Part 24

8.5K 644 18
                                    

Nathan memasuki ruang rapat begitu Senin tiba. Obrolan yang terjadi diantara enam orang—Direktur Operasional dan Wakil, Direktur Keuangan dan Wakil, Pak Hilmi sang pengacara dan seorang wanita—yang sudah hadir berhenti dan mereka berdiri untuk menyambutnya. Nathan menuju kepala kursi seraya tersenyum lebar, lalu mempersilahkan semuanya untuk duduk kembali. Citra mengisi bagian ekor kursi dan menyiapkan segala hal.

"Selamat pagi semuanya, dan terimkasih sudah hadir on time pada rapat ini. Minggu lalu, saya dan Pak Hilmi," Nathan menatap pria tertua disana lalu beliau menjawab dengan anggukan, "sudah mencari seluruh klausul kontrak dan apakah ada opsi menyelesaikannya dengan cara 'Musyawarah'? Ternyata ada. Jadi, saya minta tolong kepada Direktur Operasional untuk membentuk Tim Negosiasi—yang bisa dibantu dengan staf SDM. Jumlahnya cukup tiga orang saja, termasuk Bu Olin yang juga sudah ada disini," Nathan menatap seorang wanita muda yang merupakan salah satu asisten Pak Hilmi. Olin berdiri dan sedikit membungkuk sebagai perkenalan lalu duduk kembali. "Untuk TOR-nya sudah disiapkan dan bisa dibaca lebih dulu."

Citra berdiri dan menyampaikan tiga lembar file kepada semua orang di ruangan tersebut. Selagi mereka membaca, Nathan membuka ponselnya dan melihat chat room. Ana membagikan feeds yang terjadi kemarin namun baru diposting hari ini. Karena isinya adalah video singkat sepuluh detik Keira dan ada timer berjalan di kiri bawah frame. Gadis itu mengambil sebuah bando kelinci dari gantungan bando dan memakainya di kepala sambil bercermin. Tersenyum lima jari ke arah kamera ketika hasilnya memuaskan. Feeds selanjutnya adalah sebuah foto tangan seseorang memegang bando tanduk rusa dan emoji wajah berpikir di sampingnya. Nathan kenal tangan itu, tangan yang urat-uratnya menonjol jelas dan tampak kuat.

Tangan Ana.

Itu adalah feeds terakhir namun hasilnya terjawab karena Ana mengubah foto profil-nya; Keira dan Ana berdiri berdampingan di depan cermin besar, sang adik memeluk dari samping tubuh besar sang kakak dengan bando di masing-masing kepala. Ana yang mengambil gambar karena memegang ponsel di tangan kanan, mengangkatnya sejajar dengan bahu. Kepalanya terpasang bando tanduk rusa seraya tersenyum masam sedangkan Keira terlihat begitu senang. Nathan terkekeh pelan dan menekan tombol screenshoot sebelum mematikan kembali ponselnya.

Ketika beberapa dari mereka sudah menaruh kembali lembaran kertas itu, Nathan angkat bicara. "Bu Olin, saat ini kami memang sangat dirugikan. Tapi saya tidak begitu suka bertikai di depan hukum. Dan saya juga yakin tidak ada pihak yang 100% benar—kesalahan selalu mungkin terjadi di kedua belah pihak. Mungkin ada alasan lain yang jadi pendorong mereka melakukan hal gegabah. Jadi saya mohon sekali agar tim ini dapat berhasil dengan baik. Pak Hilmi juga sudah mengajukan berkas ke pengadilan meminta sebagai pihak netral, mungkin akan ada kabar pihak ketiga mereka ... secepatnya lusa. Tapi SP lain juga sudah siap untuk di-raise ke bagian Perkara jika tidak ada pilihan lain."

Olin Ankita merupakan Mediator Berlisensi di bawah naungan Firma Hukum milik pak Hilmi. Pak Hilmi sendirilah yang menunjuk wanita muda itu untuk menangani kasus ini sebagai perpanjangan tangan. Olin tersenyum. "Akan sangat kami usahakan, Pak Nathan. Namun masih ada beberapa poin yang harus lebih dijelaskan."

Nathan melemaskan punggungnya pada kepala kursi. "Silahkan."

Dan rapat itu berlangsung 2 jam kedepan.

×××

Ana memarkirkan mobil di B1 karena sudah tidak kebagian tempat di ground. Hari ini dia memakai celana panjang hitam dan sneakers, namun atasannya tetap menggunakan PDH. Baru saja menutup pintu mobil, Vija—salah seorang Letda di pasukannya—menghampiri dan memberikan sikap hormat. Ana membalasnya dengan lebih santai dan bertanya. "Another urgent?"

Vija mengangguk kaku. Ana berjalan menuju lift dan mengeluarkan lollipop, menawarkan satu buah pada pria 24 tahun itu, yang diterima dengan senang hati. Begitu pintu lift tertutup setelah angka 5 ditekan, Ana mengkode Vija untuk lanjut bicara. "Pak Martin kemarin ke Bandung. Gak aneh sebenernya, tapi salah satu anak buahnya nongol di Posko Purnama Bhakti."

Final Masquerade Series (#1) : No One Needs To KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang