Sepuluh

453K 19.9K 1.4K
                                    

"Bersamaan dengan acara ini saya selaku CEO dari  Martadipura Group dengan ini menyerahkan jabatan saya kepada  putra tunggal saya, Raditya Martadipura."

Riuh tepuk tangan menggema di seluruh ruang ballroom saat Darmawan Martadipura selesai melakukan pidatonya di atas  panggung. Dengan itu, maka resmilah Radit menjabat sebagai  CEO di perusahaan ayahnya. 

"Hebat ya temanmu itu. Masih muda udah bisa gantiin  ayahnya," ujar Rafi yang dibalas dengan anggukan setuju oleh  Aldi. Mereka berdua menghampiri Radit dan Darmawan yang  baru saja turun dari atas panggung. 

"Selamat ya, Pak. Sekarang bisa pensiun nih," ujar Rafi  sambil menyalami Darmawan.

"Ah, pak Rafi ini bisa aja."

"Congrats ya, Nyet," ujar Aldi.

Radit menaikkan-turunkan kedua alisnya. "Ya nggak?"

"Yoi banget! Oh jadi ini sebabnya lo maksa kita-kita buat  dateng. Dasar tukang pamer." Aldi menyikut Radit.

"Hoi, Nyet!" teriak Andre dengan suara nyaringnya. Sontak  Rafi dan Darmawan melirik ke arahnya. Mereka hanya bisa geleng  kepala melihat Andre berlari ke arah mereka. 

"Widihhh. Mantap!" ujar Andre begitu tiba di hadapan mereka. "Hey, Ndre! Papamu mana?" tanya Darmawan.

"Ada di belakang. Jalannya lelet, jadi saya tinggal, Om."  Andre cengengesan sembari menggaruk tengkuknya.

"Dasar anak durhaka!" sahut Darmawan. 

Tawa mereka langsung pecah saat tiba-tiba seorang laki-laki  paruh baya muncul dan langsung menjewer telinga Andre.  "ANAK SABLENG!"

"Aw... Aw... Sakit, Pa." Andre meronta.

"Tega ya papanya ditinggal sendirian di pom bensin! Nanti  kalo Papa diculik gimana?"

Aldi menepok jidat. Bapak sama anak nggak ada bedanya. "Ih Papa pede banget sih. Papa 'kan udah bangkotan, nggak  ada yang napsu nyulik Papa." Perkataan Andre itu malah membuat  papanya, Arnold, semakin semangat menjewer anaknya. "Hiihhh, dibilangin sama orangtua nggak boleh ngejawab!" "Ya ampun, Pa. Nanti Andre aduin ke Kak Seto baru tau  rasa deh. Ini udah termasuk kekerasan terhadap anak lho." Darmawan tertawa. "Sudah-sudah Pak Arnold. Kasian  Andre-nya." 

Akhirnya Arnold melepaskan jewerannya.

"Oh, iya! Hampir lupa. Selamat ya Radit, Darmawan." Arnold  menyalami anak dan bapak itu bergantian.

"Iya sama-sama. Makasih banyak ya sudah menyempatkan  hadir," ujar Darmawan.

Mereka semua mengobrol tentang kemajuan bisnis mereka masing-masing. Sedangkan, anak-anak mereka sibuk menyicipi segala hidangan yang tersedia di sana.

"Eh gila ini enak, Nyuk. Lo harus coba!" Andre menyuapi paksa sesuap daging mentah ke dalam mulut Aldi.

"Huekkkkkk." Aldi langsung memuntahkannya. "Apaan enak? Hueekkk.... rasanya aneh."

"Norak dasar!" Radit menimpali.

"Aldi. Ayo ikut Papa sebentar. Papa mau kenalin kamu sama teman Papa," ujar Rafi.

Aldi kemudian mengekori langkah Rafi.

"Hy, Tom!" Rafi menepuk pundak laki-laki berumur empat puluhan di depannya. Laki-laki itu menoleh, sejurus kemudian tersenyum. Ada rasa rindu menyeruak dari dalam mata keduanya.

"Udah lama nggak ketemu." Laki-laki itu langsung memeluk Rafi. Cukup lama sampai membuat Aldi sempat memasang ekspresi tak wajar di wajahnya.

"Itu karena kamu terlalu sibuk kerja," balas Rafi diiringi tawa ringan di ujung kalimatnya.

I'm YoursWhere stories live. Discover now