Part 15

10.3K 845 74
                                    

Keesokannya, karena tidak ada kelas dan mumpung kakaknya ada di rumah, Keira mengajak kakaknya untuk berziarah ke makam Ibu mereka. Setelah berdoa cukup lama, mereka hanya duduk diam di sisi kanan – kiri makam sang ibunda, menatap nisan batu itu dengan pandangan yang berbeda. Ana yang menatap penuh kerinduan dan Keira yang hanya bisa menatap kosong karena tidak tahu harus bagaimana.

Devianta Dean Hamida.

Ibunya meninggal setelah melahirkannya. Kalau dia bilang dia rindu ibunya, itu jelas mustahil karena tidak ada satupun memori yang dia punya terhadap beliau. Tapi walaupun begitu, dia selalu mengirimkan doa kepada sosok yang sudah berhasil membawanya ke dunia.

"Apa yang bakal ibu bilang kalau lihat kita sekarang?" tanya Keira tiba-tiba.

Ana, yang masih tetap menatap nisan menjawab. "I'm so proud of you."

Keira jadi cemberut. "Of you."

Ana menoleh dan memanggil adiknya. Ketika Keira sudah menatap wajahnya, dia berkata. "I'm so proud of you."

Dengan kaku, dia menunjuk dirinya sendiri. "Of me? B-but why?"

"Kakak mewakili ibu. Ibu pernah bilang bahwa apapun yang kakak rasakan kepada kamu saat ini, ibu pasti merasakan hal yang sama."

Keira tidak mengerti.

"Memang bukan kakak yang melahirkan kamu. Tapi setelah ibu tiada, ibu berpesan untuk menjaga kamu, mendidik kamu dan tentu saja menyayangi kamu sebagaimana mestinya ibu melakukan semua hal itu, sebegaimana kakak mendapatkannya dari ibu. And I did. Hanya gak bisa begitu persis, karena mau semirip apapun ... kakak tetap gak bisa menyerupai ibu. Karena itulah ibu pasti akan setuju dengan pendapat kakak saat ini, karena kakak adalah utusan ibu."

Lidah Keira terasa kelu.

"Kamu menangis keras setelah keluar dari rahim ibu dan langsung terdiam ketika dipeluk beliau. Seperti sudah mengetahui tandanya, ibu langsung mengatakan pesan-pesan tadi. Ibu mencium kamu cukup lama sebelum akhirnya menutup mata. Dan ketika kamu diambil dari ibu, kamu kembali menangis hebat. Karena kamu pasti merasa kalau akhirnya seluruh keindahan dan kebaikan yang ada di dunia ini terenggut dari kamu.

"Tanda vital kamu sehat walaupun kamu gak mau berhenti menangis. Ayah sampai kewalahan dan gak tahu harus apa. Kita semua kehilangan dan dihadapkan oleh kenyataan bahwa ada satu bayi malang yang tidak bisa diurus oleh ibunya. Bibik berusaha sebisanya untuk nenangin kamu tapi gak berhasil. Ketika akhirnya kakak turun tangan, setelah mengumpulkan keberanian, kamu entah bagimana langsung terdiam. Tertidur di pelukan kakak."

Keira sudah menatap kakaknya dengan air mata yang mengalir deras.

"I'm your not officially mom. Tapi percayalah kakak memberikan semuanya, Kei. Semua yang dulu pernah ibu berikan ke kakak kepada kamu. Watak kakak keras karena didikan yang kakak terima, tapi watak kamu lembut seperti ibu—karena itulah yang coba kakak berikan ke kamu. Mungkin kamu merasa kakak jadi punya dua kepribadian sekarang, tapi saat membesarkan kamu, kakak gak pernah menunjukkan watak asli. Ayah memanjakan kamu karena selain kamu anak bungsu, kamu juga seperti ibu—ibu dulu sangat dimanja oleh ayah. Ayah selalu bilang kalau dia melihat sosok ibu dalam diri kamu."

Keira terisak.

"Hal terberat yang harus kakak lalui adalah saat masuk Akmil. Kakak harus ninggalin kamu yang saat itu baru berumur 5 tahun. Tapi ayah meyakinkan kakak kalau kamu sudah mandiri, kamu akan bisa menjalaninya tanpa kakak. And you did. Until now. That's why we're so proud of you, Keira."

Sambil menangis, Keira mengulurkan kedua lengannya, meraih-raih sosok ibu yang dia punya. Ana bangkit dan berpindah tempat agar lebih dekat dengan sang adik. Keira langsung menariknya ke dalam pelukan dengan tangisan yang semakin keras.

Final Masquerade Series (#1) : No One Needs To KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang