Dua Puluh Tiga

397K 19.1K 2.1K
                                    

Sepulang sekolah, Aldi langsung mengungsi ke apartemen Radit. Memaksa ketiga sahabatnya untuk ikut dengannya. Masa bodoh dengan Vino yang ada janji menemani Kezia ke mal. Masa bodoh dengan rencana Andre ke dokter hewan karena Molly sakit. Masa bodoh juga dengan Radit yang harus menunda pekerjaannya demi menemani sahabatnya yang sedang galau ini.

Vino memperhatikan sekeliling. Baru ditinggal ke kamar mandi sebentar, segala macam makanan ringan, minuman bersoda, dan bantal kecil semua berserakan di atas karpet bulu berwarna merah yang mereka duduk sekarang ini. Vino memilih duduk di sebelah Radit sembari menyandar pada tempat tidur Radit yang ada tepat di belakangnya.

Radit menghela napas jengkel melihat Aldi yang terus-menerus meneguk minuman soda dengan shot glass, seolah-olah minuman itu adalah sejenis bir.

Radit menyenggol bahu Vino. "Eh, Vin. Jangan-jangan si Aldi gila, otaknya geser kali ya gara-gara ditampar Letta. Tuh, liat! Shot glass gue dipake buat minum Coca-Cola, anjir," bisiknya.

"Udah biarin aja. Orang patah hati mah dunianya beda ama kita," ujar Vino. Beberapa detik kemudian handphone-nya berdering.

Kezia is calling...

"Bini gue nelepon," ujar Vino lalu pindah ke atas, merebahkan dirinya pada ranjang empuk milik Radit, lalu sibuk sendiri dengan handphone-nya, merayu Kezia yang sekarang sedang ngambek karena acara kencan mereka gagal total karena ulah Aldi. Eh, ulah Letta dong! Kalau Letta nggak nolak Aldi, Aldi nggak bakal galau-galauan gini dan maksa gue buat nemenin dia di sini, pikir Vino kritis.

Awalnya mereka bertiga heran melihat Aldi lebih memilih minuman soda itu ketimbang Red Label, Bacardi, Martini, ataupun Jackdaniels di etalase minuman milik Radit. Sampai tiba-tiba Aldi berkata, "Gue mau berubah buat Letta. Letta gadis baik, pasangannya cowok baik-baik juga."

Sadis! pikir Andre. Cinta dapat mengubah hidup dan pandangan seseorang dalam seketika.

"Sumpah gue nggak nyangka respons Letta bakal seanarkis itu. Seharusnya 'kan dia meluk gue kayak yang Kezia lakuin ke Vino waktu itu," rengek Aldi. Bibirnya mengerucut, sedang kedua alisnya hampir tertaut.

"Lo sih kagak kreatif amat pake nyontek caranya si Vino. Sabar ya, Nyet. Mungkin lo lagi kena azab dari yang mahakuasa," ejek Andre sok prihatin dengan muka sok sedih yang dibuat-buatnya.

Kalau bukan temannya, rasanya Aldi ingin sekali menendang muka imut Andre itu hingga terpental.

"Kan udah gue bilang! Cara semacam itu nggak akan mempan buat cewek kayak Letta. Lo sih nekat! Oon dasar!" timpal Radit.

"Gue pikir Letta bisa luluh. Mana gue tahu kalau dia bakal nampar gue kayak tadi."

"Si bego," ejek Andre.

"Cot!" Aldi melotot ke arahnya.

"Eh, eh! Cewek kalo lagi ngambek diapain ya?" sela Vino sambil tangan kirinya menjauhkan handphone yang ada di genggamannya, takut Kezia mendengarkan.

"Putusin aja. Kalau nggak bahagia mah lepasin!" celetuk Radit asal. Vino mengernyit.

"Idih, dasar sarap! Susah emang kalo nanya sama orang yang anti banget sama status," sindir Vino, lalu memeletkan lidahnya. Radit berdecak, memutar bola matanya sebal.

"VINO, KAMU DENGERIN AKU NGGAK SIH?!!!!!" teriak Kezia. Mahadahsyat, suaranya jelas sekali terdengar oleh mereka padahal Vino sedang tidak mengaktifkan loudspeaker-nya.

"Eh, gila! Itu mulut apa speaker buat dangdutan?" celetuk Andre.

"SIAPA TUH YANG NGOMONG?" tanya Kezia menggertak.

I'm YoursDonde viven las historias. Descúbrelo ahora