaku? Tolong jangan memancingku sekarang."

Mungkin saja, jika orang lain mendengar kalimat darinya yang bernada jengkel dan sangat serius, akan menjadi takut.

Namun, sama sekali tidak untuk sahabat karibnya, Erron justru kembali tertawa.

Hanya seperkian detik saja. Sebab, pria itu segera mengganti ekspresi di wajah. Raut yang menampakkan keseriusan.

Brandon segera menarik kesimpulan lagi, soal informasi yang hendak disampaikan oleh sang sahabat merupakan hal penting.

"Erron, tolong." Brandon meminta kembali.

"Crystal mengalami luka karena serangan dilakukan teman wanita dekatmu."

"Maksudku Sonya Kendall."

Brandon merasakan keterkejutan yang besar akan pemberitahuan sang sahabat, tentu saja. Namun, sebisa mungkin dijaga dirinya dalam menunjukkan reaksi dan ekspresi.

"Luka di bagian mana?"

"Punggungnya. Hanya mendapat goresan pisau kecil dan sedikit cakaran kuku Sonya."

Brandon membelalakan mata. "Kenapa kau meremehkan luka dialami Crystal?"

"Karena dia saja menganggap luka yang dia dapatkan tidak parah. Lagi pula, aku sudah mengajaknya periksa ke dokter."

"Memang tidak ada luka yang serius. Hanya saja hati Crystal yang luka parah."

Brandon seketika diam, walau sempat ingin diutarakan komentar.

Sindiran sang sahabat mengena. Dan, sudah tahu ke arah mana pembicaraan mereka.

Brandon pun enggan meneruskan karena ia memang tidak ingin membahasnya.

"Crystal lebih terluka, saat kau menerima rayuan Sonya. Dan, pada akhirnya, kau jadi bahan rencana busuk wanita itu."

"Bagaimana kau akan menyembuhkan luka yang didapatkan Crystal, Sobat?"

Brandon kembali menajamkan tatapannya pada sang sahabat. Ditunjukkan rasa tidak suka dengan pertanyaan Erron.

Dan, sudah bukan yang pertama kali dirinya perlihatkan. Teman karibnya itu juga tidak pernah kapok menggoda, walah tahu hal tersebut merupakan hal yang sensitif.

"Obat untuk sembuh dari patah hati, tidak bisa semudah itu ditemukan."

"Entahlah, aku tidak bisa melihat Crystal semakin terluka karena perasaannya. Ak--"

"Bisakah kau berhenti mengoceh?"

"Kau kira aku akan berubah pikiran? Walau, kau terus berceramah di depanku, Erron?"

Brandon sadar akan peningkatan emosi di dalam dirinya. Namun, ia merasa wajar.

Erron tentu sadar, akan tetapi tidak tampak penyesalan dalam ekspresi yang sahabatnya itu tampakkan. Justru tersenyum kian lebar.

Brandon butuh pengendalian diri yang lebih besar supaya tak tambah terpancing. Hanya akan berdampak buruk bagi kewarasannya.

"Baiklah, kalau kau tidak mau memberikan perhatian pada Crystal sebagai wanita, kau tunjukkan empati layaknya keponakan."

DEWASA II [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang