Another 5% Part 5

28.1K 1.3K 17
                                    

Rolan menggendong Sabrina yang lunglai dan berjalan menuju sayap rumah sakit tempat penderita kanker di rawat intensif.  

Suster yang berjaga di sana. Suster yang sangat dikenalnya karena Rolan juga lama di sini langsung berdiri dari tempat duduknya. Menyongsong mereka dengan panik,  

"Astaga. Tuan Rolan. Bagaimana... Kenapa bisa nona Sabrina??" Lalu suster itu menyadari bahwa Rolan tampak begitu sehat dan kuat, "Anda tidak apa-apa Tuan Rolan? Anda menggendong Sabrina?"  

"Aku tidak apa-apa." Rolan tersenyum penuh keyakinan, "Aku baik-baik saja suster, jangan cemaskan aku, dimana kamar Sabrina? Aku akan menidurkannya di sana."  

"Di lorong itu lurus. Kamar sebelah kanan  yang paling ujung di seberang kamar anda.... Astaga dia tampak pucat sekali, seharusnya dia tidak boleh berjalan-jalan keluar, dia pasti menyelinap tadi." Wajah suster itu memucat, " saya akan memanggil dokter."  

Rolan menganggukkan kepalanya, dan membawa Sabrina yang lunglai digendongannya ke kamar yang ditunjukkan suster itu.  

Kamar itu berada jauh di ujung. Lokasinya berseberangan dengan kamar Rolan - yang sebentar lagi akan menjadi bekas kamarnya - Selama sakit Rolan hampir tidak pernah keluar kamar, kecuali saat dia harus melakukan pemeriksaan di luar. Pantas saja dia tidak pernah melihat Sabrina sebelumnya meskipun sebenarnya kamar mereka hanya berseberangan.  

Kamar Sabrina lengang seperti kamarnya di rumah sakit, tetapi terkesan feminim karena sprei dan bed covernya berwarna pink, sepertinya dibawa sendiri dari rumah.  

Dengan lembut dan hati-hati, Rolan membaringkan Sabrina ke atas ranjang. Dia memperhatikan betapa pucatnya perempuan ini. Tiba-tiba hatinya terasa sedih membayangkan betapa perempuan semuda dan serapuh ini mengalami kesakitan sama seperti yang pernah dirasakannya dulu. Seandainya Sabrina tidak sakit, dia pasti akan menjadi perempuan yang ceria....  

Bulu mata Sabrina yang panjang dan tebal bergerak-gerak, lalu mata hijau bening itu terbuka, tampak bingung dan menatap ke sekeliling. Sabrina mencoba bangun dan duduk, tapi Rolan segera mencegahnya,  

"Jangan bangun dulu, kau baru saja pingsan, kau pasti pusing."   Sabrina mendongakkan kepalanya dan menatap Rolan seakan baru menyadari kehadirannya.   "Ah...kau... Kau yang menolongku di lorong tadi." Perempuan itu mengernyit seakan kesakitan.  

"Dokter akan segera datang, apakah kau pusing?" Rolan tahu bagaimana rasanya, bagaimana sakitnya kepalanya dulu...  

Sabrina menganggukkan kepalanya, tersenyum lemah. "Aku selalu merasa pusing dan mual setiap saat..... Lama-lama aku terbiasa." Sabrina menatap Rolan lagi, "apakah kau sedang membesuk seseorang di sini?"  

Rolan tersenyum dan menggelengkan kepalanya, "Bukan. Aku pasien di sayap rumah sakit ini, kamarku ada di ujung sebelah sana."   "Pasien di sayap Rumah sakit ini?" Sabrina mengerutkan keningnya, "Kau tampak terlalu sehat untuk seorang penderita kanker."  

Rolan terkekeh, "Aku sudah sembuh."   "Sembuh?" Mata hijau Sabrina yang indah membelalak lebar, "Bagaimana bisa?"  

"Aku sembuh begitu saja." Rolan tersenyum, mengangkat bahunya.  

Sabrina membuka mulutnya tampak hendak berbicara. Tapi kemudian dokter Beni masuk. Dia tersenyum menatap Rolan yang juga ada di ruangan itu,

 "Di sini anda rupanya Tuan Rolan, saya menunggu anda di ruangan saya untuk membicarakan hasil test anda."  

Rolan tersenyum meminta maaf,   "Maafkan saya, saya sudah dalam perjalanan ke sana ketika saya menemukan Sabrina hampir pingsan di lorong."  

"Ah ya, Sabrina." Dokter Beni menoleh ke arah Sabrina yang setengah duduk di ranjang dengan pipi memerah, "Kau rupanya memutuskan untuk berjalan-jalan lagi sendirian. Untung tadi ada Rolan menolongmu, kalau tidak kau akan terbaring di lorong sana beberapa lama sampai ada orang lain lewat. Bukankah sudah kubilang kalau kau hendak jalan-jalan kau bisa memanggil suster perawat untuk menemanimu?"  

Another 5%Where stories live. Discover now