Part 23

8.4K 670 45
                                    

Keira menatap sosok di sampingnya tidak percaya. Devon pun menatapnya dengan tatapan yang sama. Tangan mereka nyaris bersentuhan di depan komik One Piece volume terbaru. Keira meringis karena adegan ini cliché sekali dan membuatnya merinding. Matanya menatap awas ke sekitar mencari kamera tersembunyi. Dia sedang tidak masuk acara tv dadakan kan?

"Sumpah gue gak ngikutin lo!"

Keira menggeleng dengan kuat. "Gue juga enggak."

"Hmm ... yaudah, lo mau ngambil ini kan? Ambil duluan, gue ambil di bawahnya."

Keira buru-buru mengambil komik itu dan komik Hai, Miko! yang ada di sebelahnya. "Udah, thanks."

Devon mengangguk. "Lo sendirian?"

Keira hanya bisa menjawabnya dengan anggukan kepala. Sungguh, pertemuan dadakan dan adegan menggelikan tadi membuat pita suaranya mendadak hilang. Bahkan bulu romanya masih berdiri. Membaca adegan dalam novel dan merasakannya langsung ternyata beda sekali. Dirasa kelakuannya tidak cukup sopan, Keira berdeham dan berbicara. "Lo juga ... sendiri?"

"Tadinya berdua, tapi temen gue disamper pacarnya dan minggat."

"Jahat banget."

"Memang jahat," Devon menyeringai. "Padahal kita janji mau main PS setelah ini."

"Jangan ditemenin."

Devon terbahak. "Iya kali ya? Temen dakjal kayak dia seharusnya ditinggal aja, ya kan? Cari orang baru yang paham caranya berteman dengan baik, kayak lo misalnya?"

Keira mengedip, tidak menyangka. "Gue? Gue sih gak keberatan, tapi ..." lo belum lolos screening kak Ana, batinnya. Baiklah, itu urusan belakangan. Dia akan dan bisa menceritakannya nanti kepada sang kakak, jadi dia mengangguk pelan. "That's a weird way to make friends."

Devon tersenyum saja. "Jadi, lo ada agenda apa setelah ini? Gue masih mau cari buku ke rak sebelah sana. Lalu makan."

Keira melihat arlojinya. Masih siang. "Cuma beli buku, trus jajan habis itu pulang."

"Mau bareng?"

"Boleh."

Akhirnya mereka menyusuri rak demi rak sambil mengobrol. Keira pikir dia tidak akan bertemu dengan pria ini lagi. Pria yang ditemuinya saat pameran Arsi dan pria yang sok asik mengajaknya bicara duluan. Jujur saja, dia tidak berharap apapun. Apalagi sifatnya sendiri cukup pemalu terhadap orang asing dan kebanyakan dari mereka menganggapnya sombong karena tidak begitu ramah saat diajak bicara. Dan dia pikir Devon juga menganggapnya seperti itu ketika di pameran, tapi sepertinya tidak juga.

Keira mempelajari banyak hal dari Ana; sikapnya menjawab pertanyaan orang lain dengan lugas dan to the point, adalah salah satunya dan yang paling dia kuasai sekarang. Jika disatukan dengan sifat pemalunya maka hasilnya adalah bencana. Semua orang menganggapnya sombong dan judes. Padahal dia tidak bermaskud seperti itu. Jika sudah kenal dekat dengannya, maka yang bisa mereka katakan adalah Keira makhluk yang super duper berisik. Kak Ana bahkan harus mengunci pintu kerja dan pura-pura tuli agar terhindar dari rengekannya.

Devon orang yang sama berisiknya dan Keira jadi tidak harus berbicara banyak, dia sangat terbantu. Mungkin insting pria itu mengatakan kalau Keira masih malu-malu karena mereka tidak begitu dekat saat ini dan membantu mencairkan suasana dengan bicara lebih banyak. Devon masih memimpin pembicaraan hingga mereka sampai di depan restoran.

"Teppanyaki gapapa?"

Keira melihat ke dalam resto lewat jendela kaca lebar. "Rame gini, gapapa?"

"Kalau mau yang lebih hening, kita ke Hanamasa."

Final Masquerade Series (#1) : No One Needs To KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang