Part 6

13.8K 1K 51
                                    

Ana bergegas menaiki motornya. Dia kesiangan. Beberapa masalah muncul di Official dan Markas Besar kemarin. Jam tangannya sudah menunjuk angka 9, dan tes akan dimulai sekitar 30 menit lagi. Jika tidak ada tes hari ini, Ana tidak akan terburu-buru dan memilih untuk telat. Bahkan tak masalah jika dia tidak diperbolehkan mengikuti kelas karena terlambat begitu lama. Dia bisa menggunakan kesempatan itu untuk tidur sebentar di perpustakaan. Matanya agak berat sekarang karena baru bisa tidur sekitar pukul 4 pagi, tepat setelah melaksanakan salat subuh.

"Sial," geramnya, segera menancap pedal gas.

Jalan besar sedikit macet, tapi beberapa kilometer kemudian jalanan menjadi sangat berisik karena sirine polisi yang terdengar beberapa meter di belakangnya.

Ana berusaha untuk menghiraukannya dan tetap jalan. Namun bunyi letusan peluru membuatnya kaget. Laju motornya oleng dan nyaris menyenggol kendaraan di sebelahnya. Ada yang salah dengan motor besarnya. Ana menoleh saat mendengar bunyi desisan kuat di bagian ban belakang. Dengan cepat dia menepi untuk memastikan. Ternyata ada lubang sebesar ibu jari orang dewasa, menyebabkan udara pada ban tersedot keluar. Ini jelas bukan bekas tusukan paku.

Ana meringis. Jangan-jangan ini peluru nyasar?!

"Ck, bagus banget," sarkasnya. Dia berdiri dan mematikan motor.

Karena letusan tadi, beberapa pengemudi kendaraan berhenti untuk melihat apa yang terjadi. Beberapa ada yang tetap jalan walaupun berusaha untuk geser ke pinggir untuk memberi akses bagi polisi yang bisa saja lewat sebentar lagi.

Semenit kemudian, BMW hitam melesat cepat di depannya. Menabrak kendaraan yang dirasa menutupi jalannya. Karena tidak peduli pada lampu merah, mobil itu menabrak sebuah truk roti. BMW itu oleng ke kanan dan truk roti oleng ke kiri. Lalu lintas langsung macet total. Tabrakan itu membuat mesin BMW berasap dan kapnya bengkok parah. Dua orang pengemudi segera keluar dan berlari tak tentu arah. Mobil polisi sudah berhenti entah sejak kapan dan mereka mengejar buron tersebut.

Ana melihat jam tangannya. Pukul 9 lewat 15 menit. Persetan lah!

Semua orang yang takut membuat kerumunan dan melindungi diri mereka. Para polisi sudah mengevakuasi perempatan jalan dan menghentikan pengendara yang tetap keras kepala untuk lewat. Ana merapatkan jaket levisnya dan menerobos kerumunan. Ditengah-tengah jalanan yang sedikit ke kanan, kedua buron memegang sandera masing-masing. Mereka adalah pengendara yang kurang beruntung.

Ada empat polisi yang sudah mengacungkan senjata mereka. Semuanya berpostur gendut. Sedang yang mengamankan kerumunan berjumlah tiga orang. Kalau dianalisis lebih lanjut, ada akses super lenggang di belakang para buron karena jalanan sudah ditutup. Polisi mungkin tidak akan bisa mengejar mereka jika para buron berhasil merampas motor milik sandera. Sedangkan para buron terus mundur cukup jauh jika para polisi mendekat satu langkah. Ana menghela napas. Analisanya bisa meleset jika para polisi itu penembak jitu.

Dia melihat sekitarnya dan melihat ada toko waralaba tingkat dua yang menarik perhatiannya. Posisinya juga berada tak jauh di belakang para buron itu. Hanya sekitar 40 meter. Ana segera berlari dan membelah kerumunan. Dia masuk ke toko itu yang pelanggannya heboh karena menyaksikan proses penangkapan di luar. Ana naik ke lantai dua dan mencari tangga darurat yang akan membawanya ke atap. Dia cukup sering berkunjung ke toko waralaba ini dan yakin ada tangga yang dicarinya. Setelah menemukannya, dia memanjat dan membuka pintunya. Atapnya lengang dan ada tangki air di sisi kirinya. Ana berjalan menuju agak ke pinggir dan berjongkok agar tidak terlalu terlihat oleh orang-orang dibawah sana. Para buron mundur beberapa langkah, semakin dekat. Ana merogoh ke belakang tubuhnya dan mengeluarkan Glock 17 lalu menarik slidenya. Saat jarak mereka hanya tinggal 25 meter, Ana membidik.

Ana memegang gripnya kuat dan menyeringai.

DOR!

Satu lumpuh.

Final Masquerade Series (#1) : No One Needs To KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang