14

19.9K 1.9K 80
                                    

14; Craving for Attention?!

~

Pelajaran Sosiologi pun berakhir, sekelas yang tadinya hening untuk fokus ke depan memperhatikan pelajaran yang dibimbing oleh Pak Oki, segera kembali ramai bergemuruh setelah Pak Oki keluar dari kelas.

Sani dan Musa kini sedang sibuk mengobrol, begitu pula Harun juga Merda; Mereka seperti membicarakan sesuatu yang begitu penting, sampai Devin tak berani bergabung dengan di antara dari mereka. Saat ia menoleh ke belakang, Suri sudah tertidur di atas mejanya dengan lengan yang memapahkan wajahnya sendiri.

Kemudian Devin memindahkan pandangannya ke meja guru di depan; Ia membelalakkan kedua matanya, menyadari kalau buku-buku tugas Sosiologi kelasnya belum dibawa oleh Pak Oki ke kantornya, ketinggalan. Devin pun berdiri dari kursi dan berjalan ke depan, membawa tumpukan buku-buku itu sekuat tenaga sembari keluar kelas.

Ia berjalan melewati koridor lantai 3, sempat ia membenarkan posisi pegangannya pada tumpukan buku-buku itu—Sayang,m ia tak dapat menjaga keseimbangannya. Ketika satu buku di atas ingin terjatuh, reflek ia menarik tubuhnya ke belakang agar buku tersebut tertahan.

Tetapi punggungnya bersandar dengan sesuatu,

"Ngapain?"

Suara serak basah itu membuat Devin mendongak ke atas, mendapatkan wajah Suri sudah menatapnya dengan pandangan heran. Ah, sekaligus cukup kusut, mengingat ia baru bangun tidur.

Bintik-bintik di seluruh tubuh juga wajah Devin langsung muncul, ia mengerjapkan kedua matanya, kaget. "Mau nganterin buku ke kantor, Pak Oki ninggalin buku-buku tugas yang tadi dah kita kerjain."

Suri mengambil sebagian buku itu dari Devin dengan masih di posisi belakang si gadis; Kemudian ia berpindah posisi ke sebelah Devin,

"Ikut ya? Gabut gue." Kata Suri, malas.

Kemudian Devin terkekeh kecil, dan mereka mulai berjalan bersampingan menyusuri koridor lantai 3. Saat turun dari tangga, beberapa adik kelas yang melewati mereka berbisik-bisik memandangi kondisi Devin dengan masih dalam Mode alerginya.

Sesekali Suri menoleh ke arah mereka yang membicarakan Devin dari belakang dengan tajam; Membuat para penggosip itu kabur, terbirit-birit.

"Santai aja kali Sur, aku kan udah biasa diginiin." Ucap Devin, santai. Namun, itu tak mengubah prinsip Suri yang menurutnya itu membicarakan kelemahan Devin di belakang adalah hal menyebalkan.

"Ya tapi gue nggak suka." Ketus Suri, dan Devin langsung bungkam karena takut akan aura tajam Suri yang mulai dapat ia rasakan di sekitarnya.

Buru-buru Devin mencari topik pembicaraan yang dapat mencairkan suasana tajam itu, sebuah ide muncul dalam benaknya tiba-tiba.

"Kemaren aku nyari-nyari tempat kuliah gitu yang bagus, terus tadinya mau di jawa timur gitu kan ya—Eh, bokap gak bolehin, aku disuruh masuk swasta Jakarta, tapi nyari kuliah swasta yang punya pendidikan bisnis yang bagus." Celoteh Devin segera,

Suri meliriknya sebentar, kemudian memandang lagi ke tangga yang mereka turuni, sampai mereka tiba di lantai dua.

"Sama, gue juga mau di swasta, Jakarta." Tukas Suri, membuat Devin menoleh dengan kedua alis terangkat.

"Jurusan?" Tanya Devin, penasaran.

"Sama kayak lo." Dengus Suri, "Lagian gue bingung mau apaan, Musa mau masuk Teknik, Sani ke Desain Interior, Merda ke Musik, terus Harun ke Akuntansi—Nggak ada yang gue suka di salah satu dari mereka, dan kedengerannya susah buat diikutin, paling gampang ya paling lo doang."

Dumb DumbWhere stories live. Discover now