03

33.8K 2.6K 46
                                    



03; Bad

~

Perempuan berambut hitam kelam tersebut mulai mengernyitkan keningnya ketika ia memandangi halaman bukunya yang penuh dengan corat-coretannya sendiri; Devin menaruh ujung pensil mekaniknya di bawah dagu, dan masih berpikir. Kenapa jawabannya salah? Ia rasa sudah ia sudah memakai rumus yang benar.

Devin kini berada di atap sekolah Timur pada jam pulang sekolah, ia memutuskan untuk belajar sendirian di atas sana. Karena ia pikir jaranglah, orang-orang datang ke sini pula. Lagipula Devin sering ke sini, jarang kok murid-murid mengambil tempat tersebut sebagai tongkrongan. Kecuali di gedung barat, nah-Sepertinya para anak cowok mengambil tongkrongan di sana.

Ia membenarkan headset yang ia kenakan dan makin menaikkan volume lagu di handphone-nya; Devin memejamkan kedua matanya untuk sesaat, kemudian menghela napasnya. Devin yang dengan bebasnya duduk-duduk di sana itu masih melanjutkan kegiatan belajarnya tanpa memperdulikan apapun. Lagipula, ia juga tak mau di rumah, karena pasti Ayahnya belum pulang. Dan ia tidak suka berada di rumah sendirian, sebenarnya.

SRET!

"Woi!"

Devin membelalakkan kedua matanya seraya menoleh ke belakang; Melihat sesosok figure lelaki yang telah melepas sebelah headset-nya dari telinga. Saking shock-nya, perempuan itu langsung berdiri dan membuat buku-buku yang tadinya berada di pangkuannya terjatuh berceceran di lantai.

"Gue ngajak ngomong lo, budek lo lama-lama pake ginian!" Bentak pria itu di hadapan Devin, "Selalu aja gue harus ngomong kayak sama patung kalo ngadepin lo."

Ardianto Suri; Dengan sinisnya memandang Devin seakan perempuan itu adalah serangga. Devin terhenyak, ia menundukkan kepalanya, membiarkan poni acaknya menghalangi wajah yang dimilikinya. Masih tak berani berbicara karena takut, Devin pun berjongkok perlahan dan mengambil buku-bukunya satu-persatu.

Terdengar helaan napas di hadapannya, Devin meneteskan sebelah air mata - Efek mungkin Devin memang orang yang tak bisa dibentak, apalagi dengan seorang lelaki.

Tetapi Suri segera berjongkok pula di hadapannya dan mengambil buku-buku milik Devin itu, membantu kegiatan Devin agar cepat selesai. Karena Devin ketakutan, ia malah segera berdiri dan mulai berjalan melewati Suri tanpa memperdulikan beberapa bukunya yang masih di tangan pria itu.

Sayang, Suri dengan cekatannya menahan lengan Devin terlebih dahulu. Menimbulkan bintik-bintik yang muncul di seluruh tubuhnya; Devin reflek menarik lengannya dari Suri tanpa mau berbalik ke belakang.

"Heh, ini buku lo." Cetus Suri, "Ogah banget gue harus nganterin ginian buat balikin ke elo, ngerepotin amat."

Devin meneguk ludahnya; Lalu dengan takut-takut ia memutar badannya dan masih di posisi menunduk, mengambil buku-bukunya yang ada di tangan Suri.

Seketika Suri menarik kerah Devin, membuatnya mengangkat dagu dan bertemu mata dengan sang pria. Devin dengan kedua mata sehabis menangis, dengan wajahnya yang penuh bintik-bintik seperti campak - Oh, Devin sendiri tak tahu lagi harus berpikir apa. Ini kedua kalinya Suri menariknya kasar seperti ini.

Perlahan genggaman di kerah Devin pun mengendur, dan Suri menjauhkan tangannya dari kerah Devin. Ia mendengus sambil melirik ke arah lain, "Sori."

Devin yang tadinya ketakutan, lama-kelamaan perasaan takutnya barusan memudar dan berubah menjadi kebingungan.

Pandangan Suri tertarik dengan buku-buku yang ada di tangan Devin.

"Lo belajar Matematika? Ada tugas? Udah sampe materi mana?" Tanya Suri sambil melepaskan puntung rokok yang menyelip di antara celah bibirnya.

Dumb DumbWhere stories live. Discover now