17

19.2K 1.8K 63
                                    

17; Hey there, Black Bunny

Terlihat para murid kerap beramai-ramai menuju lapangan sepak bola di jam pulang sekolah seperti ini. Tak lain dari bertujuan untuk menyemangati pelatihan ekskul futsal, memang benar; Dominan perempuan menjadi penonton terbanyak di lapangan outdoor sekolah.

Devin yang kini telah berada di bangku panjang dekat lapangan itu hanya memeluk tasnya sembari menonton para anggota sepak bola sedang memulaikan pelatihannya hari ini. Ia mengangkat alis ketika bertemu mata dengan salah seorang pria di sana,

Harun.

Lelaki itu segera tersenyum tipis ke arah Devin, membuat Devin membalas senyumannya langsung.

"YAAMPUNN TADI KAK HARUN SENYUM KE GUEEEE!"

Devin mengernyitkan keningnya seraya menoleh ke belakang; Mendapatkan banyak adik kelas perempuan yang telah berada di belakang Devin.

Beruntungnya Devin berada di dalam perbatasan pagar lapangan, kalau tidak, habis dia oleh kerumunan anak-anak itu.

Memang Harun mengajak teman-temannya untuk menonton pelatihan besarnya hari ini, mengingat sekarang Harun mengambil posisi pemimpin di ekskul futsal, dan sebentar lagi masa jabatannya akan habis.

Musa dan Sani ada les, Merda harus mengajari para anggota baru di ekskul Saman, dan Suri? Katanya dia akan datang, tapi telat.

Bunyi peluit dibunyikan oleh wasit, bunyinya begitu nyaring sampai Devin sendiri melongo.

Permainan di mulai, dan para anggota futsal segera menggerakkan kakinya untuk menjalani pertandingannya.

"Ayo Haruuun!" Devin berdiri dari bangkunya, membiarkan tasnya terjatuh dari pangkuan dengan kedua tangan dilayangkan ke atas.

Dan pekikan dari para penonton menyelimuti suara Devin sehingga sama sekali takkan terdengar oleh Harun pula.

"Kak! Misi dong! Ngalangin!"

Devin menoleh ke belakang, dan mendapatkan para adik-adik kelasnya mulai mengomelinya dari balik pagar berbahan jaring-jaring besi tersebut.

Ia hanya meringis, dan mengangguk malu. Devin kembali ke duduknya—

"Suka-suka dialah, songong amat lo pada jadi ade kelas."

Suara serak itu membuat Devin melirik ke samping, dan menemuka figur lelaki jangkung yang kini sedang melototi para adik kelasnya tersebut.

Devin mengernyitkan keningnya, "..Suri?"

Tanpa Suri ingin merespon panggilan dari Devin, ia malah menendang pagar lapangan dengan datar.

"Pergi lo pada, cuman ganggu konsen-nya Harun." Cetusan Suri membuat seluruh perempuan itu terdiam ketakutan.

Lama-kelamaan kerumunan tadi segera berkurang, dan pergi dari sana.

"Suri, kamu nakutin mereka lho." Tukas Devin, khawatir.

Suri membenarkan pegangan tasnya seraya menengok pada perempuan yang lebih pendek darinya,

"Lo tau ngga, sekarang lo dicap apa sama anak kelas 10?"

Devin memiringkan kepalanya sedikit, "Apa?"

"Si pelabrak, makanya ade-ade kelas sekarang malah makin berani gitu ngadepin lo, bukannya takut; tampang lo polos sih, bingung gue."

"A—Aku ngelabrak siapa?" Devin mengalihkan pandangannya, malah terdengar bingung dan berusaha mengingat-ingat sesuatu.

Suri mendengus, berjalan melewati temannya yang satu itu. Ia menaruh tasnya di atas bangku panjang yng tadi Devin duduki,

"Anggun," Ujar Suri, mengambil duduk di bangku panjang itu; Menonton Harun yang masih sibuk menjalani pertandingannya.

Dumb DumbWhere stories live. Discover now