Part 4

15.7K 1.1K 53
                                    

Nathan diam menahan kesal. Sejam yang lalu dia baru saja sampai kantor dan heran karena Pak Ali—tangan kanan perusahaan mendiang sang ayah—sudah berkutat dengan berkas yang seharusnya dia tangani. Dan yang lebih mengejutkannya lagi adalah ucapan ibunya di telepon. Beliau benar-benar mengusirnya dari kantor dan menyuruhnya mendatangi kelas pagi bersama Titan. Sepupunya sudah duduk di sofa ruang kerjanya, menunggunya datang untuk pergi bersama. Nathan kira seluruh ucapan di toko buku itu hanyalah bualan semata. Karena saat di rumah pun alias saat sarapan pagi tadi, tidak ada yang menyinggung lagi soal kuliah non-cyber untuknya.

"Lo marah ya, Nath?" tanya Titan sambil melirik kursi penumpang di sebelahnya.

Nathan hanya diam menatap jalanan dengan ekspresi dingin. Bagi Titan, itu kelewat dingin.

"Iya iya, maaf deh. Ini rencana nyokap lo, sumpah! Dan gue sebagai keponakan yang baik—"

"Nyetir aja yang bener," potong Nathan.

Titan langsung bungkam dan tidak berucap apapun lagi sampai mereka tiba di kampus. Setelah BMW itu terparkir, Nathan langsung menyampirkan tas ke pundaknya. Keluar lebih dulu dan meninggalkan sepupunya di belakang.

"Tungguin Nath!"

Nathan menulikan telinga karena masih kesal. Saking kesalnya, dia tidak ambil pusing dengan tatapan memuja dari para mahasiswi dan tatapan heran dari para mahasiswa. Mereka berbisik-bisik saat dia lewat di koridor.

"Udah apa marahnya, nanti ganteng lo hilang," kata Titan setelah berhasil menyusul sepupunya ini.

Nathan menghela napas dan berhenti berjalan, memandang Titan dengan tatapan malas. "Lo udah buat gue keluar dari zona aman gue."

Titan hanya bisa diam untuk saat ini, mempersilahkan Nathan untuk mengeluarkan unek-uneknya. Dia bisa mengatasi kemarahan siapapun, tapi tidak dengan kemarahan Nathan. Sepupunya ini sangat menyeramkan kalau sudah marah.

"Ya lo harus coba sesuatu yang baru, Nath. Zona aman gak selalu aman," Titan coba beralasan.

"Maksudnya?"

Dia menyeret lengan Nathan untuk kembali berjalan menuju tujuan mereka saat ini: Ruang Administrasi. Mereka harus memberi laporan mengenai kepengurusan mahasiswa baru.

"Zona aman lo pasti ada di suatu titik, dan gak akan pindah untuk beberapa waktu lamanya. Coba lo pikir, dua kubu sedang berperang dan salah satu kubu sudah menemukan zona amannya. Pas ketahuan sama kubu lawan, itu udah gak aman lagi, 'kan? Lo ketahuan karena zona lo gak berpindah-pindah. Stay aja terus disana karena merasa aman. Karena lo terlalu keenakan sama tempat itu, lo jadi gak tahu kalau ada zona yang lebih aman dan menyenangkan untuk dicoba," Titan melirik sepupunya. "Nah, nyokap lo tahu dan berusaha untuk memukul mundur zona aman lo. Atau istilahnya membuat lo keluar untuk nyari zona baru."

Nathan mendengkus tapi membenarkan dalam hati. Terkadang sepupu menyebalkannya ini suka benar dalam beberapa hal yang tak dia pahami.

×××

Ana dan Keira berjalan berdampingan di koridor yang penuh mahasiswa. Sekarang Ana memakai celana jeans biru gelap dengan atasan kemeja biru terang dan sneakers putih. Tas ranselnya berwarna hitam dengan ornamen batik di bagian kantung depan. Keira, yang hanya setinggi lengan atasnya, memakai rok jeans hitam selutut dengan atasan sweater putih, dan ankle boots hitam. Mengaitkan faux leather backpack warna caramel di sebelah pundak. Rambutnya yang coklat panjang bergelombang diikat ekor kuda dengan pita. Sedangkan Ana membiarkan rambut hitam legam sebahunya terurai.

Mereka berdua baru saja selesai menghadiri kelas pertama dan akan ke kantin untuk makan siang. Ana bisa melihat kalau adiknya begitu super excited menjadi mahasiswi yang bebas tanpa pengawal—dalam kasusnya adalah pria berbadan besar seperti gorila dan berpakaian hitam-hitam. Dan karena dia disini berperan sebagai bodyguard, Ana mau tak mau harus mendaftarkan dirinya sebagai mahasiswi juga agar bisa mengikuti adiknya kemanapun. Dia sendiri bingung akan posisinya dalam hirarki masyarakat kampus. Titelnya sudah sangat banyak tersemat di belakang namanya. Sudah seperti kereta, kalau kata Reynald. Dan menambah satu titel lagi sepertinya agak berlebihan. Tapi sang ayah mengatakan bahwa ambillah setiap kesempatan untuk mempelajari ilmu baru. Dan akhirnya, Ana bisa sedikit lega dengan keberadaannya di tengah kerumunan pencari ilmu ini.

Final Masquerade Series (#1) : No One Needs To KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang