Chapter 5

42.6K 3.2K 130
                                    

Beberapa tahun yang lalu ketika hari pertama di kantor barunya, Athaya berkenalan dengan Radhi, Ganesh, dan Fajar. Mereka adalah teman-teman satu timnya di divisi IT. Radhi dan Ganesh sama-sama memegang posisi System Engineer, yang kerjaannya mantau dan ngurusin jaringan komputer kantor, server, dan database. Mereka jago banget kalo udah urusan jaringan komputer, Cisco, mainframe, Vmware, SQL Server, even Oracle, etc-you-named-it. Nggak ngerti ya? Yah, intinya mereka berdua kuncennya jaringan internet kantor, server, dan database. Jadi kalo tiba-tiba telepon kantor mati, atau internet nggak jalan, atau server down, mereka adalah orang pertama yang diburu orang-orang sekantor. Sedangkan Fajar itu programmer, agak lebih kalem, kerjaannya ngoding aplikasi-aplikasi yang dibutuhin kantor dan ngehandle masalah-masalah software.

Walaupun jago soal komputer, tapi masalah cewek... Meh. Kelakuannya itu lho, genggeus (baca: ganggu) banget. Pertama kali Athaya masuk, mereka tuh kerjaannya godain Athaya mulu. Ngeluarin jurus-jurus basi, kayak, "Ta, foto bareng dong.. Gue pengen kasih tau temen gue, dia nggak percaya kalo ada bidadari kerja di kantor ini," ini sih kerjaan si Radhi. Manggil-manggilin Athaya kalo lagi ngumpul, macam tukang ojek pangkalan. Atau kalau Athaya memohon-mohon untuk diberi akses ke database tertentu, lalu mengeluarkan suara memohon manja, mereka akan langsung berseru, "Aaaaahhhh... Abang gemes dengernyaaaa....."

Pernah juga nih, kalau Athaya mau pulang, Ganesh akan bertanya, "Ta, mau pulang?"

"Iya."

"Sama dong, gue juga. Naik apa? Rumahnya dimana?"

"Naik bis, ke Rempoa."

"Wah searah tuh sama gue!"

Lalu Radhi dan Fajar cekikikan. Jeduk! Sebuah pulpen melayang dari tangan Radhi ke pundak Ganesh.

"Rumah lo di Rawamangun, dodoool! Kaga ada searah-arahnya!" Seru Radhi ke Ganesh.

Athaya juga tertawa ngakak mendengarnya.

"Ya elah, Rad, modus dikit sih! Sirik aje!" Dumel Ganesh.

"Jangan mau, Ta, ntar diculik!" Timpal Fajar.

Di tengah-tengah bercandaan itu, Athaya menangkap sesosok laki-laki yang sedari tadi juga memperhatikan tingkah anak-anak itu. Area duduk mereka memang tidak terlalu jauh, dan kalau anak-anak IT sedang berisik, bisa terdengar sampai jarak beberapa meter.

Cowok itu berambut lurus acak-acakan, panjangnya tanggung, hampir menyentuh telinganya. Tinggi badannya mungkin sekitar 180 sentimeter, dengan bahu yang lebar dan urat-urat nadinya yang tampak di lengannya. Cowok itu membiarkan kumis dan jenggotnya tumbuh begitu saja di sepanjang dagu dan rahangnya, menyatu dengan jambangnya yang panjang. Rahangnya yang tegas, khas cowok banget. Alisnya tebal, hidungnya cukup mancung. Tetapi matanya teduh. Matanya yang akan terlihat agak menyipit jika ia tertawa. Dan garis senyumnya yang... Ah.

Cowok itu ikut tertawa dari mejanya ketika melihat pertunjukan 'lawak sore' duo Radhi dan Ganesh. Sebenarnya cowok itu juga biasa main bareng duo serigala itu, tapi di mata Athaya, he's kinda cool. Karena ia lebih sering menikmati candaan anak-anak itu. Walaupun kalo lagi kumat, cowok itu suka jadi kompornya kelakuan-kelakuan nyampah duo serigala juga. Kayak tiba-tiba mindahin bunga ucapan terima kasih dari vendor, terus ngasih bunga itu ke anak magang, ngakunya dari Ganesh. Dan kebetulan Ganesh emang lagi gebet anak magang itu. Ketawan lah sama orang sekantor kalo Ganesh lagi gebet anak magang tersebut.

Makin lama, Athaya makin terbiasa dengan kelakuan mereka yang 'nyampah', dan menanggapinya dengan tertawa saja. Bahkan Athaya sudah terbiasa menyebut mereka dengan sebutan "elo-gue" tanpa embel-embel "Mas" atau "Kak" atau "Bang", seperti yang dilakukannya awal-awal masuk kantor itu. Padahal mereka bertiga semuanya lebih tua dari Athaya sekitar 1-3 tahunan.

***

Saking tertariknya Athaya dengan cowok itu, Athaya menghafal jam-jam cowok itu makan siang, pulang kantor, sholat, agar siapa tau bisa satu lift atau bisa sholat berjamaah. Setelah hafal jadwal itu, Athaya sampai bela-belain pulang nungguin cowok itu yang seringnya pulang selalu abis Maghrib. Biar keluar kantornya barengan, bisa ketemu di lift. Dan benar aja, beberapa kali mereka satu lift. Terus? Ya Athaya diam aja. Cowok itu juga nggak banyak omong. Palingan mereka cuma bertanya-tanya pertanyaan basa-basi. Atau kalau udah liat cowok itu bangkit menuju area south wing dengan sendal jepit, Athaya buru-buru melepas sepatunya dan ikutan kesana, supaya bisa sholat bareng cowok itu. Dan kalau pas banget cowok itu jadi imam sholat, Athaya seneng banget! Iya, gitu aja Athaya udah seneng banget.

Gila? Iya, emang Athaya rada gila, tergila-gila sama cowok itu. Because funny, smart, humble, and a bit messy guy is the new definition of coolness.

Sampai suatu hari, ketika Athaya belum punya teman makan siang bareng dan sedang tidak bawa bekal, ia mencoba mencari-cari tempat duduk untuk makan siang di food court basement kantornya. Tiba-tiba ia mendengar seseorang memanggil-manggil namanya.

"Athaya! Athayaaa!" Dilihatnya arah suara tersebut. Lasha, salah satu teman perempuannya di kantor yang masih satu generasi dengannya. Cewek itu memanggil-manggil Athaya, dengan tangan melambai-lambai. Athaya pun menghampirinya.

"Lagi cari tempat? Sendirian aja?" Tanyanya ramah. Ia duduk makan siang dengan Radhi, Ganesh, dan... Ah, cowok itu! Cowok kesukaan Athaya.

"Iya nih."

"Sini aja, bareng kita. Masih ada satu tempat kosong kok!" Matanya memicing nakal pada Radhi dan Ganesh.

"Nggak papa ganggu kalian?" Tanya Athaya ragu.

"Selow... Ya nggak, Rad, Nes?" Godanya pada Radhi dan Ganesh.

"Pada diem aja, daritadi pada berisik liat Athaya," goda cowok itu. Suara beratnya membuat Athaya merasa panas dingin. Lah, cowok itu tau namanya ya? Ya? Ya? Gila, gitu aja Athaya seneng banget. Mendengar namanya disebut-sebut cowok itu dengan suara beratnya itu, dalam dadanya rasanya kembang api meledak-ledak.

Athaya hanya tertawa canggung.

"Eh iya, Ta, ini Ghilman Wardhana. Dia Business Analyst," Lasha mengenalkan Ghilman pada Athaya.

"Thaya," Athaya membalas sodoran tangan Ghilman. Dibandingkan tangan Ghilman yang besar dengan jari yang panjang-panjang, tangan Athaya rasanya kayak tangan boneka Barbie aja.

Setelah tau namanya, Athaya mulai kepo akun-akun social media cowok itu. Cowok penyuka klub sepak bola Juventus, aikido, softball, semua hal berbau Batman, dan band asal Britania, Blur. Juga... Dia sudah punya pacar. Seorang penyiar radio. Ah, ya, Athaya sepertinya pernah dengar cewek ini di radio. Iya, ceweknya lumayan cantik. Ya kalo dibandingkan sama Athaya mah... Athaya cuma remah-remah biskuit regal.

Makanya, Athaya senang mengaguminya dari jauh saja. Bisa satu lift bareng atau sholat bareng aja Athaya udah senang banget. Lagipula, lumayan buat penyemangat ngantor.

Entah kenapa Lasha bisa dekat banget dengan Ghilman. Suatu malam, Athaya pernah nguping Ghilman ngajakin Lasha pulang bareng.

"Lasha, masih lama nggak? Mau bareng gue nggak?" Tanya Ghilman dari mejanya, melongok ke meja Lasha.

"Bentaaar! Satu email!" Jawab Lasha agak teriak.

Ghilman beranjak dari bangkunya menuju pantry. 5 menit kemudian ia berseru lagi, "Larasati Shanaz!"

"Please, bentar masih sending emailnyaaa!" Lasha mulai panik.

2 menit kemudian, "Shanaz! Shanaz! Shanaz!" Seru Ghilman dengan annoying.

"Ghilman! Nyebut nama tengah gue lagi, gue baretin mobil lo!" Bentak Lasha yang dengan buru-buru membereskan barang-barangnya.

"Buruaaan makanya! Gue tuh mau ngampus, udah mau telat ini!" Iya, waktu itu Ghilman lagi melanjutkan kuliah S2-nya.

"Iye."

Kadang... Rasanya Athaya ingin jadi Lasha sehari.

***


Secangkir Kopi & Pencakar Langit (#1)Where stories live. Discover now